Bukan Salahku, Indahnya Reuni Bagian 18
Oleh Sept
Tari menikmati momen kebahagiaan yang tidak wajar tersebut, dia merasa senang sekaligus merasa aneh. Keluar bersama Rio dan Ibel, dia seperti terbang ke masa lalu. Di mana Dewa masih hangat-hangatnya. Di mana dia masih langsing, masih muda dan glowing.
Kini, Tari seperti menemukan sosok Dewa yang dulu pada diri Rio. Lihatlah, pria itu bahkan bercanda dan bergurau dengan putri kecilnya.
Makan ice cream, membelikan coklat dan banyak hadiah untuk Ibel. Kalau begini, ada pikiran jahat yang menyusup dalam diri Tari. Apakah ia harus ganti suami?
"Mama ayo!"
Ibel lari kecil meraih balon yang hampir lepas. Kemudian memberikan tali balon pada mamanya.
Ia sendiri akan lari-larian bersama Om tampan. Ibel ini matanya jeli. Meskipun masih kecil sudah tahu om ganteng.
"Pelan-pelan!" pekik Tari melihat anaknya hampir jatuh.
Ibel malah tertawa lepas, ketika tubuhnya diangkat oleh Rio dan dijadikan pesawat terbang.
"Udah Om .. takut ... udah."
Ngomongnya sih udah, tapi terlihat happy sekali. Sampai-sampai Tari merasa haru. LDR dan kesibukan Dewa membuat waktu bersama keluarga sangat berkurang.
***
Puas main sampai sore, kini Ibel sudah terlelap. Ia tertidur dalam gendongan Rio. Mereka dalam perjalanan pulang. Sedang menuju mobil di parkiran.
"Makasih, Rio. Ibel sepertinya sangat senang hari ini," ucap Tari tulus.
"Hemm."
"Kamu kelihatan suka anak kecil, kenapa tidak menikah saja?"
DEG
Rio berhenti jalan, suasana menjadi sangat hening. Tari sampai merasa salah ucap. Bukankah itu pertanda wajar?
"Maaf, kalau pertanyaan ku menganggu."
"It's okay!"
Tari buru-buru jalan duluan, ia merasa tidak enak sendiri.
Begitu tiba di mobil, Rio memberikan kuncinya.
"Kamu saja yang nyetir. Bisa, kan?"
"Jangan ... sini, biar aku gendong Ibel." Tari mengulurkan tangannya. Dia tidak berani nyetir mobil, ini karena mobil Rio mahal. Kalau beset sedikit bisa-bisa gajinya kepotong habis.
Sedangkan Rio, dia tersenyum tipis melihat ekspresi mama Ibel tersebut.
***
Sampai rumah, ketika Rio sudah pergi, Tari harus menjelaskan banyak hal pada sang suami lewat telpon.
Kemarin mertuanya ke rumah. Dan ternyata kosong, ke mana Tari seharian itu?
Dewa sudah mendadak seperti wartawan, memberikan banyak pertanyaan setelah mendapatkan banyak aduan dari ibu dan iparnya, yang kebetulan mengantarkan mertua Tari ke rumah.
Akhirnya, keributan lewat telpon pun tidak bisa terhindarkan lagi.
"Apa? Kamu kerja? Dan kamu tidak ijin padaku? Istri macam apa kamu Tari? Lalu bagaimana dengan Ibel? Hem? Apa kurang uang yang aku kasih selama ini? Kau pakai untuk apa uang itu? Jangan katakan untuk kau berikan pada ibu dan adik-adikmu!" tuduh Rio dengan nada gusar serta mengebu.
"Aku hanya ingin cari kesibukan, Mas. Dan mau nabung sendiri." Tari mencoba tetap tenang, meskipun jiwanya sudah meronta-ronta. Ingin sekali membalas tiap kata demi kata. Tapi masih bisa dia tahan, dasar Tari memang orangnya sabar. Kesabarannya setebal sofa.
"Halah! Alasan! Bilang saja kamu malas bersih-bersih rumah! Malas jagain anak! Memang berapa gaji kamu Tari? Perusahaan mana yang mau menerima!" cibir Dewa. Lelaki itu benar-benar memandang istrinya sebelah mata.
"Mas jangan khawatir, uang yang mas kasih masih utuh. Masalah Ibel, dia ikut ibuku. Urusan rumah, semuanya masih bisa aku handle, tolong jangan bicara seperti itu," kata Tari.
"Berani menjawab kamu sekarang? Hem? Mentang-mentang aku tidak di rumah!"
Dewa terus mengomel seperti radio rusak. Sedangkan Tari, dia kelihatan malas mendengar ocehan sang suami.
"Keluar dari pekerjaan itu, mulai besok tidak usah bekerja! Kamu pikir aku tidak bisa mencukupi kebutuhan kalian?"
"Maaf, Mas. Aku tidak mau."
Dewa langsung geram, Tari makin hari makin berani, persis seperti apa kata ibunya. Jangan-jangan Tari memang punya pria lain.
"Aku katakan sekali lagi, keluar dari pekerjaan itu."
"Tidak mau."
Mereka masih bersitegang di telpon.
"Kau melawan, Tari?"
"Maaf, Mas. Tapi aku tetap pada keputusan ku. Bukannya lebih baik aku bekerja? Daripada seharian di rumah tidak melakukan apapun?" balas Tari yang seolah menyindir sang suami.
Dewa yang sudah kesal, dia memilih menutup ponselnya. Sedangkan Tari, dia langsung melempar ponselnya dan memeluk Ibel yang tertidur.
"Ibel ... Mama capek banget," gumam Tari kemudian memejamkan mata.
Selalu bertengkar membuat hidup Tari tambah setres.
***
Sepanjang malam, Tari terbangun, kemudian iseng mengecek ponselnya. Dia nyalakan data, dan sesaat kemudian, pria paling hangat akhir-akhir ini mengirim pesan.
[Belum tidur?]
[Baru bangun]
[Besok ada meeting pagi, tidurlah!]
[Ya]
Tari meletakkan ponselnya, melamun menatap jendela.
Drett ... drettt
Tiba-tiba ponselnya berdering, ada panggilan video masuk.
Buru-buru Tari merapikan rambut, di video call berasa mau ketemu sama pacar.
"Ya."
"Cuma mengingatkan, jangan lupa dokumen dalam map biru."
"Ya."
Padahal Rio mau menatap wajah Tari sebelum tidur. Namun, dilihatnya mata Tari malah sembab.
"Tari ... kau habis menangis?"
Tari langsung menggeleng.
"Tidak."
"Matamu tidak bisa bohong!" balas Rio.
Tari langsung membuang muka, di depan Rio yang perhatian itu, hati Tari mulai goyah. Bahkan dia bisa menangis di depan laki-laki itu.
Sepanjang video berjalan, Rio hanya memperhatikan Tari yang mengusap matanya.
"Sepertinya aku terlalu lama. Tari ... haruskah kurebut paksa?" batin Rio yang melihat banyak beban kesedihan pada wanita yang ia sukai tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
Henny Haerani
pepet terus pak rio kasihan tari punya suami tukang selingkuh.
atw rio buat acara di singapur dan biarkan tari melihat sendiri suaminya bermesraan dengan wanita lain, bila perlu buntutin sampai ke apartemennya
2023-08-14
1
Angling Darma
waahh ... jahat komen nya ... hahaha 🙈😅
2023-07-31
1
ℑ𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞💞
kayaknya sih iya emang kamu harus ganti suami...
buat apa mempertahankan suami kaya dewa, namanya aja bagus tp kelakuan kaya kebo
2023-05-27
0