"Mohon maaf, ada yang ingin Satria sampaikan," kata Satria sekarang.
Satria mungkin melangkahi Ramanya. Namun, kali ini Satria hanya berusaha untuk mengatakan isi hatinya saja. Toh, Satria merasa bukan anak kecil lagi, dia ingin melakukan apa yang dimaui hatinya, bukan apa yang dimaui Ramanya.
Sekarang, atensi seluruh orang pun tertuju kepada Satria, tapi tidak dengan Indi. Gadis itu terlanjur patah hati. Bukan hanya pertunangannya yang batal, tapi juga dengan kenyataan pahit siapa ayah kandungnya yang sebenarnya.
"Bagi Satria ... cinta dan perasaan hati Satria bukan berdasarkan pada strata dan kasta. Walau memiliki garis keturunan bangsawan, darah Satria sendiri tetap merah warnanya. Selain itu, mencintai Indira dan ingin mempersuntingnya sepenuhnya adalah keinginan hati Satria," kata Satria sekarang.
Ada dua kubu yang merespons keberanian Satria ini. Ayah Pandu dan Bunda Ervita salut dengan Satria yang berani mengatakan demikian. Di dalam hatinya memang Bunda Ervita sendiri berharap ada sosok pria yang mau menerima Indi apa adanya. Kisah kelam masa lalu, nyatanya tetap terasa risikonya sampai sekarang.
"Ayah memandang dan menilai baik maksud hatimu, Satria. Akan tetapi, dalam budaya kita pernikahan bukan hanya perkara dua individu yaitu kamu dan Indi. Namun, pernikahan juga menyatukan dua keluarga. Tidak apa-apa, Sat. Nanti suatu hari nanti kalau kalau memang berjodoh, pasti ada saja cara semesta untuk menyatukan kalian berdua," kata Ayah Pandu.
"Ayah, tapi bagaimana dengan perasaan kami? Apakah iya, semua ini berakhir pastilah cinta di dalam hati Satria masih meluap-luap," katanya.
Satria berbicara dengan jujur. Dia mengatakan perasaannya. Sakit ketika rasa cinta di dalam hati diminta berakhir begitu saja. Laksana perahu yang masih berlayar di lautan, tapi perahu itu dipaksa menepi ke dermaga lagi. Perjalanan ke tempat tujuan belum usai, tapi perahu itu harus bersandar dan mungkin saja justru karam.
"Mohon, Rama. Tidak cukupkah cinta dan perasaan kami yang kuat sebagai bekal utama membina rumah tangga?" tanya Satria.
"Tidak bisa, Sat. Kalau kamu menikah, siapa walinya? Pak Pandu?"
Rama Bima lantas menggelengkan kepalanya. "Tidak, tidak akan bisa, Satria. Pak Pandu bukan muadzinnya. Indi bukan nasabnya. Ayah kandungnya? Ck, kamu tahu di mana dia? Walau Ayah kandungnya masih hidup, sang ayah kandung pun tidak bisa menjadi wali nikahnya."
Ucapan Rama Bima terdengar menyakiti hati dan perasaan, tapi itulah faktanya. Seorang gadis tanpa nasab seperti Indira tidak akan bisa dinikahkan oleh Ayah Pandu, yang notabene hanya Ayah sambung. Semua itu karena Ayah Pandu bukan muadzinnya. Lantas, jika menemukan Ayah kandungnya? Hal itu juga tidak bisa diterima karena, anak yang lahir tanpa nasab, tidak bisa diwalikan juga oleh ayahnya.
"Bisa dengan memakai wali hakim, Rama."
Satri kembali menjawab. Sejak semalam, Satria mencari tahu bagaimanakah seorang gadis seperti Indi akan menikah? Jika Ayah Pandu bukan muadzinnya, lantas siapa yang bisa menikahkannya? Ya, jawabannya adalah wali hakim.
Terkait dengan anak di luar nikah, karena tidak memiliki hubungan nasab, maka ayah biologis dari anak tersebut tidak bisa menjadi wali nikah untuk anak biologisnya. Sehingga, wali dari anak di luar nikah beralih kepada wali hakim. Hal ini disandarkan pada hadits berikut:
"Sultan (hakim) adalah wali bagi orang yang tidak mempunyai wali." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Wali hakim yang dimaksud dapat diwakilkan oleh Kepala Kantor Urusan Agama ataupun penghulu dan petugas pencatat nikah. Dengan demikian, wali anak di luar nikah apabila dia perempuan dan akan menikah, dapat diwakili dengan wali hakim.
