Sitha, adiknya Satria pun mengakui bahwa gadis yang disukai oleh Kakaknya itu begitu ayu. Kulitnya kuning langsat, rambutnya yang terurai panjang, gadis itu juga begitu santun mengenakan Dress Batik. Cara dia menyapa pun begitu halus.
"Oh, ini temannya Satria," kata Bu Galuh.
Di mata Bu Galuh pun, Indira sangat ayu. Tanpa make up berlebihan di wajannya, Indi sudah begitu cantik. Hingga akhirnya, Rama Bima memperhatikan Indi. Jika hanya melihat parasnya saja, agaknya semua yang ada di sana setuju bahwa Indi begitu ayu. Namun, kriteria memilih calon pendamping untuk Satria, bukan hanya dilihat dari kecantikan parasnya saja.
Sang Rama memiliki berbagai kriteria lainnya. Setidaknya dari 100% syarat yang dia miliki, 80% di antaranya harus terpenuhi. Namun, sejauh ini Rama Bima merasa pilihan Satria mendekati baik, jika hanya mempertimbangkan keluarga Hadinata, dan si gadis yang memang ayu dan santun.
"Namanya siapa?" tanya Bu Galuh.
"Indira, Ibu ...."
"Namanya juga bagus yah, Indira," kata Bu Galuh.
Sekarang agaknya Rama Bima ingin berbicara antara orang tua terlebih dahulu. Sehingga, Rama Bima berbicara sejenak kepada Ayah Pandu dan Bunda Ervita.
"Begini, Bapak Pandu ... apakah bisa kita berbicara, rembugan tua (berdiskusi layaknya orang tua - dalam bahasa Indonesia) terlebih dahulu?" tanyanya.
"Tentu ... tentu saja bisa, Pak," jawab Ayah Pandu.
Akhirnya, dua pasang orang tua berbicara bersama tentu dengan pembicaraan yang lebih serius. Sementara Sitha memilih untuk melihat area taman yang ada di samping rumah. Di sana juga Satria dan Indi duduk bersama di kursi kayu yang sengaja di buat di taman kecil itu, lengkap dengan air mancur buatan yang dibuat sendiri oleh Ayah Pandu.
"Kok tiba-tiba mengajak Rama dan Ibu ke sini, Mas?" tanya Indira.
Satria merespons dengan menganggukkan kepalanya. Pemuda itu tersenyum kepada Indi. "Katanya, kalau mau serius meminang kamu, cukup datang ke rumah dan meminta baik-baik kepada Ayah Pandu. Nah, sekarang aku datang dan membawa orang tuaku dulu."
"Secepat ini?" tanya Indi lagi.
"Tidak terlalu cepat, kita sudah saling suka juga sudah tiga tahun lamanya kan? Sudah waktunya juga, Dik," balas Satria.
"Lalu, kira-kira apa yang orang tua kita bicarakan ya Mas?" tanya Indi.
"Entahlah, Mas juga tidak tahu. Mungkin saja membicarakan kelanjutan hubungan kita berdua. Ke arah yang lebih serius. Namun, Mas sih sudah jujur dengan Rama dan Ibu kalau Mas sukanya sama kamu," jawab Satria.
Walau Ramanya berkata bahwa sudah ada gadis lain yang ingin Rama jodohkan dengan Satria, tetapi Satria sudah berbicara jujur bahwa dia mencintai Indi. Yang dia cintai hanya Indi. Dia berusaha, dan semoga saja nanti ke depannya juga baik adanya.
"Duh, aku jadi takut ... yang datang bukan dari keluarga biasa, tapi keluarga Ningrat," balas Indi.
"Tidak perlu takut, presiden kita saja, menantunya juga dari kalangan biasa. Bukan dari darah biru atau Ningrat. Santai saja, Dik ... keluarganya tidak seberkuasa Mr. President," balas Satria.
Indi menganggukkan kepalanya. Dia kemudian berpikir juga, yang Satria sampaikan memang realita. Namun, apakah kisah cinta yang menerabas kasta dan strata apakah berlaku juga untuk dirinya?
Di satu sisi, di pendopo sana selain saling kenalan dan silaturahmi, tentu ada hal yang lain yang dibicarakan keluarga Bima Negara dengan keluarga Hadinata.
"Nah, jadi begini Pak Pandu ... belum lama ini, Satria berbicara bahwa sudah ada gadis yang dia sukai. Gadis yang tinggal di Jogjakarta. Satria juga mengatakan sudah mengenal sejak di Makrab Kampus mereka dulu. Oleh karena itu, merespons cerita dari Satria ... kami datang untuk berkenalan dan bersilaturahmi terlebih dahulu," kata Rama Bima dengan santun.
"Terima kasih Pak Bima, sudah datang jauh-jauh dari Solo. Kalau kenal lama benar adanya, Pak ... hanya saja, sebagai orang tua saya juga menyambut baik kedatang Pak Bima dan keluarga di sini," balas Pandu.
