Selang sepekan berlalu, akhirnya barulah Rama Bima mengatakan kepada Satria untuk main ke Jogjakarta. Tujuannya adalah melihat terlebih dahulu, gadis yang disukai oleh Satria. Bagi Rama Bima sendiri, ini bukanlah hal yang mudah. Sebab, dia harus berdiskusi dengan Rama dan Biyungnya yang sekarang sudah sepuh (tua - dalam bahasa Indonesia).
"Rama dan Biyung (Ibu - dalam bahasa Indonesia, keluarga priyayi masih ada yang memanggil Ibunya Biyung), Satria itu berkata kalau dia menyukai seorang gadis. Tinggal di Jogjakarta, sebaiknya bagaimana yah? Padahal, Bima ingin menjodohkannya dengan anak juragan beras dari Delanggu," cerita Rama Bima kepada kedua orang tuanya.
"Lah kamu sudah tahu, siapa gadis yang disukai Satria itu?" tanyanya.
"Satria hanya cerita, gadis itu berprofesi sebagai Desainer Interior di kantor Ayahnya. Sementara, Eyangnya adalah juragan Batik Hadinata. Salah satu batik yang tersohor di Jogja sejak Keraton Mataram," balas Rama Bima.
Jika menilik dari trah Hadinata yang mengusahakan dan menjadi pengrajin batik secara terus-menerus, maka keluarga mereka cukup terpandang. Memang bukan dari kalangan darah biru, tapi nama Hadinata sudah dikenal baik dari seni kreasi batiknya. Selain itu, batik Hadinata sudah merambah pasar nasional dan internasional sehingga memang sudah moncer hingga ke mancanegara.
"Kalau melihat dari latar belakang keluarganya, agaknya dia dari keluarga baik-baik kan, Bim. Coba, kenalan dulu. Dilihat dulu, kalau memang bibit, bebet, dan bobotnya jelas ya sudah. Sekarang, mengharapkan jodoh dari kaum bangsawan juga susah," balas Eyang Kakung Sastra Negara.
Mendengar nasihat yang diberikan Ramanya, Rama Bima pun menganggukkan kepalanya. Benar, di hari seperti ini akan susah untuk mendapatkan jodoh dari sesama kaum berdarah biru. Kendati demikian, mereka tidak boleh menurunkan kriteria untuk menerima menantu yang nantinya akan tetap menjaga budaya dan juga usaha jamu keluarga yang sudah turun-temurun.
Setelah mendengar nasihat dari orang tuanya, barulah Rama Bima akan memberitahukan kepada Satria. Sekadar menyampaikan kabar bahwa mereka akan datang dan juga akan bersilaturahmi.
...🍀🍀🍀...
Sementara itu di Jogjakarta ....
Usai menerima telepon dari Satria, Indi menyampaikan kepada Ayah dan Bundanya bahwa ada keluarga temannya yang hendak datang ke rumah. Ervita, sebagai seorang Ibu tentu tahu bahwa putrinya itu sedang dekat dengan seseorang, tapi tidak menyangka ada keluarga dari Solo yang datang dan hendak bersilaturahmi.
"Yayah dan Nda ... keluarga dari temannya Indi dari Solo akan datang ke rumah kita," ucapnya dengan duduk di hadapan Ayah dan Bundanya.
"Teman atau teman, Mbak?" tanya Yayah Pandu.
"Teman kok, Yayah. Teman baik. Katanya hanya bersilaturahmi saja," balas Indi.
"Mau kapan?" tanya Bunda Ervita.
"Lusa, Nda. Jadi, boleh kan?" tanya Indi.
Di sana Bunda Ervita dan Yayah Pandu sama-sama menganggukkan kepalanya. "Ya, boleh tow yow ... kalau hanya bersilaturahmi juga dipersilakan," balas Bunda Ervita.
"Iya, silakan saja datang. Inilah keluarga kita, keluarga Hadinata. Semua yang datang ke rumah juga pasti akan kita terima dengan tangan terbuka," balas Ayah Pandu.
Usai menyampaikan kepada Ayah dan Bundanya, Indi memilih untuk kembali naik ke kamar. Jujur saja, Indi merasa deg-degan. Dulu, dia bercanda dengan Satria kalau serius silakan datang ke rumah dan juga meminta baik-baik kepada Ayahnya. Sekarang, rupanya Satria mengatakan bahwa orang tuanya akan ke Jogjakarta.
Sementara di bawah, Pandu berbicara kepada istrinya itu. "Dinda, dulu aku meminang Putri Solo. Siapa sangka sekarang seorang Putra Solo akan datang ke rumah kita," kata Pandu.