"Itu menjadi cela untuk keluarga kita," balas Rama Bima lagi.
"Cela apa, Rama? Akad dilangsungkan tertutup pun tidak ada salahnya," balas Satria.
"Sudah Nak Satria, inilah jalan cinta kalian berdua. Ada kalanya jalan cinta memang terjal dan berliku. Ada kalanya cinta seolah membentur dinding atau berada di ujung jalan. Tidak apa-apa. Kami keluarga Hadinata bisa menerimanya," kata Ayah Pandu menengahi.
"Satria tidak bisa menerimanya, Ayah. Satria begitu ... mencintai ... Indi. Cinta bisa memaklumi masa lalu, Ayah. Itu yang Satria lakukan," balas Satria.
"Turuti orang tuamu, Nak Satria. Usahakanlah dengan baik. Kalau jodoh, percayalah ada saja cara semesta untuk membuat kalian bersama," balas Ayah Pandu.
"Dik Indira, kamu boleh menganggap pertunangan kita batal. Namun, bagiku tidak. Aku akan berusaha, dan aku akan kembali datang ke sini membawa kedua orang tuaku yang hatinya lebih lapang. Aku buktikan dalam peperangan antara cinta dan strata, cintaku yang akan menang," kata Satria.
Usai itu seluruh keluarga Negara berpamitan. Sampai keluarga Negara pamit pun, keluarga Hadinata tetap menanggapi dengan baik. Tidak berlaku kurang sopan hanya karena tindakan keluarga Negara yang membatalkan pertunangan.
Indi yang masih duduk di pendopo, perlahan berdiri. Tatapan gadis itu masih kosong. Lantas, Indi berlari menuju ke kamarnya. Ya, dia berlari dengan dada yang teramat sesak. Sembari berlari, air matanya tidak bisa lagi dia tahan. Buliran bening berjatuhan, Indi laksana gelas-gelas yang pecah dan berserakan.
"Mbak Indi ... tunggu Bunda, Mbak," kata Ervita.
Ketika Ervita ingin mengejar Indi, Ayah Pandu menahan istrinya itu. Pria itu menggelengkan kepalanya perlahan.
"Biarkan Indi dulu ... tidak mudah baginya menerima semua ini. Biarkan Indi mengurai dulu semuanya," kata Ayah Pandu.
"Aku harus menjelaskan semuanya. Semua ini salahku, Mas. Dosaku di masa lalu, bukan salahnya Indi," balas Bunda Ervita dengan berurai air mata.
"Percayalah, Nda. Manusia akan belajar dari setiap peristiwa yang terjadi. Dari sana, mereka juga akan didewasakan. Beri Indi waktu dulu, nanti aku akan mendatangi dia," balas Ayah Pandu.
Seluruh air mata Bunda Ervita jatuh. Hah, pedih rasanya hati. Sesak rasanya dada. Semua adalah masa lalunya, dosanya yang hamil di luar nikah. Petaka tidak hanya terjadi 24 tahun lalu di mana dia diusir orang tuanya dari rumah, tidak mendapat pertanggungjawaban dari pria yang melakukan semua ini, dan hidup dalam keterasingan di Jogjakarta. Petaka kembali terjadi sekarang ketika asal-usul Indi dipertanyakan, ketika dia diragukan oleh pihak keluarga pria yang mencintainya. Semua ini adalah petaka.
Sakit yang dulu dirasakan Bunda Ervita kembali hadir, bahkan kali ini lebih perih. Dulu, cukup dia saja yang kesakitan. Namun, sekarang Indi yang sudah besar, turut merasakan sakitnya.
"Maafkan Bunda, Mbak Didi ... maafkan Bunda."
"Sudah, Bunda. Sabar, terus sebut nama Allah. Mungkin inilah waktunya untuk mengungkapkan yang sebenarnya kepada Indi. Sudah saatnya dia tahu siapa Ayah kandungnya. Nanti kalau Indi sudah membaik, kita datangi dan minta maaf kepada Indi. Semua dalam kedaulatan Allah, jangan menyalahkan diri sendiri," kata Ayah Pandu dengan memeluk istrinya dengan begitu erat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Hana Nisa Nisa
😔😔😔😔
2024-03-16
1
susi 2020
🥰🥰🥰
2023-09-20
1
susi 2020
😍😍
2023-09-20
0