Selang beberapa hari berlalu, Indi berbicara dengan Ayah dan Bundanya. Semua itu karena ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya. Semuanya masih terkait dengan asal-usulnya.
"Yayah dan Nda, bolehkah akhir pekan nanti Indi ke Solo?" tanyanya.
Mendengar kata Solo dengan tiba-tiba, Bunda Ervita tampak menatap putrinya itu. Ingin tahu apa yang hendak Indi lakukan di Solo pada akhir pekan nanti.
"Untuk apa kamu ke Solo, Mbak?" tanya Bunda Ervita.
"Nda, maafkan Indi sebelumnya ..., Indi ingin bertemu dengan ayah kandung Indi," jawabnya.
Bunda Ervita dan Ayah Pandu saling pandang. Rasanya ingin tahu apa yang hendak Indi lakukan kala bertemu dengan Firhan nanti.
"Ayah dan Nda tidak usah khawatir, Indi cuma ingin bertanya-tanya saja kok," balasnya.
Walau Bunda Ervita sudah menceritakan semuanya, tapi Indi ingin mendengarkan dari kedua belah pihak. Apakah versinya sama atau berbeda? Selain itu, Indi ingin tahu kenapa dulu ayah biologisnya tak mau bertanggung jawab.
"Kami antar ke Solo yah?"
Sekarang Yayah Pandu yang menawarkan diri untuk mengantarkan Indi ke Solo. Dia hanya ingin, selalu ada dekat dengan Indi. Ketika nanti putrinya menangis, Ayah Pandu akan memastikan untuk memberikan pelukan untuk putrinya itu. Tidak akan membiarkan Indi menangis seorang diri.
"Iya, boleh," jawab Indi.
Ketika Indi memperbolehkan tentu rasanya sangat lega. Apa pun yang terjadi, mereka akan bersama Indi. Mencover Indi dengan perhatian. Memastikan Indi tidak melewati titik terendah dalam hidupnya sendiri. Bagaimana pun, orang tua akan selalu melindungi anaknya, memastikan sang anak akan tetap baik-baik saja.
...🍀🍀🍀...
Akhir Pekan Tiba ....
Sekarang keluarga Ayah Pandu menuju ke Solo. Tujuan utamanya tentu mengantarkan Indi. Sedangkan Irene tidak ikut karena masih ada kuliah dan kegiatan di kampus. Sehingga, Irene memilih tinggal di rumah Eyangnya sampai nanti Ayah dan Ibunya kembali.
"Kita di Solo sampai hari Minggu kan Mbak Didi?" tanya Bunda Ervita.
"Iya, Nda. Kan Senin, Indi harus bekerja. Walau kantor milik Yayah, bekerja tetap harus profesional," balas Indi.
Senyuman terbit di sudut bibir Yayah Pandu. Dia senang melihat Indi yang profesional dalam bekerja. Selama ini pun begitu, Indi selalu giat bekerja, dan tidak seenaknya sendiri.
"Syukurlah, kamu benar-benar menjadi sosok seperti Yayah," balas Bunda Ervita.
"Indi selalu mengidolakan Yayah, Nda," jawabnya.
Itu adalah ucapan Indi yang jujur. Dia sangat mengidolakan Yayahnya. Di matanya, sosok pria terhebat adalah Yayah Pandu. Oleh karena itu, Indi mengakui lebih patah hati ketika mengetahui bahwa dia bukan darah daging Yayah Pandu.
Menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dari Jogjakarta menuju ke Solo, akhirnya sekarang mereka sudah tiba di kediaman Eyang mereka. Ada sambutan hangat dari Eyang Sri dan Eyang Agus. Ada Tante Mei dan Om Tarto juga, sementara anaknya Tante Mei yaitu Arka sudah seusia Irene yang kuliah di Sebelas Maret mengambil Teknik Komputer. Selain itu, empat tahun usai kelahiran Arka, Tante Mei dan Om Tanto dikaruniai anak perempuan yang diberi nama Kharisma, akrab dipanggil Risma.
Mereka semuanya begitu senang menyambut kedatangan saudara sendiri. Tentu Irene yang tidak ikut juga ditanyakan karena biasanya Irene selalu ikut saat ke Solo.
Berada di rumah Eyang Sri dulu, kemudian sekarang Ayah Pandu sendiri yang mengantarkan Indi untuk menuju ke rumah Firhan yang ada di Solo Utara. Sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan serius dari mereka bertiga. Sementara Indi seolah menyusun pertanyaan demi pertanyaan dalam hatinya. Memperkirakan pertanyaan apa saja yang akan dia tanyakan kepada Firhan.
"Nah, ini rumahnya, Mbak Indi. Mau kami antar masuk ke dalam?" tanya Bunda Ervita.
Indi tampak menggeleng. "Bisa tidak kalau nanti Yayah dan Nda, jemput Indi setengah jam lagi?" tanyanya.
"Baiklah. Kamu yakin akan baik-baik saja?" tanya Yayah Pandu.
"Tentu, Yayah. Indi akan baik-baik saja. Aman," katanya dengan tersenyum. Senyuman supaya orang tuanya tidak khawatir. Namun, sekarang Indi juga begitu deg-degan sebenarnya.
Merasa bahwa Indi bisa dipercaya, akhirnya Yayah Pandu hanya men-drop Indi saja. Nanti setengah jam lagi akan menjemput putrinya. Sementara setiap langkah yang Indi ambil penuh dengan pertimbangan. Dia berharap tidak emosi nanti dan bisa berbicara dengan baik-baik.
"Assalamualaikum," sapa Indi dengan mengetuk pintu gerbang teralis berwarna hitam itu.
"Waalaikumsalam," balas seorang wanita yang keluar dari dalam rumah.
Sosok wanita yang mengenakan daster batik itu tidak lain dan tidak bukan adalah Wati, istri dari Firhan. Melihat Indi yang datang, tentu saja Tante Wati merasa bingung. Tidak pernah sebelumnya Indi datang ke rumahnya.
"Loh, ini Nak Indi kan? Yuk, masuk," kata Tante Wati mempersilakan Indi untuk masuk ke dalam rumahnya.
"Bagaimana kabarnya Tante?" Sebuah pertanyaan formalitas dari Indi kepada Tante Wati.
"Alhamdulillah, baik. Tumben kamu ke sini? Biasanya kita bertemu kalau kamu dan keluarga main ke rumah Eyangnya kamu," balas Tante Wati.
"Iya, Tante. Ada yang ingin tanyakan sebenarnya kepada Om Firhan. Apakah Om Firhan ada?" tanya Indi.
Tampak Tante Wati menganggukkan kepalanya. Dia kemudian pamit sebentar, memanggilkan suaminya yang berada di dalam kamar. Hanya berselang sekian menit, keluarlah pria paruh yang sejatinya ayah biologis Indi. Ya, dia adalah Om Firhan. Bukan sosok yang asing untuk Indi, karena mereka kerap bertemu ketika Indi datang ke Solo ke rumah Eyangnya.
"Loh, Mbak Indira. Tumben sekali datang ke sini," ucap Om Firhan.
Ada pertentangan aneh di dalam hati Indi. Ada rasa kesal, sedih, marah di dalam hatinya. Kesan pertama melihat sosok Om Firhan sekarang adalah kecewa. Kenapa, pria itu tega melakukan semuanya dan pastinya membuat Bundanya dulu sangat menderita? Akan tetapi, Indi juga mengingat nasihat dari Yayah Pandu untuk menaruh hormat kepada semua orang.
"Assalamualaikum, Om," sapa Indi.
"Ya, Waalaikumsalam, Mbak Indira," balas Om Firhan.
Sekarang, agaknya Indi tak bisa menahan. Dia harus segera bertanya, mendapatkan konfirmasi dari Om Firhan.
"Om Firhan, bolehkah Indi bertanya terkait dengan masa lalu?" tanyanya.
"Iya, tentu saja boleh," balas Om Firhan.
Indi datang dengan membawa fotocopy akta kelahiran yang tertera hanya nama Bundanya saja. Lantas, mulailah Indi bertanya.
"Di akta kelahiran Indi disebutkan bahwa Indi ini hanya lahir dari Bunda Ervita. Apakah benar kalau ayah biologis Indi adalah Om Firhan?" tanyanya.
Tercengang. Ya, itulah reaksi pertama Om Firhan dan Tante Wati. Setelah seperempat abad berlalu, baru kali ini Indi datang dan menanyakan semuanya.
"Maafkan Indi sebelumnya, apa benar Om yang mengambil kehormatan Bunda? Membuat Bunda hamil, dan akhirnya Indi sendiri menjadi seorang gadis tanpa nasab?"
Pertanyaan yang menusuk hati bagi Om Firhan. Waktu itu akhirnya tiba, waktu di mana darah dagingnya akan datang dan menanyakan semuanya. Sementara Tante Wati sudah berusaha untuk menahan, pilu hatinya mendengarkan Indi menyebut dirinya sendiri sebagai gadis tanpa nasab.
Semua anak di muka bumi ini pasti tidak akan mau menjadi seorang anak tanpa nasab. Semua anak pastilah menginginkan lahir di dalam pernikahan yang sah di mata agama dan negara. Namun, tak jarang untuk dosa masa lalu yang dilakukan orang tua, anak turut menanggungnya. Itulah yang Indi alami sekarang. Dia sudah menjadi seorang gadis tanpa nasab. Bahkan dikatai sebagai anak hasil zina atau anak li'an. Kenyataan yang menyakitkan. Untuk jawaban dari Om Firhan lah, Indi datang ke Solo.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 297 Episodes
Comments
Hana Nisa Nisa
sedih beud
2024-03-16
1
susi 2020
🙄😔😔😔
2023-09-20
1
susi 2020
😭😭😭
2023-09-20
0