Walau sudah menikah berpuluh-puluh tahun. Pandu selalu memanggil istrinya itu dengan panggilan sayang, Dinda. Sementara Ervita terkadang masih memanggil suaminya dengan panggilan Mas, walau sekarang panggilan itu berubah juga menjadi Ayah atau Yayah, menyamakan dengan kedua putrinya yaitu Indi dan Irene.
"Kan baru silaturahmi, Yah. Ya, kita lihat dan terima dulu. Background keluarganya apa ya, Yah. Semoga saja bisa menerima Indi apa adanya," balas Ervita.
Jujur saja mereka belum tahu dengan latar belakang keluarga Satria yang datang dari Solo. Yang Bunda Ervita khawatirkan adalah keluarga dari pria bisa menerima Indi apa adanya. Tentu semuanya itu berkaitan dengan masa lalu dan asal-usul Indi.
...🍀🍀🍀...
Lusa Kemudian ....
Sekarang keluarga Pandu bersiap untuk menerima kedatangan keluarga dari Solo yang akan datang ke rumahnya. Pendopo di depan rumah sudah ditata sedemikian rupa, karena pikirnya menerima tamu di pendopo juga tidak menjadi masalah.
Tepat kurang lebih jam 17.00 sore, sebuah mobil Alphard berhenti di depan rumah mereka. Rupanya itu adalah tamu yang mereka tunggu. Dari mobil itu keluarlah pasangan Rama Bima dan Ibu Galuh yang sama-sama mengenakan batik sogan khas Solo yang didominasi warna cokelat. Ada Satria juga yang tampil rapi mengenakan batik, celana panjang hitam, bahkan mengenakan sepatu hitam juga. Lantas Sitha, adiknya Satria juga turut hadir.
"Kulo Nuwun, assalamualaikum," ucap Rama Bima yang mengatakan permisi dalam bahasa Jawa.
"Mangga pinarak (mari silakan masuk - dalam bahasa Indonesia)," balas Ayah Pandu.
Akhirnya Ayah Pandu dan Bunda Ervita bersalaman. Awalnya juga kikuk, karena sebelumnya mereka tidak pernah bertemu. Di pendopo itu juga Rama Bima dan Ibu Galuh memperhatikan rumah keluarga Hadinata yang asri dan terkesan sangat Jawa.
"Perkenalkan, kami adalah keluarga Bima Negara dari Surakarta. Tujuan kami datang ke Jogjakarta adalah untuk. bersilaturahmi dengan keluarga Hadinata. Jadi, putra kami ini Satria, temannya putrinya Bapak yaitu Indira," ucap Rama Bima.
"Benar begitu, biar kami panggilkan Indira juga," balas Ayah Pandu.
Akhirnya Bunda Ervita yang masuk ke dalam rumah dan memanggil putrinya itu. Terlihat Indira yang terlihat gugup. Hingga sang Bunda menepuki bahu putrinya.
"Sudah, dihadapi saja kan baru kenalan," balas Bundanya.
"Indi sudah tapi belum ya, Nda? Malu kalau sampai tidak rapi," balasnya.
Kala itu, Indi mengenakan dress batik dan rambutnya yang terurai rambut ditata sendiri. Kendati begitu, masih terlihat uraian rambutnya yang panjang. Wajah Indi pun natural, kecantikan khas orang Jawa. Tanpa banyak make up pun, Indi sudah ayu.
"Rapi kok, udah yuk," ajak Bunda Ervita.
Sampai akhirnya Indi dan Bundanya sudah berada di Pendopo. Rama Bima dan Ibu Galuh kali pertama melihat Indi juga mengakui bahwa Indi adalah sosok yang cantik. Pilihan putranya itu, jika hanya sekadar melihat parasnya memang ayu.
"Ayu tenan, Mas," bisik Sitha kepada Kakaknya. Di mata Sitha pun, Indira atau calon kakak iparnya itu begitu cantik.
"Pilihannya Mas," balas Satria yang juga berbisik-bisik.
"Sugeng sonten Bapak dan Ibu," sapa Indi dengan memberikan salam kepada Rama Bima dan Ibu Galuh.
"Oh, ini ... temannya Satria," balas Bu Galuh.
Jika memang menilik keluarga, pendidikan, pekerjaan, dan paras Indi rasanya memang sepadan dengan Satria yang seorang putra Ningrat dan berdarah biru. Ke depannya, apakah mungkin keluarga ningrat itu bisa menerima Indi?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
himawatidewi satyawira
situ darah biru..ini darah seni..om rhoma darah muda
2023-11-15
1
himawatidewi satyawira
untng othor ndak salah ngetik bkn rama dan hyung🤣🤣
2023-11-15
1
himawatidewi satyawira
jd inget sandiwara radio saurr sepuh
2023-11-15
1