Selang sepekan berlalu, Indi bersiap mengikuti tender untuk mendesain sebuah store Jamu Tradisional yang akan dibuka di Jogjakarta. Gadis itu sebelumnya tidak tahu sama sskali siapa ownernya. Yang Indi ketahui bahwa pemilik Store jamu adalah keluarga bangsawan Surakarta atau Solo.
Oleh karena itu, Indi menyiapkan rancangan desain dengan memadukan unsur tradisional dalam store dan sekaligus rumah kecantikan itu. Secara khusus, Indi memilih motif batik dan warna sogan (warna coklat khusus untuk batik khas Surakarta). Selain itu, Indi sudah memiliki impian bahwa akan ada display mengenai setiap rempah yang digunakan dalam jamu itu. Dengan demikian, akan berpadu nuansa Jawa khas Solo dan konsep edukasi untuk pelanggan.
"Sudah semua Mbak?" tanya Ayah Pandu kepada putrinya itu.
"Iya sudah, Yayah. Ini slide presentasinya. Tolong Yayah lihat dan berikan saran yah," kata Indi.
Ayah Pandu merespons dengan menganggukkan kepalanya. Senang ketika Indi selalu bersungguh-sungguh dalam bekerja. Putrinya itu juga menunjukkan sikap profesional yang tinggi. Selain itu, dalam mempersiapkan satu projek, Indi juga tampak begitu bersungguh-sungguh.
"Konsepnya jadi Jawa yah?" tanya Ayah Pandu.
"Iya, Indi kolaborasi beberapa seni batik khas Surakarta dengan warna sogan yang khas. Lagipula, pemiliknya adalah keluarga bangsawan, biasanya mereka dekat dengan tradisi dan berbagai pakem yang masih dipegang sampai sekarang ini," balas Indi.
"Walau gak jadi sama keluarga ningrat, sudah tahu ya Mbak?" tanya Ayah Pandu dengan bercanda.
"Kan Indi masih menunggu Mas Satria itu, Yah. Walau hanya bisa pasrah dan ikhlas sih," balasnya.
"Iya-iya, Ayah tahu. Intinya percaya saja, kalau jodoh tidak akan lari kemana," balas Ayah Pandu.
"Doakan ya, Yah. Walau berat banget sebenarnya," balas Indi.
"Biasanya kalau awalnya berat, nanti akhirnya akan bahagia. Percaya saja sama Yang Maha Kuasa," kata Ayah Pandu.
Indi pun menganggukkan kepalanya. Memang ini jalan cintanya, walau diminta menunggu, tapi Indi sendiri selalu bersujud di atas sajadah. Berharap bahwa cintanya nanti akan berujung kepada sosok Satria.
"Iya, Yah. Baiklah, tolong untuk cek terlebih dahulu dan usai ini Indi akan berangkat ke sana, Yah."
Ayah Pandu memeriksa terlebih dahulu seluruh slide presentasi milik Indi. Slide demi slide tidak ada yang terlewatkan. Sang Ayah benar-benar menjadi quality control supaya tidak ada kesalahan di dalam slide presentasi milik Indi. Hampir lima belas menit, Ayah Pandu sudah menyelesaikan semuanya. Bersamaan dengan Indi yang sudah kembali.
"Sudah Yayah cek, Mbak Didi. Semuanya sudah bagus. Semangat untuk presentasi dan memenangkan tender yah," kata Ayah Pandu.
"Iya, Yah. Terima kasih banyak. Indi pamit ya Yah. Dengan doanya Yayah, Indi akan bisa mempresentasikan dengan baik."
Usai itu Indi berangkat sendiri menuju tempat untuk mempresentasikan hasil desainnya. Gadis itu mengemudikan mobilnya sendiri, menerobos jalanan di kota Gudeg. Hingga akhirnya, Ervita sudah sampai di sana. Gadis itu bersiap dengan merapikan penampilannya. Setelahnya dia dipersilakan masuk, dan ada beberapa perusahaan desain interior lainnya yang sudah ada di sana juga.
Hingga akhirnya, Direktur Utama sekaligus pemilik perusahaan jamu itu datang. Pria paruh baya dengan penampilan yang necis, dia menyapa semua orang yang hendak mempresentasikan desain interior terbaiknya untuk konsep store dan rumah kecantikan di Jogjakarta.
"Selamat siang semuanya," sapanya.
"Si ...."
Suara Indi bak tercekat. Sebab, sosok yang dia lihat sekarang adalah Rama Bima Negara. Sosok yang sempat bertemu dengannya semula. Terlebih ada kenangan buruk, ketika Rama Bima pernah menolaknya menjadi pendamping hidup untuk Satria.
Sekarang, dua orang itu saling bertemu. Rama Bima juga tampak bingung ketika melihat ada Indi di sana. Orang Jawa berkata, 'Calon Mantu Wurung' atau calon menantu yang tidak jadi. Sementara sekarang ada Satria yang memasuki ruangan rapat itu.
