Beberapa hari kemudian,...
setelah perkenalan Mikaila dan juga Arthur kepada keluarga masing-masing itu, mereka sudah jarang sekali untuk bertemu. Bukan untuk menyerah. melainkan mencoba untuk membujuk dan meminta restu kepada orang tua masing-masing. terutama, kepada Ibu mereka.
Karena sampai sekarang, baik Ruri ataupun Claudia sama-sama menentang keras keputusan dari putra-putri mereka. karena kedua wanita paruh baya itu, sudah sama-sama menentukan pilihan untuk putra-putri masing-masing.
Tentu saja hal itu membuat Mikaila dan juga Arthur yang melihatnya, merasa sangat kebingungan dan sedikit putus asa. bagaimana tidak, bahkan sejak seminggu setelah pertemuan mereka itu, orang tua keduanya belum juga memberikan doa restu untuk Mikaila dan juga Arthur.
"apa yang harus aku lakukan?"tanya Mikaila pada dirinya sendiri. saat ini wanita itu, tengah berada di dalam kamar rumah mewahnya. karena sejak kemarin, wanita itu masih mencoba mempertahankan ego tidak ingin menikmati makanan apapun yang ada di rumah itu. karena Mikaila sedang memberikan sedikit pelajaran pada sang ibu.
"kalau begini terus, aku bisa-bisa benar-benar akan mati."gerutunya Seraya menghela nafas panjang.
tok tok tok
Atensi Mikaila seketika teralihkan. saat wanita itu mendengar suara ketukan pintu yang berasal dari luar kamarnya.
"Sayang, apakah kamu masih meneruskan acara merajuknya?"terdengar suara sang Ibu dari balik pintu kamar wanita itu.
Membuat Mikaila yang mendengarnya, seketika mendengus kesal."sepertinya aku memang harus mengakhiri semuanya. karena Sepertinya, rencana ini adalah rencana yang paling gagal."setelah mengatakan hal itu, Mikaila segera beranjak dari tempat duduknya. kemudian berjalan untuk membuka pintu kamarnya.
"akhirnya kamu menyerah juga."ucap Ruri yang memunggingkan senyum. membuat Mikaila yang mendengarnya, ketika memutar bola mata malas.
****
"kamu mau makan apa sayang?"tanya wanita paruh baya itu dengan ekspresi wajah ceria.
"nasi goreng aja."ucapnya dengan nada sedikit ketus. membuat Ruri yang mendengarnya, seketika menatap ke arah putrinya itu barang sebentar. kemudian setelah itu, kembali melakukan aktivitasnya.
Ruangan makan itu, tampak lebih sepi dari biasanya. karena sejak tadi, Mikaila membungkam mulutnya dengan kesunyian dan keheningan. membuat Ruri yang melihat itu, seketika menghela nafas panjang. sebenarnya, wanita paruh baya itu juga ingin mencoba berbicara dengan putrinya itu. Namun karena ego wanita paruh baya itu sangat tinggi, membuatnya semakin enggan untuk membuka mulut.
"aku sudah selesai. kalau begitu aku ke kamar dulu."setelah mengatakan hal itu, Mikaila segera beranjak dari tempat duduknya dan melangkahkan kakinya untuk menuju anak tangga yang menghubungkan ke kamar pribadinya.
"apa kamu tidak merasa kasihan dengan nasib anak itu?"tanya Winarto pada sang istri saat mereka sudah berada di ruang keluarga.
Membuat wanita paruh baya itu seketika menoleh ke arah laki-laki yang bergelar sebagai suaminya itu.
"maksud Papa?"tanya Ruri pura-pura tidak mengerti dengan tangannya masih sibuk untuk menyulam kain perca dan juga kain katun itu.
"Papa rasa Mama pasti tahu apa yang Papa maksud."tandas Winarto seraya melirik tajam ke arah wanita yang bergelar sebagai istrinya itu.
Membuat Ruri awalnya fokus untuk menyulam kain-kain itu, seketika menghentikan kegiatannya dan menghadapkan wajahnya kepada sang suami.
