The Squad

Juna hendak mengambil uang di ATM, tapi begitu ingin masuk, sebuah tangan menariknya mundur.

Terkejut dan penasaran kenapa dia ditarik, Juna pun berbalik. Ia mendapati seorang wanita berambut cokelat dengan kacamata hitam yang membingkai wajahnya.

"Aku duluan ya? Aku harus segera ke kampus tapi tak ada ongkos taxi" wanita itu melengos melewati Juna yang terdiam menatapnya.

Tidak. Bukan maksudnya Juna terpesona dengan parasnya yang cantik, ia hanya terpukau dengan adab minus wanita itu. Di era modern begini tapi kelakuan masih primitif.

Dengan gemas Juna menarik hoodie crop milik wanita itu sehingga perutnya terekspos.

"Et-Et-Etttt... Gua juga punya keperluan penting ya!" kata Juna sambil menyeret si Wanita agar kembali ke tempat asalnya.

Wanita itu tersentak. "Hei mesum! Bajuku terangkat!"

"Ya lagian pake baju kok kurang bahan" cibir Juna, lalu ia berjalan masuk ke dalam ATM.

PUK!

Sebuah pukulan ringan mendarat di kepala Juna. Wanita itu sengaja melemparkan segumpal tisu yang sebelumnya dia remas karena kesal.

"DASAR LELAKI ANGKUH!"

Juna tak peduli, dia melanjutkan langkahnya dan mengambil uang dari mesin.

Begitu keluar, kaki Juna malah tersandung oleh wanita yang sengaja melintangkan kakinya di depan pintu.

"Dasar wanita gila!" geram Juna sambil membulatkan mata, tak peduli jika orang lain memandang aneh kepada mereka.

Lelaki itu pun balik badan, membiarkan wanita itu tertawa puas karena enggan memperpanjang masalah.

Wanita itu meredakan tawanya, dalam sekejam ia malah termenung sambil memegang dagu. "Rasanya aku familiar dengan wajah dan cara marahnya? Tapi siapa ya?"

***

Divisi Mayara tercengang, belum genap sejam data mereka soal Partha alias Juna tiba-tiba menghilang. Sony bahkan membanting mugnya dengan murka.

"Salahmu yang tidak mem-backup data itu!" Teriak Sony pada Freya yang tengah shock menatap layar monitor.

Sani yang melihat itu langsung menjadi penengah. Ia berdiri di antara Sony dan Freya.

"Kendalikan dirimu! Tunjukkan sedikit rasa sopan pada rekan sendiri!" kata wanita berambut cepak itu sambil menatap Sony lekat-lekat.

Sony menghebuskan napas kasar dan berpaling menatap Ryan yang sibuk mengotak-atik keyboard.

Apa yang ia rencanakan?

***

Mengetahui jika ibunya harus memasang ring pada jantung hampir membuat Juna terkena serangan jantung juga.

Ya ampun, biaya operasi itu harus kemana ia cari? Bahkan saldonya sudah habis tadi.

Ah, NeosanTower! Apakah dia harus memanfaatkannya? Lagi pula Putra bilang bersedia untuk membantunya, kan?

Meski hati nuraninya tidak tega meninggalkan sang Ibu, tapi tidak ada cara lain. Terpaksa dia harus menitipkan Ibunya kepada keluarga Dika. Memang terdengar tidak etis jika seorang anak malah sibuk bermain game ketika ibunya sakit. Tapi apa boleh buat, itu kan cara dia mencari uang.

"Aku titip tante ya"

Dika yang tepat berada di sampingnya pun terkesiap. Terkejut ketika sepupunya tiba-tiba bersuara dengan datar.

"Emangnya mau kemana, Bang?" tanya bocah itu heran.

Juna menghela napas, "Abang harus cari duit buat berobatnya tante lah!".

Dika membulatkan mulutnya. Ia mengangguk-angguk seolah paham. Namun karena ia adalah anak yang memiliki level kepo tingkat dewa, ia pun kembali bertanya.

"Nyari dimana? Bukannya nganggur ya?"

Sebuah pertanyaan menusuk hati Juna, mungkin kalau dilihat oleh kacamata ghoib akan muncul bolong di dadanya.

"Enak aja nganggur!" sanggah Juna yang tidak terima. Dasar manusia, punya hati tapi tak hati-hati dalam bicara.

"Ya terus kemanaaa?" sungguh ekspresi Dika saat bertanya sangat menggemaskan. Ingin ditampol berjamaah rasanya.

Juna kembali menghela nafas, "NeosanTower.. " lirihnya dengan pasrah.

"WOH? MAO IKUT!"

PLAK!

***

Setelah dipikir-pikir, ada baiknya jika Dhika ikut membantu. Kehadiran bocah itu bisa saja menambah poin, membiarkan ibunya Dhika saja yang merawat bu Wiwin. Dan kini, berakhirlah mereka berdua di sebuah lembah yang tak jauh dari desanya Ki Sadam.

Di lembah itu, Juna yang sudah berubah sebagai Partha memangkas semak yang menghalangi jalan, dengan ditemani Uta yang setia bertengger di kepalanya. Sedangkan Dhika hanya bersiul santai menyahut nyanyian burung.