"Kalau di keluarga kami, sebenarnya tidak menganut pacaran, Pak Pandu. Namun, bagaimana lagi keadaan sudah berubah yah. Ingin mempertahankan pakem di zaman dulu rasanya juga susah. Selain itu, Satria berkata kalau ingin meminang Indira, memang diminta datang dan meminta baik-baik kepada Pak Pandu dan Ibu. Jadi, bagaimana Pak Pandu ... apakah sebaiknya Satria kita tunangkan dulu, sembari mengurus pernikahan. Kalau menurut hemat saya, tidak usah berpacaran. Justru menambah dosa, Pak," balas Rama Bima lagi.
Tampak Ayah Pandu dan Bunda Ervita menganggukkan kepalanya. Sejujurnya mereka juga tidak menganut pacaran. Kalau memang serius, dan sudah ada cinta di hati, lebih baik langsung akad saja. Terlebih Ervita, yang memiliki masa lalu terkait dengan pacaran, rasanya dia juga membimbing kedua putrinya, mengajarinya dengan baik-baik, jangan sampai melakukan dosa yang sama seperti dirinya dulu.
"Monggo saja, Pak ... baiknya bagaimana. Yang pasti, kami selalu mendukung. Untuk Satria dan Indi juga," balas Ayah Pandu.
"Sedikit perkenalan dari kami ya Pak Pandu dan Ibu. Keluarga kami masih mengusung budaya dan pakem Jawa yang sangat kental. Untuk pertunangan nanti, kami cari hari yang baik dan hitungannya yang baik ya, Pak Pandu," balas Rama Bima.
Sebenarnya itu bukan hal yang asing juga untuk Keluarga Hadinata. Memang mayoritas orang Jawa juga masih menghitung hari baik dan mencari hari yang paling tepat. Bisa dimaklumi. Sebab, bagaimana pun orang hidup dengan menjunjung tradisi yang mereka miliki.
"Tidak apa-apa Pak Bima. Monggo, saya serahkan saja. Kalau kami sendiri ya merasa semua hari baik, Pak," balas Ayah Pandu.
"Maaf yah Pak Pandu. Sudah menjadi tradisi dari Eyang-Eyang Buyut dulu," balas Rama Bima.
"Jadi bagaimana, Pak? Nanti kita menunggu masa tunangan dulu?" tanya Pandu.
"Benar. Setelahnya mengurus pendaftaran nikah saja. Kalau saya pribadi, ya keluarga Hadinata ini sudah terkenal baik. Indi pun juga Desainer Interior, tidak ada masalah," balas Rama Bima.
"Putrinya juga sangat cantik, Bu," sahut Bu Galuh yang sejak tadi diam. Kali ini, Bu Galuh turut bersuara.
"Terima kasih, Bu ...."
Temani dengan secangkir teh dan beberapa camilan khas Jogjakarta, akhirnya pembicaraan antara orang tua melebur, dan seakan tidak mengalami kendala berarti. Menggeser sejenak di taman, Satria melirik Indi yang duduk di sampingnya.
"Kok kamu ayu tow, Dik," katanya perlahan dengan lirih.
Walau lirih dan suara itu mengalun diiringi dengan gemerisik angin malam, tetapi Indi bisa mendengarkannya. Gadis itu tersenyum dan menundukkan wajahnya perlahan.
"Apa sih, Mas," balasnya.
Satria menghela napas dan melirik Indi lagi. "Hmm, kapan bisa meminang Cah ayu ini. Aku boyong ke Solo nanti," balas Satria.
"Aku maunya masih tinggal saja Yayah," balas Indi dengan tertawa sedikit.
"Saingannya berat nih, Yayah kamu saja masih muda begitu, cakep dan kelihatan bijaksana gitu. Aku tidak ada apa-apanya," balas Satria.
Indi pun menganggukkan kepalanya. "Ya, begitu. Yayahku seakan tak menua. Bertambah usia, justru semakin tampan. Bundaku pun mengakuinya," balas Pandu.
"Ayahnya cakep, Bundanya cantik ... pantas saja putrinya ya Ayu," balas Satria.
Untuk hari ini, pertemuan dua keluarga beda kasta itu tidak berlangsung lama. Namun, ada kesepakatan yang terjalin. Keduanya akan segera ditunangkan. Menunggu hari dan hitungan yang baik, keluarga Bima Negara akan datang kembali ke Jogjakarta dan untuk menunangkan Satria dengan Indira.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Riana
kepoooo dg asal usul indi🧐🧐
2023-05-20
3
Dinarkasih1205
anak pak firhan dan bu ervita ayu
2023-05-06
0
꧁♥𝑨𝒇𝒚𝒂~𝑻𝒂𝒏™✯꧂
setelah ketahuan asal usul Indi oleh keluarga Satria pasti semua berantakan.. tak sanggup rasanya melihat Indi kecewa dan patah hati.... jika tdk bersama Satria adakah masih ada pria yg bener2 jujur dan ikhlas utk mempersuntingkan Indi...semoga baik2 aja hubungan Indi dgn Satria..
2023-05-05
4