Arkha langsung menuju ke kediaman orangtuanya untuk menemui Lidya yang ternyata sudah kembali ke Indonesia sejak tadi malam. Tak ada kabar apapun yang ia terima, baik dari mamanya ataupun dari papanya. Keputusan yang mengecewakan itu membuat Leon dan Lidya masih sulit mengendalikan diri. Mereka tidak marah dengan anaknya, apalagi cucu tersayangnya, hanya satu orang yang ingin mereka singkirkan, yaitu Vina.
Gara-gara Vina yang tidak pernah ia sangka justru membuat cucunya ingin memilikinya sebagai ibu. Hal itu juga membuat mereka menunda menjodohkan putranya dengan wanita pilihannya.
Tidak membutuhkan waktu yang lama karena Arkha pulang sebelum jam pulang kantor sehingga jalanan kota masih belum macet.
''Assalamu'alaikum.'' ucap Arkha.
''Wa'alaikumussalam.'' jawab art di rumah tersebut.
''Mama dimana?'' tanya Arkha dingin seperti biasa.
''Nyonya ada di kamar, Tuan.'' jawab wanita itu.
Tanpa menjawab satu katapun, Arkha langsung bergegas menuju ke kamar mamanya.
''Mama!'' panggil Arkha sembari memegangi handle pintu.
Lidya yang tampak masih berbicara lewat telepon dengan seseorang langsung menoleh karena mendengar suara putranya. Beberapa detik kemudian, ia berbicara kembali dengan seseorang itu lalu menyudahinya.
''Bagaimana pernikahanmu, Ar?'' tanya Lidya sembari menyilangkan kedua tangannya.
''Ma, aku mau bahas mengenai sekolah Mikha. Tolong jangan bahas yang sudah jelas Mama sendiri nggak mau membahas hal itu.'' pinta Arkha.
Lidya mendesis kecil lalu duduk di sofa. Arkha pun langsung mengikuti Lidya untuk duduk di sofa itu.
''Mama akan bawa Mikha lagi, menurut neneknya, Mikha juga ingin menyelesaikan sekolahnya yang sekarang disana. Setelah lulus, baru dia lanjut di Indonesia.''
''TANPA PEREMPUAN ITU!'' imbuhnya tegas.
Arkha langsung mendelik.
''Hah? lalu dia mau ngapain disini kalau nggak ada Mikha, Ma?'' protes Arkha tak terima.
''Kamu bisa manfaatkan waktu itu untuk membuat anak itu tersiksa, Arkha! singkirkan dia dari kehidupan kita! kamu harus menikah sama wanita yang selevel dengan keluarga kita!'' tegas Lidya kesal.
"Bagaimana kalau Mikha minta wanita itu tetap ikut dengannya?'' tanya Arkha.
"Arkha sayangku, wanita itu belum punya dokumen yang diperlukan untuk pergi ke luar negeri. Itu bisa dijadikan alasan. Mama ogah serumah lagi sama dia!''
''Dan, saat tidak adanya wanita itu disamping Mikha, Mama bisa membuat cucu Mama untuk tidak mengharapkan dia lagi!''
''Tolong kerjasamanya dong!''
Arkha menoleh tajam mendengar kata Lidya, lalu kembali menatap ke depan tanpa berbicara apapun.
''Kenapa harus menikah menikah menikah? aku tidak ingin menikah!'' geram Arkha dalam hati.
Lidya masih saja kekeh dengan harapannya itu. Menikahkan anaknya dengan tujuan kemajuan bisnisnya. Sementara Arkha masih kekeh dengan hidup bebasnya yang bisa gonta ganti wanita sesuka hati, meskipun hal itu belum diketahui oleh orangtuanya.
''Aku masih pusing membahas pernikahan ini, tolong Mama jangan bahas itu lagi untuk sekarang.'' pinta Arkha.
Lidya justru tersenyum menatap putranya itu.
''Mama akan berkunjung ke apartemenmu nanti malam, Mama kangen sama Mikha.'' ujar Lidya.
''Apa Mama nggak keberatan ketemu sama Vina?'' tanya Arkha.
''Anggap saja dia tidak ada.'' jawab Lidya dengan entengnya.
''Sekalian mau bahas kepastian apa benar Mikha bilang mau menyelesaikan sekolahnya disana sama neneknya.'' imbuh Lidya.
''Terserah Mama saja, yang penting tolong jaga sikap ke Vina ketika dihadapan Mikhael. Cucu Mama itu sangat menyayangi perempuan itu.'' balas Arkha.
''Hmm.'' jawab Lidya singkat.
''Ya sudah aku mau pulang dulu, nanti Mikha nungguin.'' pamit Arkha.
''Hati-hati sayang.'' balas Lidya.
''Ya, Ma.'' jawab Arkha lalu kemudian mereka cipika-cipiki.
Tak seseram yang dibayangkan oleh Arkha sebelumnya, ia berpikir mamanya akan sangat kecewa dan tidak mau berbicara dengannya.
''Kenapa aku nggak ikhlas gini?'' gumam Arkha sembari membelokkan setirnya.