Langkah demi langkah mereka tapaki hingga seketika terdengar teriakan jantan seorang Dhika. Partha berbalik, ia mendapati sepupunya yang menggantung terbalik karena ulah monster pohon.

"Tolong! Bang!"

Bocah itu berusaha memotong tangan si Monster dengan sihirnya. Yap. Dhika memilih Snake Class dan menggunakan nickname Andhika yang merupakan nama aslinya.

"Utaa!" disana Uta malah terlihat girang seperti menonton pertunjukan.

Partha mendengus.

"Jangan permalukan aku kalau kau tidak bisa bermain game!" bukannya membantu, Partha malah meneriaki Dhika. Dia paham jika sepupunya itu lebih tertarik dengan buku, tapi tak pernah menyangka jika Dhika sangat payah dalam game.

"Rapalkan mantranya Dhikaaaa!"

Partha kembali berteriak dengan gemas ketika Dhika hanya membuang-buang mana untuk serangan yang tidak jelas. Ia tidak peduli jika HP Dhika menipis karena diserang monster. Masa bodo! Suruh siapa memaksa ikut!

Sebenarnya Partha ingin mengumpat, tapi rasanya tidak nyaman jika harus mengumpat dengan kalimat baku.

"Tidak bisa kah kau menolong anak ini?"

Partha melongo sedangkan Dhika berhenti berteriak, monster pohon pun musnah seketika.

"Dara?" panggil Partha tak percaya ketika wanita itu tiba-tiba datang menolong Dhika. Bahkan anak itu sudah ada di pangkuannya ala bridal style.

Dhika dipangku Dara? Sulit dipercaya tapi memang begitu adanya.

Perlahan namun pasti Dara mendekat ke arah Partha, lalu menurunkan Dhika yang masih terpaku karena malu.

"Kau lagi heh? Kenapa mengikutiku argh!?" Partha terlihat frustasi ketika wanita cantik itu menyunggingkan senyum manisnya yang tersirat berbagai maksud.

Dara memangkas jaraknya dengah Partha, melewati Dhika yang masih tak percaya sudah dipangku wanita cantik bak bidadari.

"Aku ingin menagih jatah, sayang"

Mendengar itu membuat Dhika terbatuk, sedangkan Partha melotot tak percaya.

"Jaga bicaramu!"

Jika kalian sadar, Partha selalu saja berteriak ketika berbicara dengan Dara. Dirinya selalu dibuat jengkel oleh gadis itu. Tapi bukannya menciut, Dara malah semakin mengembangkan senyumnya.

Partha memutar bola matanya dengan jengah. Lalu meminta sistem untuk membagi beberapa item pada Dara.

"Terima kasih, sayang!" pekik gadis itu dengan girang dan hampir memeluk Partha jika dirinya tidak didorong menjauh oleh lelaki itu.

"Pergi sana" titah Partha tanpa memandang Dara.

Dhika memandang mereka tak mengerti, jadi dia diam saja bersama Uta yang melompat ke pangkuannya.

"Aku ingin ikut team Party-mu. Ku jamin kau tak akan rugi, terlebih kau pasti butuh orang untuk menjaga anak itu" Dara menunjuk Dhika dengan salah satu pedangnya.

Partha berdecak, "Tidak-tidak! Cukup kami berdua saja!" katanya sambil mengibaskan tangan.

"Kalau kakak ini boleh bergabung, aku janji tidak akan merepotkanmu lagi" tiba-tiba Dhika bersuara. Terlihat jika anak itu tertarik pada Dara.

Partha berpikir sejenak.

"Baiklah. Tolong kerja samanya" lelaki itu mengalah. Sontak Dara, Dhika dan Uta bersorak ria.

Setelah memasukan Dara pada team Party, mereka pun kembali berjalan menyusuri lembah menuju kerajaan Padjajaran, karena saat ini mereka tengah berada di tanah pasundan. Tujuan mereka kesana adalah untuk melaporkan peristiwa penculikan warga desa oleh iblis pada tempo hari ke pihak kerajaan.

Uta alias Putra bilang kalau berhasil membawa kepala iblis ke kerajaan, dia bisa mendapatkan banyak poin.

"Uwahhh indahnya!"

Kagum Dara ketika mereka mendapati bunga mungil berwarna putih yang Dhika ketahui itu adalah Edelweis. Bunga itu menghampar indah sejauh mata memandang. Ditambah lagi dengan cahaya senja yang menambah kesan aesthetic.

"Kalian tau? Ini edelweis si Bunga abadi" kata Dhika sambil mengendus bunga itu.

"Iya, dan itu salah satu bahan untuk membuat ramuan abadi. Tak pernah ada yang mengambilnya karena ada penjaga yang akan mencelakai kalian"

Partha tersenyum sombong, ia sudah tau informasi itu dari Putra sebelumnya.

"Apa kau bilang?" tanya Dara dengan wajah pucat ketika mendengar penuturan Partha. Ia sudah terlanjur memetik bunga itu.

"Huh, aku yakin kau tipe murid yang jarang menyimak guru--"

"LARIII!"

Dhika berteriak, berlari menghindari pusaran angin dengan cahaya hijau yang muncul di tengah ladang bunga. Dara maupun Partha latah berlari mengikutinya. Suara tangis seorang wanita terdengar begitu saja, makin lama makin kencang dan tersendu-sendu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!