Ketika akhir pekan tiba, Ayah Pandu mengajak keluarga jalan-jalan ke mall. Sekadar melepas penat dan juga menghibur Indi. Walau sudah melakukan rekonsiliasi, tapi Indi sendiri masih sedih. Menurut, Ayah Pandu sekalipun Indi mengakui putusnya pertunangannya dengan Satria tidak membuatnya sedih, tapi Ayah Pandu sangat mengenal Indi, putrinya itu mencintai Satria. Sedikit banyak pastilah ada kesedihan di dalam hatinya.
"Tumben, Yah ... kok kita jalan-jalan ke Mall? Biasanya Ayah dan Bunda kan sukanya mengajak kami wisata alam," tanya Irene, adiknya Indi yang sekarang sudah berusia 21 tahun.
Sama seperti Indi, Irene juga adalah gadis yang cantik. Jika, Indi memiliki rambut panjang sepinggang, Irene hanya memiliki rambut sebahu saja. Sekarang, Irene masih menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Keguruan mengambil Pendidikan Anak Usia Dini.
"Jalan-Jalan, Dik. Sapa tahu kalian mau beli apa gitu ke Mall," balas Yayah Pandu.
"Kalian jalan-jalan, seneng-seneng. Biar Bunda dan Ayah nostalgia momong (mengasuh dalam bahasa Indonesia) kalian lagi," balas Bunda Ervit.
"Mbak, nanti beli kutek kuku ya, Mbak," ajak Irene kepada kakaknya.
"Hm, iya ... boleh," balas Indi.
Ayah Pandu mengemudikan mobilnya di salah satu mall di Jogjakarta. Kemudian mereka jalan-jalan bersama. Indi dan Irene berjalan di depan, di belakangnya ada Ayah Pandu dan Bunda Ervita.
"Kalau anak-anak sudah besar, ngasuhnya begini ya, Nda. Dulu menggendong dengan hipseat satu dan satunya digandeng tangannya. Sekarang, bisa mengikuti mereka. Anak-anak yang menentukan mau kemana, kita orang tua mengikuti," kata Ayah Pandu kepada istrinya.
"Iya, Mas. Mengikut anak-anak. Makasih Ma, aku tahu ini adalah sarana untuk menghibur Indi kan?" tanya Bunda Ervita.
"Iya, aku ingin Indi bahagia. Tidak terus-menerus bersedih. Kalau Indi sedih, Yayahnya ini juga sedih," balasnya.
Hingga akhirnya Irene mengajak Indi ke store yang menjual pernak-pernik barang lucu seperti ada boneka, tumbler, bahkan kutek kuku ada di sana.
"Yah, beliin boneka yah?" pinta Irene kepada Yayahnya.
Maklum, Irene masih mahasiswi. Masih suka minta jajan ke Yayah atau Bundanya. Namun, memang lebih meminta ke Yayahnya.
"Boleh," balas Yayah Pandu.
"Yes, bagus yang mana ya Yah? Ini yang penguin lucu, tapi yang bebek duck juga lucu. Gemes banget," kata Irene.
Sementara Indi yang melihat-lihat boneka, sebenarnya juga ingin membeli satu. Namun, ketika ingin meminta pendapat dari Yayahnya, tiba-tiba saja Indi menjadi sungkan. Teringat nasabnya, dan mengingat sosok pria yang sekarang turut memilihkan boneka untuk adiknya itu sebenarnya bukan ayah kandungnya. Diam-diam Indi menundukkan wajahnya. Dia menitikkan air matanya, dan buru-buru menyekanya. Walau mengakui hanya sayang Yayah Pandu, dan begitu juga sebaliknya, tetap saja rasanya sungkan.
Rasanya asing, tapi aku bahagia menjadi anaknya Yayah. Kalau bisa aku meminta kepada Allah, aku juga mau menjadi anak kandungnya Yayah Pandu.
Indi menyembunyikan perasaan dan rasa tidak enak di hatinya. Sampai akhirnya dia merasakan kehadiran sang ayah di sisinya.
"Putrinya Yayah yang ini mau beli apa?" tanya Yayah Pandu.
"Eh, gak kok, Yah," balas Indi. Dia segera menaruh dua boneka yang tadi dia pegang ke tempatnya. Sungkan dengan Yayahnya sendiri.
"Yang pink itu lucu, Mbak Didi. Mau beli itu?" tanya Ayah Pandu lagi.
Indi mengamati sejenak boneka pink yang ditunjuk Ayahnya, dia tahu bahwa warna pink adalah warna kesukaannya. Sehingga, Yayah Pandu juga memilihkan boneka sesuai warna kesukaan anaknya.