Kalau tadi menuju rumah orangtuanya ia tidak menemui kemacetan, beda dengan sekarang yang sudah jam pulang kerja. Baik kendaraan roda empat atau roda dua memenuhi jalanan kota.
Macet lagi macet lagi.
Setelah melalui rasa bosan dan jenuh akibat macet, akhirnya Arkha tiba di apartemen. Ia masuk dengan muka yang sudah kusut.
''Hai, Mikhael sayang, sudah mandi?'' sapa Arkha.
''Papa kok nggak ucapin assalamu'alaikum, sih?'' protes Mikhael.
''Tadi berangkat juga nggak, sekarang nggak lagi, masa lupa sampai dua kali.'' imbuhnya.
Vina yang baru datang dari dapur karena mengambil air pun spontan menahan tawanya.
''Ah, iya, Papa lupa lagi, maaf ya. Ya sudah, Papa ulangi.'' ujar Arkha sembari menatap tajam ke arah Vina yang berani-berani hendak menertawakannya.
Arkha langsung kembali ke dekat pintu masuk untuk reka ulang adegan.
''Assalamu'alaikum.'' ucap Arkha yang tidak lupa dengan senyum terbaiknya.
Mikha tampak terhibur, ia langsung sumringah.
''Wa'alaikumussalam, Papa.'' jawab Mikha.
Arkha duduk di samping Mikha, lalu mencium keningnya.
''Kok cuma aku yang dicium?''
''Mama kok nggak?'' protes Mikha lagi.
Arkha dan Vina langsung saling menatap satu sama lain dengan tatapan tajam.
''Emm, itu, Papa masih bau keringat. Mama nggak mau.'' jawab Vina yang langsung mendapatkan alasan.
''Kayaknya Papa nggak bau.'' bantah Mikha.
"Menurut Mama bau, sayang." balas Vina.
Arkha pun merasa lega dan juga kesal. Sejak kapan ia bau keringat ketika pulang dari kantor.
''Dasar cewek kampung! lu tuh yang bau keringat!'' protes Arkha dalam hati.
''Pokoknya Mama nggak mau.'' balas Vina yang berusaha supaya Arkha tidak nekat untuk menyenangkan hati Mikha itu.
"Ya sudah, Papa buruan mandi sana biar nggak bau." usir Mikha.
''Emmm, iya deh, Mikha disini dulu ya, bentar. Papa mau bicara sama Mama di kamar.'' timpal Arkha.
Vina langsung menatap tajam Arkha.
''Iya Pa.'' jawab Mikha.
Vina menggeleng cepat, ia langsung menjadi takut. Namun, Arkha langsung menarik lengannya untuk cepat-cepat masuk. Mau tidak mau kekuatan Vina tentu saja kalah dengan Arkha, akhirnya ia mengikuti langkah panjang pria itu untuk masuk ke dalam kamar.
''Anda mau bicara apa, Tuan?'' tanya Vina saat mereka masih di depan pintu kamar Arkha.
Arkha tidak menjawab.
''Apa tidak bisa bicara di dapur saja?'' tanya Vina.
Mereka pun sudah di dalam kamar. Arkha menutup pintu kamarnya supaya Mikha tidak masuk secara tiba-tiba. Usia Mikha sudah tidak terlalu mengkhawatirkan baginya jika ditinggal hanya didalam rumah.
''Nanti mama kesini.'' ujar Arkha.
''Nyonya Lidya?'' tanya Vina.
''Mau bahas tentang sekolah Mikha.'' jawab Arkha.
''Oh, ya sudah. Itu saja?'' balas Vina santai dan langsung hendak keluar dari kamar itu. Namun, Arkha menahan lengannya.
''Ada hal lain lagi, Tuan?'' tanya Vina.
Arkha tidak menjawab, sorot bola matanya beralih turun. Spontan Vina mengikuti arah bola mata suaminya itu.
''Kamu tutup pakai apa?'' tanya Arkha.
''FOUNDATION LIMA CENTIMETER.'' jawab Vina ngasal.
Arkha terkekeh tanpa ia sadari. Namun, hal itu justru menjadi kebahagiaan bagi Vina karena berhasil membuat suaminya tertawa. Tiba-tiba muncul sebuah ide untuk menggoda Arkha meskipun jantungnya berdegup kencang.
''Lucu ya jawaban saya?'' tanya Vina.
"Apa suamiku mau buat lagi? masih ada ruang kok." goda Vina yang sebenarnya jantungnya berdebar tak karuan.
Arkha langsung tersadar.
''Jangan kege-eran!'' bantah Arkha.
''Tapi, Tuan terlihat semakin tampan kalau tertawa seperti tadi, maa syaa Allah.'' puji Vina dengan senyumnya yang manis.
Arkha langsung menatap tajam istrinya itu.
"Maaf, kalau tidak ada yang mau dibicarakan lagi, saya mau menemani Mikha." ujar Vina.
Arkha tidak menjawab, sehingga membuat Vina langsung keluar begitu saja.
"Ya Allah, apa yang sudah ku katakan padanya tadi." bathin Vina sembari menarik napas panjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments