Hari sudah berganti hari, tapi senyuman seolah sirna dari wajah Indi. Beberapa hari, gadis itu irit bicara. Ada kantung mata juga. Semua itu karena tiga hari belakangan Indi muram, dan tidak bisa tidur. Jika perpisahan dengan Satria tidak begitu menyakiti hatinya. Namun, yang lebih sakit ketika mengetahui bahwa Yayah Pandu bukan ayah kandungnya.
Sekarang, Bunda Ervita dan Yayah Pandu sama-sama datang ke kamar Indi. Tidak akan mungkin orang tua membiarkan anaknya terus-menerus dalam kesedihan. Beberapa hari yang lalu, Ayah Pandu mengatakan supaya memberikan waktu untuk Indi sendiri terlebih dahulu. Sekarang, waktunya mereka berdua akan menjelaskan semuanya kepada Indi. Saatnya untuk berkata jujur kepada Indi.
"Mbak Didi, bolehkah Yayah dan Bunda masuk?" tanya Bunda Ervita.
"Iya." Terdengar sahutan dari dalam kamar Indi. Hingga akhirnya, Pandu dan Ervita sama-sama masuk ke dalam kamar Indi.
"Ada apa?" tanya Indi.
Lantas Ayah Pandu mengajak duduk sejenak putri sulungnya itu di sofa yang ada di kamarnya.
"Duduk sini dulu, Mbak ... sudah tiga hari Yayah tidak melihat putri kecilnya ini," kata Ayah Pandu.
Begitulah Yayah Pandu, walau putrinya sudah dewasa, tapi di matanya baik Indi dan Irene masih sama, selalu jadi putri kecilnya. Ayah Pandu mengatakan yang sebenarnya bahwa dia sudah tiga hari seperti kehilangan putri kecilnya itu.
Sementara Indi sendiri, berusaha mati-matian menahan air matanya. Rasanya, bukan hanya sang ayah yang kehilangan putri kecilnya, tapi Indi juga sangat rindu dengan Ayahnya.
"Indi, maafkan Bunda. Kamu pasti bertanya-tanya bukan perihal akta kelahiran kamu? Ada yang membuatmu sedih dan marah, Mbak?" tanya Bunda Ervita.
Di satu sisi Indi hanya diam. Tidak memberi jawaban. Walau sebenarnya, dia juga ingin tahu apa sebenarnya terjadi tentang dirinya.
"Yang tercatat di akta kelahiranmu itu memang hal yang sebenarnya, Mbak Indi. Tentu semua ini bukan salahmu, tapi adalah salahnya Bunda. Ketika Bunda masih muda dulu, Bunda pernah melakukan dosa besar dengan seorang pria. Dosa yang akhirnya membuat Bunda hamil, diusir Eyang dari Solo, dan juga harus berhenti kuliah. Namun, sedosa-dosanya Bunda, Bunda tetap mempertahankan kamu di dalam rahim Bunda. Sebab, Bunda akan lebih berdosa jika Bunda menggugurkan bayi yang tak berdosa itu. Dosa yang sampai sekarang Bunda rasakan, kamu jyga turut merasakannya. Maafkan, Nda ...."
Kala berkata jujur kepada putrinya sendiri, Bunda Ervita seperti didakwa dengan pelanggaran berat. Semua bayang masa lalu kembali terulang. Namun, semua yang sudah dia lewati puluhan tahun yang lalu tidak bisa diulang bukan?
"Kenapa pria itu tidak menikahi, Bunda?" tanya Indira.
"Tidak, dia tidak mau bertanggung jawab. Dia melanjutkan kuliahnya. Namun, pada akhirnya dia meminta maaf kepada Bunda," balas Ervita.
"Bunda memaafkan pria seperti itu?" tanya Indi lagi. Walau bertanya, Indi menghindari kontak mata dengan Bundanya.
"Memaafkannya, Mbak. Justru manusia akan berdosa ketika tidak memberi maaf dan ampun untuk sesamanya. Kita saja memiliki Allah yang maha pemaaf dan pemurah. Masak, manusia yang hanya sebutir debu di mata Allah, tidak mau memaafkan sesamanya?"
Kala itu, semuanya terdiam. Termasuk Indi. Jujur di dalam hatinya ada pertentangan. Jika bundanya sudah dilukai sedalam itu, kenapa masih mau memberikan maaf? Kenapa mau memberikan maaf untuk pria yang sama sekali tak bertanggungjawab?
"Yang salah sepenuhnya adalah Bunda, Mbak Indi. Kamu hanya korban di sini," balas Bunda Ervita.
"Lalu, Ayah Pandu?" tanya Indira.
"Bunda bertemu dengan Yayahmu, ketika Bunda lari dari rumah. Bunda pergi dari Solo ke Jogjakarta waktu hamil muda. Lantas, Bunda menjadi pekerja di kios batik milik Eyang yang berada di Pasar Beringharjo. Di sana, Bunda bertemu Yayahmu. Tidak langsung menikah, karena Bunda menjadi wanita yang haram disentuh pria lain. Ketika kamu berusia 2 tahun, barulah Yayah menikahi Bunda. Menerima Bunda apa adanya dengan segala kekurangan Bunda."