"Indi sudah besar untuk main boneka, Yah," katanya.
"Tidak juga. Di mata Yayah, kamu tetap putri kecilnya, Yayah. Sampai kamu menikah, berkeluarga, kamu selalu putrinya Yayah," balas Yayah Pandu.
Hampir saja buliran air mata menitik dari pelupuk mata Indi. Namun, Indi berusaha untuk menahannya. Di tempat umum seperti ini, dia tidak ingin menangis.
Hingga akhirnya Irene kembali memanggil Yayahnya. "Yah, kuteknya yang bagus yang mana Yah? Kalau kata Bunda yang gold ini saja."
Sebelumnya Bundanya sudah memilihkan warna gold untuk Irene. Akan tetapi, Irene masih bertanya kepada ayahnya. Lucu memang, kedua anak gadis itu selalu tanya dan meminta pertimbangan apa pun kepada ayahnya.
"Pilihan Bunda bagus juga kok," jawabnya.
"Jadi, gold ya Yah? Ya sudah deh, aku beliin satu yang gold ya, Yah," balas Irene.
Usai itu, Irene mendekati kakaknya dan bertanya. "Mbak beli yang mana? Ayo Mbak beli, nanti biar dibayar Yayah sekalian."
"Mbak gak usah aja, Dik. Masih banyak kutek di rumah."
Akhirnya hanya Irene yang membeli boneka kecil dan kutek. Sementara Indi tidak membeli apa pun. Rasanya sungkan. Akan tetapi, Indi juga merasa bahwa sudah begitu banyak yang Indi dapatkan dari ayahnya.
Usai dari store itu, mereka berjalan dan melewati toko berlian Frank dengan warna magenta yang terlihat mewah. Ada satu cincin model solitaire yang didisplay di sana. Indi berhenti sejenak, dia seolah mengetahui model cincin seperti itu.
Ah, seperti cincin dari Satria. Diamond solitaire yang indah dan berkilauan. Sayangnya, aku hanya mengenakannya untuk dua pekan saja.
Pedih hatinya mengingat pertunangan yang batal. Seharusnya jika tidak ada aral melintang, mereka akan menggelar pernikahan dua bulan lagi. Sayangnya ketika hendak bersiap, justru tabir di masa lalu terkuak.
"Mau cincin itu, Mbak?" tanya Bunda Ervita sekarang.
"Eh, enggak Bunda. Hanya ingat ...."
Indi tak melanjutkan ucapannya. Terlalu sedih mengingat apa yang pernah terjadi. Bahkan sekarang saja perkataan Satria masih terngiang-ngiang di telinganya.
Cincin ini bulat dan penuh, sama seperti cintaku yang tiada akhir untukmu, Dik Indira.
Hatinya kembali sesak. Kedua bola matanya kembali berkaca-kaca. Teringat Satria dan cincin pertunangan yang dia kembalikan. Di dalam hati tersemat asa bahwa cincin pertunangan itu akan berubah menjadi cincin nikah di mana keduanya akan digrafir di sana. Namun, urung terjadi karena pertunangan telah batal.
"Sudah, Mbak ... kalau jodoh pasti bertemu. Sama seperti kata pepatah asam di gunung, garam di laut, bertemu di belanga. Sesuatu yang telah ditakdirkan bersama walaupun dipisahkan sejauh mungkin, pada akhirnya akan tetap bersama," kata Ayah Pandu.
Indi menganggukkan kepalanya. Bersyukur karena Ayah dan Bundanya mendampingi dia. Inilah ikatan yang sebenarnya, sosok Ayah yang mencintai tanpa pamrih, sosok Ayah yang menasehati dengan bijaksana. Tidak pernah menjelek-jelekkan Satria dan keluarganya yang berdarah biru.
"Aku kalau boleh minta jodoh kayak Yayah aja deh," celetuk Irene dengan tiba-tiba.
"Weh, kenapa memangnya?" tanya Bunda Ervita sembari tersenyum menatap putri bungsunya itu.
"Yayah itu the best pokoknya. Cinta pertamaku," balas Irene.
Indi tersenyum. Di dalam hatinya dia mengakui bahwa Yayahnya juga cinta pertamanya, tapi Indi tidak mau mengatakannya. Sungkan dan malu, tapi hati tak bisa bohong. Yayahnya adalah idolanya dan berharap mendapatkan sosok pendamping hidup seperti Yayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
susi 2020
😔😔😔
2023-09-20
1
susi 2020
🙄🙄
2023-09-20
0
Riana
semoga bahagia🥺🥺🥺
2023-05-21
1