Sejauh ini agaknya keluarga Bima Negara bisa menerima Indira yang notabene dari keluarga Hadinata yang terkenal baik dan pengusaha Batik yang sudah merambah pasar Mancanegara. Selain itu, sosok Indira sendiri juga sangat sopan, parasnya juga ayu. Tentu membuat Rama Bima setidaknya tidak begitu keberatan.
Selain itu, Rama Bima juga sudah mengakui dengan jujur bahwa dia dan keluarga masih melestarikan tradisi berupa Pakem (aturan dalam Jawa yang masih dilakukan sampai kini. Aturan itu bisa tertulis, bisa juga tidak tertulis) kepada Ayah Pandu. Di satu sisi, keluarga Ayah Pandu juga tidak keberatan, walau Ayah Pandu sendiri mengatakan bahwa semua hari itu baik adanya.
Sementara itu, beberapa hari setelahnya Rama Bima berusaha diskusi dengan orang tuanya terkait hari yang baik untuk pertunangan Satria dan Indira nanti. Dalam menentukan hari baik sendiri, keluarga mereka yang masih berdarah biru menggunakan Primbon Jawa. Bagi beberapa kalangan di Solo maupun Jogja, masih banyak yang menggunakan Primbon Jawa sebagai pedoman. Ya, Primbon Jawa adalah pedoman untuk menjalankan hidup, di dalamnya ada ramalan juga yang dipercaya akan terbukti pada suatu hari nanti. Melalui suatu hitungan, seseorang bisa mengetahui hari baik menurut Primbon Jawa yang cocok untuk mengadakan suatu ritual atau kegiatan.
"Jadi, gimana Bima ... sudah bertemu dengan gadis yang disukai Satria?" tanya Rama Sastra Negara.
"Sudah Rama. Kami sudah datang ke Jogjakarta. Memang gadisnya santun dan cantik. Keluarganya juga baik. Sejauh ini, Bima setuju untuk menunangkan keduanya terlebih dahulu. Sembari nanti mencari hari baik dan juga mengurus administrasi pernikahan, Rama," balas Rama Bima.
"Ya sudah, kalau itu menurutmu. Sudah dapat hari baik untuk pertunangan?" tanya Rama Sastra Negara.
"Belum, Rama," balasnya.
Eyang Sastra Negara yang berusia mendekati 70 tahun itu menganggukkan kepalanya. "Kalau untuk pertunangan, ya semua hari baik. Kecuali nanti kalau pernikahan harus dihitung Neptu (hitungan dari hari dan pasaran berdasarkan hari kelahiran)."
"Apa gak butuh hari baik?" tanya Rama Bima.
"Kalau untuk pertunangan, cari hari yang hitungannya 12 seperti Senin Kliwon, Rabu Legi, Kamis Wage, dan Minggu Pahing."
Mendengar penjelasan dari ayahanda. Rama Bima pun memutuskan mungkin dia akan mengambil hari dengan hitungan 12 itu. Tujuannya untuk kebaikan Satria dan Indira tentunya.
"Minggu Pahing saja, Rama," jawabnya.
Setelah mendengar apa yang disampaikan oleh Ramanya, maka Rama Bima akan menyiapkan pertunangan nanti. Selain itu, dia meminta Satria menyampaikan kepada keluarga Hadinata bahwa mereka akan kembali ke Jogja hari Minggu nanti.
...🍀🍀🍀...
Hari Minggu pun tiba ....
Sekarang keluarga besar Hadinata berkumpul. Ada Eyang Hadinata juga yang akan turut menyaksikan pertunangan cucunya dengan keluarga Negara dari Solo. Tentu saja, keluarga Hadinata sangat senang. Sebab, Indi akhirnya akan dipinang oleh pria yang keluar baik-baik, selain itu juga keluarga dari pihak pria juga kelihatan adalah keluarga yang baik.
"Cucunya Eyang, akhirnya nanti sudah ada yang akan meminang yah. Eyang bahagia sekali," kata Eyang Tari yang terharu melihat Indi akhirnya akan bertunangan hari ini.
Sementara Indi sendiri sudah mengenakan kebaya dengan warna hijau layak jajanan Putu Ayu yang lembut, sementara di bawahnya tentulah dipadukan dengan kain batik yang dibuat langsung oleh Eyangnya yaitu Eyang Hadinata.
"Makasih nggih, Eyang," balas Indi.
"Kamu cantik, baik, dan selama ini selalu menjadi anak yang membanggakan orang tua. Eyang doakan, kamu bahagia dengan pria pilihanmu nanti yah," kata Eyang Kakung Hadinata.
"Amin. Doakan nggih Eyang," balasnya.