"Mama hanya merasa, bahwa laki-laki yang dibawa oleh anak kita itu, bukanlah laki-laki baik-baik. karena matma melihat, dari pancaran matanya terlihat sangat kurang dalam mencintai Putri kita. Mama hanya tidak ingin, bahwa Putri kita mengalami nasib yang buruk di tangan laki-laki itu."ucap Ruri Seraya menghela nafas panjang.
"lalu menurut Mama, siapa Yang pantas mendampingi putri kita? apakah Fandy? ingat Mah, yang akan menjalani rumah tangga itu, adalah Mikaila bukan Mama. yang tahu baik buruknya itu juga Mikaila sendiri bukan Mama. jadi Papa mohon, jangan pernah melihat seseorang itu dari sampulnya. karena suatu saat, semua akan berubah jika Tuhan menghendaki."setelah mengatakan hal itu, Winarto segera beranjak dari tempat duduknya.
Meninggalkan Ruri yang terdiam di tempat Seraya menatap lurus ke depan."apakah yang aku lakukan ini benar? tapi aku sangat ingin bahwa putriku menikah dengan Fandy. karena menurutku, hanya Fandy yang memiliki sifat sebagai seorang laki-laki."gumam wanita paruh baya itu semakin merasa bimbang dengan apa yang ada di dalam hatinya.
****
"bagaimana Pa, apakah Papa berhasil untuk membujuk Mama?"tanya Mikaila saat laki-laki paruh baya itu masuk ke dalam kamarnya.
"kita hanya perlu berdoa semoga Tuhan menggerakkan hati Mamamu. Karena Papa, sudah melakukan apa yang kamu minta. yang kita lakukan saat ini hanyalah bisa berharap pada si pemilik hati untuk mengabulkan semuanya."ucap Winarto Seraya mengusap kepala putrinya itu dengan penuh kasih sayang.
Mikaila yang mendengar itu, hanya dapat menganggukkan kepala. Seraya memaksakan bibirnya untuk tertarik membentuk sebuah senyuman.
"semoga semuanya berhasil."gumam wanita cantik itu Seraya memejamkan mata.
****
Sementara itu di tempat lain, lebih tepatnya di kediaman keluarga Arthur. terlihat laki-laki itu juga tengah melakukan hal yang sama. yaitu mencoba untuk membujuk sang ibu yang terdengar sangat menolak mentah-mentah permintaan dari laki-laki itu.
Apalagi Arthur memang telah dijodohkan oleh Citra sejak lama oleh Claudia. tentu saja hal itu membuat laki-laki tampan itu, merasa sangat kebingungan.
"tolonglah restui pernikahan kami Restu hubungan kami."ucap Arthur dengan ekspresi wajah memelas Seraya menatap ke arah wajah Claudia.
"tidak Arthur! sampai kapanpun juga, ibu tidak akan merestui hubunganmu dengan wanita itu. karena sampai kapanpun juga, kau akan tetap menjadi milik Citra. "ucap Claudia dengan tegas.
"yang mau menikah itu Arthur atau Ibu?"tanya laki-laki itu yang mulai kesal dengan tingkah wanita paruh baya yang bergelar sebagai ibunya itu.
"ibu hanya ingin membuatmu bahagia. apa itu salah?"tanya Claudia menatap nanar ke arah putranya itu.
"yang ingin menikah itu aku. itu artinya, aku yang mengetahui semua tentang kehidupanku karena aku yang merasakannya."ucap Arthur yang mulai kesal dengan situasi saat ini.
"sudahlah Ibu mau ke kamar dulu."setelah mengatakan hal itu, Claudia segera masuk ke dalam kamarnya.
Sementara Arthur yang melihat itu, hanya dapat menatap kepergian wanita paruh baya itu, dengan tatapan nanar.
"sudahlah tidak usah dipikirkan. nanti ayah akan coba berbicara dengan ibumu."ucap laki-laki paruh baya yang mengusap bahu Arthur untuk menenangkannya.
"Terima kasih Yah."ucap laki-laki itu Seraya tersenyum simpul. kemudian melangkahkan kakinya, untuk masuk ke dalam kamar.
"huh susah juga mendapatkan restu dari wanita itu."gumam Arthur Seraya Manghela nafas panjang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments