"Dik Indira ...."
Suara pria khas bariton yang menyapa Indi kala itu. Seketika, Indi menoleh dan mencari ke arah sumber suara. Selain itu, kedua bola matanya mengedar ke sekeliling dan mencari tahu siapa yang memanggilnya.
Dari jarak sekian meter, ternyata seorang pemuda yang sempat Indi pikirkan kembali berdiri di hadapannya. Satria, ya dia adalah Satria.
"Mas Satria ...."
Jawaban Indi penuh kebimbangan, bagaimana bisa dia bertemu dengan Satria kembali? Padahal dalam beberapa pekan sama sekali tidak ada sapa, tidak ada pesan dari keduanya. Mungkin mereka memang dalam fase sedang menjaga hati.
"Iya, aku ... kamu sama siapa, Dik?" tanya Satria lagi.
Rupanya ada Bunda Ervita dan Ayah Pandu, maka Satria pun segera memberikan salam kepada kedua orang tua Indi itu. Kalau berkata sungkan ya pastinya sungkan. Jika merasa tak enak hati, pastilah tak enak hati. Hanya saja, menjaga ramah tamah dan sopan santun itu yang selalu Satria coba lakukan. Lebih dari semua itu, hatinya masih saja memilih Indi.
"Ayah dan Bunda," sapa Satria.
"Iya, Sat ... sama siapa?" tanya Ayah Pandu.
"Sendirian saja, Ayah. Satria senang bisa bertemu Ayah dan Bunda di sini," balasnya.
Melihat bahwa Satria hanya datang sendirian, Ayah Pandu mengajak pemuda itu untuk duduk bersama. "Sini saja, Sat ... makan sendiri tentu tidak enak kan? Sudah pesan?"
"Ayah, tapi ...."
Satria merasa sungkan sebenarnya. Keluarganya memiliki salah kepada keluarga Hadinata, tapi justru keluarga Hadinata yang sekarang menerimanya. Tidak menaruh dendam. Justru keluarga itu mengajaknya duduk bersama.
"Tidak apa-apa. Putusnya ikatan, bukan berarti membuat kita menjadi orang asing kan?" balas Ayah Pandu.
Di sana Bunda Ervita juga menganggukkan kepalanya. "Benar, Sat ... kalau belum pesan, pesan dulu."
Akhirnya Satria juga memesan makanan. Begitu sungkan, tapi Satria juga tak mau menjadi pecundang. Dia akhirnya duduk di sana. Di dekat Indi dan Ayah Pandu. Kendati demikian Indi memilih untuk diam.
"Ayah dan Bunda, maafkan Satria dan keluarga yah. Sikap kami dulu tidak sopan. Kiranya Ayah dan Bunda tidak marah kepada kami," kata Satria meminta maaf.
"Tidak apa-apa, Sat. Sudah lupakan saja. Mungkin memang kamu dan putrinya Ayah belum berjodoh," kata Ayah Pandu.
Mendengar kata belum berjodoh itu rasanya menyesakkan. Satria sedih mendengarnya. Padahal hati masih cinta, tapi terganjal restu orang tua.
"Maafkan Satria, Yah. Sebenarnya Satria masih dan sangat mencintai Indi. Satria sungguh-sungguh ingin meminang Indi. Apakah tidak bisa ada jalan yang lain bagi kami?" tanya Satria.
Indi yang duduk di samping Satria benar-benar kehilangan kata-kata. Dia hanya menundukkan wajahnya. Akan tetapi, ketika mendengar Satria yang mengakui masih cinta, hatinya bergetar. Jika mau jujur, Indi sendiri masih mencintai Satria dengan sangat.
"Apa daya, Sat. Kalian tidak bisa bersama. Cinta kalian terhalang restu," balas Ayah Pandu.
Usai itu pelayan menyajikan semua makanan. Satria pun mengambilkan sendok dan garpu terlebih dahulu untuk Indi. Memang itu kebiasaannya, ketika makan bersama dengan Indi, hal itu selalu diberikan oleh Satria.
"Sendok dan garpu untuk kamu, Dik," kata Satria.
"Makasih, Mas."
Orang tua yang melihatnya pun terharu. Memang terlihat keduanya masih cinta. Namun, bagaimana lagi kalau cintanya terhalang restu.
Hampir beberapa saat berlalu, Satria meminta izin kepada Ayah Pandu dan Bunda Ervita untuk mengajak Indi bicara berdua. Untung saja kedua orang tua Indi baik, sehingga Satria diperbolehkan bicara dengan Indi.
Sekarang, keduanya berjalan-jalan bersama di pelataran Pracima, melihat air mancur yang indah di sana. Hingga akhirnya, Satria membuka suaranya.
"Kabarmu bagaimana, Dik?" tanya Pandu.
"Baik, seperti yang kamu lihat," balas Indi.
Satria mengamati wajah Indi dengan kecantikan ayunya khas putri Jawa. Lantas, kilauan air dan cahaya di sekitaran air mancur seolah memancar mengenai paras Indi. Di hadapan Satria, gadis itu begitu ayu.
"Kamu selalu cantik, Dik."
Satria tak bisa menahan perasaannya. Jujur dia mengakui bahwa Indi memang sangat cantik.
Sementara si gadis hanya mampu menundukkan wajahnya. Bola matanya bergerak ke kiri dan ke kanan, tidak berani beradu pandang dengan Satria.
"Dik, apakah kamu mau menungguku? Aku akan berjuang untukmu. Aku akan berbicara lagi kepada Rama," kata Satria sekarang.
"Rama tidak akan setuju, Mas," jawab Indi.
"Allah bisa membolak-balikkan hati manusia, Dik. Kita mulai lagi dari awal dan aku akan berjuang untuk cinta kita. Bersediakah, Dik?" tanya Satria lagi.
"Aku hanya takut, ketika aku semakin mencintaimu, semakin semua jalan tertutup. Kenapa kita tidak menyerah saja Mas?" tanya Indi.
"Bagaimana aku bisa menyerah, kalau cinta yang kumiliki untukmu semakin besar. Melepaskan cinta ini, sama saja membelungguku, Dik. Aku tidak akan pernah bisa," balas Satria.
Gemerisik angin malam dan juga suara gemericik dari air mancur membuat keduanya terdiam. Lantas, satu tangan Satria terulur kepada Indi.
"Gapai dan genggam tanganku, Dik. Tunggulah aku. Semua hanya soal waktu. Cukup tunggu dan terus cintai aku. Beri kesempatan lagi untuk hubungan kita berdua. Aku akan meyakinkan Rama. Aku bukan pria pecundang, tapi aku adalah pejuang. Dengan semangat yang membara aku akan mencari jalan keluar."
Satria berusaha keras memenangkan hati Indi lagi. Di dalam hatinya, Satria sangat yakin bahwa Indi pun masih mencintainya. Satria akan berjuang. Dengan semua risiko dan konsekuensinya akan Satria terima. Yang pasti dia membutuhkan Indi yang memberinya kesempatan kedua.
"Aku yakin, kita masih sama-sama cinta. Kalau ini akan menjadi perjuanganku dengan Rama, aku akan melakukannya."
Satria berbicara dengan sungguh-sungguh. Dia membutuhkan Indi dalam perjuangan ini. Tidak perlu melakukan apa pun, mendapatkan kembali hati dan cintanya Indi saja sudah sangat berarti untuk Satria. Selain itu, Satria tak membutuhkan yang lain.
"Kalau memang cinta kita di ujung jalan?" tanya Indi.
"Aku akan membuat jalan sendiri. Aku akan membangun jembatan. Tidak ada yang tak mungkin dalam cinta."
Inilah perkataan Satria dengan sungguh-sungguh. Dia akan membuat jalan lain, bahkan membangun jembatan sendiri juga akan Satria lakukan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
yonahaku
cinta tidak harus saling memiliki
2024-01-15
1
susi 2020
😍😍
2023-09-20
0
susi 2020
🥰🥰
2023-09-20
0