"Benar, Mbak. Yayah sudah cinta dengan Bundamu sejak bertemu. Waktu itu, Yayah ingin menikahi Bundamu sejak Bundamu hamil, tapi kami belum saling kenal. Pendekatan dan saling kenal dua tahun, barulah Yayah menikahi Bunda. Kamu tahu, Mbak? Yayah sangat bahagia kala menikahi Bundamu, karena Bunda itu wanita yang baik dan terhormat. Garis takdir saja yang tidak berpihak kepadanya. Kebahagiaan Yayah kian meluap karena Yayah menjadi Yayahnya kamu. Kamu dulu memanggil Yayah ini Om Ayah, akhirnya bisa menjadi Yayahmu. Yayah berjanji tidak akan membeda-bedakan kamu dan adikmu nanti. Apa kamu merasa Yayah bedakan?"
Mendengarkan perkataan Yayahnya, air mata Indi benar-benar berlinang. Dia pun tidak merasa dibedakan Ayahnya. Jujur, jika mau mengakui Indi justru merasa lebih disayang Ayahnya dibanding adiknya yang adalah darah daging Yayah Pandu sendiri.
"Mbak Indi ... Yayah yakin kamu sudah dewasa. Dengan mengetahui masa lalu Bunda yang berkaitan erat dengan masa lalumu, Yayah harap kamu tidak menyalahkan siapa pun. Kamu tidak menyalahkan pria yang sejatinya ayah kandung kamu. Bagaimana pun, ayah kandungmu sudah berubah menjadi pria yang sangat baik. Adalah baik ketika kita melupakan kesalahan orang dan tidak lagi mengingat-ingatnya. Mengingat dosa masa lalu, justru membuat kita terus memegang dendam," nasihat dari Ayah Pandu.
"Lalu, siapa ayah kandung Indi?" tanyanya dengan terisak.
"Dia adalah ... Om Firhan. Tetangganya Eyang di Solo," jawab Bunda Ervita.
Tidak ada yang Bunda Ervita sembunyikan. Semuanya dia jelaskan kepada Indi. Termasuk jati diri ayah kandung Indi sebenarnya.
Mendengar nama Om Firhan disebut, Indi kian menangis. Bagaimana mungkin pria yang adalah tetangga Eyangnya di Solo itu adalah ayah kandungnya. Pantas saja, selama ini ketika berada di Solo, pria bernama Om Firhan selalu datang dan menemuinya.
"Kalau Indi tidak sayang dengannya dan lebih sayang ke Yayah?" tanya.
Sekarang giliran Pandu yang terharu. Disayangi anak gadis sebaik Indi, membesarkan hati Yayah Pandu.
"Itu kehendakmu, Nak. Yayah hanya berpesan, terus menaruh hormat untuk orang lain yang lebih tua. Hargai mereka, jangan menjatuhkan penghakiman sendiri atas orang itu," balas Yayah Pandu.
Usai itu, Indi berlutut di kaki Yayahnya. Wajah basah penuh air mata, kini bertumpu kepada kaki sang Yayah.
"Maafkan Indi, Yayah. Indi hanya mau memiliki satu orang Yayah. Indi tidak mau memiliki ayah yang lain. Indi bisa menerima pria yang Indi cintai memutuskan pertunangan, tapi Indi patah hati ketika tahu bukan Yayah yang merupakan Yayah kandung Indi."
"Indi ...."
Baik Bunda Ervita dan Ayah Pandu sama-sama menangis. Sedih rasanya mendengarkan pengakuan itu dari putrinya sendiri.
"Seumur hidup, ayah yang Indi kenal hanya Yayah Pandu. Apa tidak bisa Indi menjadi anaknya Yayah aja?" tanya Indi dengan terisak-isak.
Yayah Pandu memegang kedua bahu putrinya, meminta putrinya untuk tidak berlutut seperti itu.
"Mbak Didi, putrinya Yayah dengarkan yah. Kamu selalu menjadi putrinya Yayah. Walau darah yang mengalir di dalam tubuhmu bukan darah Yayah, tapi selamanya kamu adalah kesayangan Yayah. Kita bukan orang asing, Nak. Kita adalah ayah dan anak. Yayah selalu sayang kepadamu, sangat sayang."
Indi dan Ayah Pandu saling memeluk. Keduanya memang tidak memiliki ikatan darah. Namun, baiknya Allah menyatukan keduanya dan membuat ikatan melalui hati yang jauh lebih erat. Walau tanpa nasab, di mata dan hati Yayah Pandu, Indi adalah putrinya. Bahkan jika bisa Ayah Pandu akan meminta kepada Allah untuk menjadikan Indi sebagai putri kandungnya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Hana Nisa Nisa
😭😭😭😭😭
2024-03-16
1
susi 2020
😔😔😭😭
2023-09-20
2
susi 2020
🥰🥰😭😭
2023-09-20
0