Muram, itulah wajah Satria sekarang. Dia begitu kesal dengan dirinya sendiri dan dengan keadaan yang seolah membelenggunya. Sekadar ingin meminang gadis pujaan hatinya saja rasanya begitu susah.
Murungnya Satria terlihat oleh Ibunya yaitu Bu Galuh. Pemuda itu duduk di serambi rumahnya, wajahnya menengadah ke pekatnya malam. Jika boleh berbicara jujur, kisah cintanya sekarang benar-benar sepekat malam, tidak ada hamparan bintang di sana.
Hingga Bu Galuh mendatangi Satria. Sang Ibu menepuk bahu putranya itu. "Kenapa, Sat ... galau?" tanya Bu Galuh.
Senyuman samar tercetak di wajah Satria. Bukan hanya galau, hatinya juga gelisah dan merana. Benar yang Indi katakan sebelumnya bahwa jalan cintanya memang terjal dan berliku. Namun, Satria masih enggan untuk menyerah. Dia ingin berjuang, berjuang, dan terus berjuang.
"Kenapa Ibu?" tanya Satria.
"Ibu memperhatikan kamu dari jauh. Sukar yah, Sat?" tanya Bu Galuh.
"Sangat sukar, Bu. Akan tetapi, terlalu dini untuk menyerah. Satria masih akan berjuang. Kalau memang ini jalan cintanya Satria, ya Satria akan menjalaninya dengan teguh dan tidak akan gentar," balas Satria.
Bu Galuh kemudian tersenyum, tangannya bergerak memberi pijatan di bahu putranya itu.
"Putranya Ibu ini benar-benar sudah dewasa yah. Masih bisa Ibu ingat sewaktu kamu masih kecil, kamu selalu menangis jika dipaksa harus mengikuti kemauan Rama. Sekarang, kamu sudah bisa berjuang. Sudah bisa menentukan apa yang baik untuk dirimu sendiri. Menjadi dewasa memang prosesnya tidak enak, Sat. Banyak rasa sakit yang harus kita lakukan. Sama seperti seorang bayi yang belajar bersama, dia terjatuh, tertatih, tak jarang luka, tapi ketika si bayi bisa berjalan terlihat jelas bahwa si bayi sangat bahagia untuk pencapaiannya. Jadi, bagaimana ... kamu mau melewati rasa sakit itu?" tanya Bu Galuh.
"Ya, Satria mau. Jika, hasilnya berbuah manis dan Satria akan mendapatkan Indi. Satria akan melakukan semuanya," balas Satria.
"Ibu sih merestui kamu dan Indi, Sat. Ibu percaya Indi itu baik. Ibu sudah merestui kamu, dan kamu berjuanglah mendapatkan restu Ramamu yah," kata Bu Galuh.
Satria menganggukkan kepalanya, sembari terdiam. Cara apa lagi yang harus dia lakukan untuk bisa memenangkan hati Ramanya. Tidak mungkin akan terus-menerus beradu mulut dan akhirnya berbuah tamparan seperti hari ini.
"Bagaimana caranya, Ibu?" tanya Satria.
"Kalau cara manusia serasa buntu. Tengadahkan kedua tanganmu dan kakimu bersujudlah, Sat. Mintalah kepada Sang Khalik. Kita datang kepadanya dengan kerendahan hati, dengan berserah penuh, maka kita tidak akan kembali dengan tangan kosong. Dia yang bisa melunakkan dan melembutkan hati seseorang yang adalah ciptaan-Nya. Bukankah Pencipta lebih berkuasa daripada ciptaan?"
Nasihat yang sangat indah dari Bu Galuh. Bukan semata-mata mengandalkan akal dan kekuatan sendiri. Akan tetapi, mencari jalan untuk dekat kepada Allah dengan bersujud dan menangkupkan kedua tangan.
"Sholat yah, Bu?" tanya Satria.
"Iya, itulah kekuatan kita. Itulah yang Ibu terus lakukan. Kekuatan doa yang membuat Ibu bertahan di sisi Rama kamu yang keras. Kalau bukan Tuhan yang memberikan kekuatan siapa lagi, Sat?"
Begitu baiknya sosok Bu Galuh. Seorang Ibu yang mengajak anaknya untuk mendekat kepada yang maha kuasa. Kepada Zat Maha Dahsyat yaitu Allah. Ketika semua jalan yang ditempuh manusia buntu, jangan lupakan untuk bersujud kepada Allah. Setiap hamba-Nya yang datang tidak akan pernah kembali dengan sia-sia.