Satria tersenyum kecil di sana. Tidak menyangka bahwa akan bertemu Indi. Akan tetapi, Satria justru senang siapa tahu Ramanya bisa melihat Indi juga adalah gadis yang cerdas dan hasil dekorasinya juga matang.
"Kamu mengajaknya?" tanya Rama dengan lirih kepada Satria.
"Tidak," jawab Satria.
Rama Bima menghela napas panjang. Mau tidak mau harus bersikap profesional dan biasa saja. Pun begitu dengan Indi, dia datang untuk memenangkan tender. Oleh karena itu, Indi akan berusaha mengesampingkan urusan pribadi dengan keluarga Negara.
"Nanti setiap perwakilan yang datang silakan mempresentasikan desain interiornya. Yang terbaik itu yang akan saya pilih," kata Rama Bima.
Hingga akhirnya satu per satu orang mempresentasikan desain mereka. Bahkan menjelaskan semuanya dari pemilihan bahan dan desain. Sementara di sana Rama Bima dan Satria yang mendengarkan. Sampai akhirnya giliran Indi yang maju untuk mempresentasikan desainnya.
"Selamat siang semuanya, saya hendak mempresentasikan rancangan desain untuk Store Jamu Sido Mulya dan Rumah Kecantikan. Di sini, setiap desain yang saya tawarkan didasari dengan konsep filosofi Jawa mengingat bahwa keluarga bangsawan yang memilikinya dan nanti akan dibangun di kota yang menjunjung budaya menjadikannya semangat yaitu Jogjakarta. Jadi, untuk mewujudkan itu saya mengaplikasikan dengan batik Parang Klithig khas Surakarta. Batik bermotif parang ini memiliki ukuran statis halus yang cenderung lebih kecil dan menggambarkan cerita feminim. Namun pada dasarnya motif ini menunjukkan kemanisan, kecanggihan dan kebijaksanaan yang sering dijumpai pada putri raja. Warna yang mendominasi juga cokelat sogan khas batik dari Solo."
Indi menjelaskan semua dasar filosofisnya. Untuk kaitannya dengan batik, tentulah Indi mengerti karena Eyangnya adalah juragan batik. Selain itu, Ayah dan Bundanya juga bergerak di usaha batik, bahkan Bundanya memiliki kafe batik. Batik sudah menjadi bagian yang khas dan turun-temurun untuk keluarga Hadinata.
"Dari semua motif batik kenapa yang dipilih parang Klithig? Kalau saya mau mengenakan motif parang barong?" tanya Rama Bima.
"Maaf, Bapak. Kalau Parang Barong sebaiknya tidak dipilih karena motif itu dipakai dan diperuntukkan khusus untuk Sultan Agung Hanyakrokusuma. Selanjutnya, hanya keturunan dari Sultan Mataram saja yang boleh mengenakannya," jawab Indi.
Dalam masyarakat Jawa, memang ada motif khas batik yang hanya boleh dikenakan oleh penguasa. Rakyat jelata tidak boleh memakainya. Untuk desain pun, sebaiknya tidak menggunakannya. Sebagai gantinya motif Parang Klithig, Kawung, atau Slobog yang dikenakan.
Nah, di sana Rama Bima mengerti bahwa gadis pilihan putranya itu sosok yang cerdas. Walau bukan dari trah ningrat, dan tanpa nasab, tapi Indi mengenal tradisi dengan baik. Seluruh filosofi pun bisa dia jabarkan. Mungkin semua ini karena kedekatan dengan keluarga Hadinata yang sudah menjadi pengrajin batik sejak masa Kasultanan Jogjakarta.
"Terima kasih presentasinya," kata Rama Bima.
"Sama-sama Bapak. Matur sembah nuwun," balas Indi.
Apa pun hasilnya yang pasti dia sudah mempresentasikan. Indi juga merasa sudah menjelaskan ruangan demi ruangan demi mengusung konsep Jawa dan edukatif yang sudah dia sampaikan kepada Ayah Pandu.
"Apa mungkin anak 24 tahun mengetahui semua itu?" tanya Rama Bima kepada Satria.
"Sangat mungkin, Rama. Dia lulusan terbaik desain dan interior. Selain itu, didukung usaha milik Ayahnya yang bonafide. Jadi, memang itulah Indira. Gadis yang tidak hanya ayu, tapi juga cerdas dan gigih," jawab Satria.
"Hanya satu kurangnya," balas Rama Bima.
"Di mata Allah semua manusia derajatnya sama, Rama. Allah memberikan kelebihan dan kekurangan untuk manusia. Bahkan Satria sendiri memiliki kekurangan," jawab Satria.
Rama Bima terdiam. Memang tidak mudah sekarang. Dia sudah melihat cerdasnya Indi, hanya saja nasab si gadis yang membuatnya tetap memiliki tembok kokoh yang belum bisa diruntuhkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Hana Nisa Nisa
masih bibit jadi patokan
2024-03-16
1
susi 2020
😍😍
2023-09-21
1
susi 2020
🥰🤩
2023-09-21
0