Menjelang sore hari, keluarga Negara dari Solo tiba di Jogjakarta. Sama seperti biasa, mereka hadir dengan mengenakan batik sarimbitan. Hanya kemeja milik Satria yang semotif dengan kain batik milik Indi.
"Permisi, Assalamualaikum," sapa Rama Bima begitu memasuki rumah keluarga Hadinata.
"Waalaikumsalam," balas Ayah Pandu dan Bunda Ervita.
Keluarga Hadinata menerima dengan hangat keluarga Negara dari Solo. Para tamu dipersilakan duduk, dan juga sajian pun dihidangkan. Mengerti bahwa yang datang adalah keluarga terpandang dari Solo, maka Bunda Ervita membuat jajanan khas Solo seperti Sosis Solo, Bolu yang disajikan pun adalah Roti Orion khas Solo yang legendaris, serta untuk suguhan utama sudah dibuat Nasi Langgi.
Keluarga Hadinata menyiapkan semuanya dengan sangat matang. Tamu atau keluarga calon besan adalah raja, untuk itu mereka pun menjamu dengan sangat baik.
"Terima kasih sekali, Pak Pandu dan keluarga. Kami sudah diterima dengan baik. Sekarang, ke acara intinya. Bukan bermaksud bercepat-cepat, tapi tujuan kami datang ke sini untuk melangsungkan pertunangan antara putra Kami Satria dengan putri dari Bapak Pandu yaitu Indira," kata Rama Bima.
"Kami bawa Indi dulu," balas Bunda Ervita.
Oleh karena itu, Bunda Ervita menjemput Indi terlebih dahulu di dalam kamarnya. "Ayo, Mbak ... Satria sudah menunggu," kata Bunda Ervita.
"Kok Indi deg-degan yah, Nda. Dulu waktu Yayah datang dan hendak meminang Bunda, Bunda deg-degan enggak?" tanya Indi.
"Semua wanita akan merasakan hal yang sama, Mbak Didi. Nda juga gitu. Namun, Bunda bahagia, tidak ada yang lebih membahagiakan selain dipinang oleh pria yang mencintai kita dan mengarungi kehidupan rumah tangga dengan pasang dan surutnya. Kehidupan rumah tangga itu menumbuhkan cinta, percayalah," balas Bunda Ervita.
Indi pun menganggukkan kepalanya. Dia sangat tahu bahwa kehidupan rumah tangga Bunda dan Yayahnya selalu menumbuhkan cinta. Oleh karena itu, Indi tak ragu. Jika Satria benar-benar mencintainya, pasang dan surutnya kehidupan berumahtangga akan bisa mereka jalani bersama.
Sekarang, Bunda Ervita menggandeng Indi untuk keluar. Melihat Indira hadir mengenai Kebaya, Satria jujur saja begitu terpana. Gadis yang dia cintai itu sangat ayu. Selain itu, sanggulan di rambut Indi adalah asli dari rambutnya sendiri. Make up sangat tipis, tapi itulah kecantikan Indi. Tidak membutuhkan banyak polesan, Indi sudah begitu cantik.
"Seperti biasa, Mbak Indi selalu cantik," bisik Sitha kepada Masnya.
"Cantik yah," balas Satria singkat.
"Cantik banget, Mas. Ayu," balas Sitha.
"Nah, Indi sudah di sini. Apa bisa kita lakukan tukar cincin?" tanya Rama Bima lagi.
Pihak keluarga Hadinata merespons dengan menganggukkan kepalanya. Kemudian Indi dan Satria diminta sama-sama berdiri. Kemudian Bu Galuh berdiri dan menyerahkan cincin kepada Satria terlebih dahulu untuk disematkan di jari manis Indira.
"Dik, cincin ini bulat dan penuh, sama seperti cintaku kepadamu yang akan selalu utuh dan tak berkesudahan," kata Satria dengan lirih dan tenang.
Perlahan jari manis itu, dia sematkan di jari manis Indi. Jujur, Indi berusaha menahan tangis. Terharu ketika Satria, menyematkan cincin pertunangan di jari manisnya.
"Terima kasih, Mas Satria. Hal yang sama denganku," balas Indi.
Pertunangan itu mengikat, sama seperti cincin di jari manis keduanya yang sudah tersemat. Itu bukan sekadar tanda cinta, tapi juga bentuk kesepakatan dan restu dari dua keluarga. Ketika cincin pertunangan sudah melingkar, maka kedua keluarga juga akan berencana untuk memutuskan hari pernikahan juga.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
susi 2020
🥰😍🥰
2023-09-20
1
susi 2020
😘😘
2023-09-20
0
Ersa
Mereka yg acara lamaran, berasa aku yg di suguh makanannya🤭
2023-07-24
0