"Makasih, Ibu. Makasih juga untuk restunya. Satria akan memperjuangkan cinta Satria. Perasaan ini aneh, Bu. Namun, Satria untuk kali pertama ingin berjuang setidaknya untuk diri Satria sendiri," balasnya.
Ya, semula seluruh aturan dan ketetapan Rama, Satria tidak pernah membantah. Pemuda itu menjalani semuanya dengan terbuka. Walau berat, tapi Satria menjalankan semuanya. Sementara, sekarang dengan perasaan cintanya, Satria ingin berjuang. Untuk kali pertama pemuda itu berkeinginan mendapatkan apa yang dia mau.
"Lakukanlah apa yang diinginkan hatimu, Sat," balas Bu Galuh.
"Ibu, kenapa dulu Ibu mau dijodohkan dengan Rama? Apa tidak menolak?" tanya Satria.
"Zaman dulu, Satria ... apa yang dititahkan orang tua, itu yang harus diterima anak. Lagipula, Eyang kamu bangga ketika putrinya dipinang putra ningrat berdarah biru," balas Bu Galuh dengan tersenyum samar.
"Kenapa Ibu bisa bertahan 27 tahun lamanya?" tanya Satria.
"Cinta itu pengabdian, Satria. Penundukan diri. Istri jika tidak tunduk kepada suaminya sebagai Imam dalam keluarga, akan tunduk kepada siapa lagi?"
Sekarang, Satria terdiam. Namun, dalam diamnya Satria juga berpikir bahwa Cinta memang Penundukan diri, tapi cinta juga menerima dan membuka hati. Tidak hanya sekadar menjalani tradisi, menjalani rutinitas, hingga arti cinta yang sesungguhnya itu memudar.
"Makanya, Ibu mendukung kamu menikah karena cinta. Sedikit saja bersabar," balas Bu Galuh.
"Iya, Ibu. Satria juga tidak tahu, kenal Indira sampai akhirnya jatuh hati kepada gadis ayu itu. Lagipula, Indi sangat baik, Bu. Kadang dia memberikan saran kepada Satria. Padahal secara usia, lebih tua Satria, tapi dalam berbagai hal Indi justru dewasa," balas Satria.
"Walau nanti menikah yang menjadi walinya wali hakim gak apa-apa ya, Sat?" tanya Ibunya.
"Insyaallah, tidak apa-apa, Bu. Yang penting ada walinya dan pastinya pernikahan kami akan selalu sakinah, mawwaddah, dan warahmah. Sama sekali tidak masalah," balas Satria.
"Kiranya Allah dengarkan keinginan hatimu ya, Sat. Ibu selalu mendukung," balas Bu Galuh.
Satria menganggukkan kepalanya, setelah itu dia melirik Ibunya dan tersenyum. "Ibu, kalau Satria nikah siri dulu bagaimana?" tanya Satria tiba-tiba.
"Astagfirullah, Sat ... jangan sabar dulu. Di iman kita dibenarkan nikah secara siri, tapi lebih tenang jika menikah sah di mata Tuhan dan hukum sipil. Kalau menikah siri, anak kalian nanti tidak bisa didaftarkan karena orang tuanya tidak memiliki dokumen pernikahan. Kamu sudah ngebet nikah?" tanya Bu Galuh.
"Satria hanya bercanda kok, Ibu. Tidak mungkin juga Satria melakukannya. Benar yang Ibu sampaikan, merugikan wanita. Satria ingin meminang Indi secara sah di mata hukum dan agama."
Bu Galuh tersenyum, untunglah putranya itu hanya sekadar bercanda. Jika Satria benar-benar melakukannya pastilah Bu Galuh akan menjewer telinga putranya itu.
"Semoga berhasil ya, Sat ... Ibu selalu mendoakan kamu."
"Amin, dengan doa Ibu, pastilah nanti Allah akan permudah. Tidak ada yang lebih besar selain doa ibu untuk anaknya. Apalagi anaknya baru galau ya, Bu," canda Satria lagi.
"Kamu bisa saja, Sat ... Masih bisa bercanda padahal kepalamu sendiri sedang penuh," balas Bu Galuh.
"Untunglah ada Ibu yang menasihati Satria. Terima kasih ya, Ibu. Satria jadi semakin, Satria tahu bahwa dalam perjuangan ini Satria tidak sendiri, melainkan didukung oleh orang-orang baik. Insyaallah, semuanya akan baik adanya," balas Satria.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Windy Veriyanti
Ibu Galuh is the best 👍
2024-07-28
1
Hana Nisa Nisa
kerennn
2024-03-16
1
susi 2020
🥰😍
2023-09-21
1