Suami Rasa Orang Asing

Bukan Salahku, Indahnya Reuni Bagian 17

Oleh Sept

"Tidak mungkin," gumam Tari. Mana mungkin dia melakukan hal itu, walaupun tidak sadarkan diri, pasti tidak mungkin ia lakukan. Ya, walau ia akui bahwa pria di sebelahnya itu cukup memikat.

"Baguslah! Sepertinya kau sudah benar-benar sadar," kata Rio lalu mulai mundur untuk mencari stan, kemudian langsung maju meninggalkan tempat tersebut.

Wush ...

Setelah mobil berjalan di antara kendaraan yang lalu lalang, Tari melirik. Ia penasaran untuk apa Rio melontarkan candaan yang tidak lucu tersebut.

"Kenapa melihatku seperti itu?" celetuk Rio yang sadar kalau wanita di sebelahnya itu mencuri pandang.

"Tidak! Hanya melihat jalan!" balas Tari lalu fokus ke depan sambil melipat tangan.

Rio pun tersenyum tipis. Tanpa mereka sadari, hubungan mereka mulai biasa. Tari yang awalnya kikuk dan kaku, dan Rio yang mulanya terkesan seperti bos otoriter, saat ini keduanya mulai terbiasa. Bekerja dengan teman lama ternyata asik juga.

***

Bandara internasional, Tari harus segera balik, ia mendapat telpon dari ibunya. Ibel demam dan terus memanggil namanya. Mau tidak mau, dia harus kembali. Dan harus meminta maaf berkali-kali pada bosnya.

Walau Rio tidak sepenuhnya marah atau keberatan, Tari sebenarnya tidak enak hati juga.

"Pak Rio, maaf ... saya harus kembali lebih awal." Tari menatap penuh harap. Semoga Rio tidak marah.

"Hem, tidak apa-apa."

Rio sendiri masih ada urusan di sana, dia mungkin akan balik besok. Sehingga membiarkan Tari pulang sendiri.

"Sekali lagi saya mohon maaf, Pak."

"Iya!"

Akhirnya Tari bergegas. Ia membeli tiket dadakan, dan semuanya serba buru-buru.

Waktu di Bandara tadi bahkan sempat menabrak orang yang lalu lalang. Seorang ibu, kalau anak sakit, dan tidak ada di rumah, pasti khawatir dan cemas.

Begitu dapat tiket, Tari buru-buru check-in. Kemudian menuju ruang boarding pass. Tidak lama, pesawat yang akan ia tumpangi sudah siap.

Ini adalah kali pertama dia terbang dengan perasaan was-was. Bukan karena takut ketinggian, tapi terus memikirkan buah hatinya.

Sekitar beberapa jam kemudian, burung besi itu akhirnya mendarat sempurna. Tari sudah tiba di Jakarta. Buru-buru dia menghubungi ibunya saat naik taksi.

"Bagaimana, Bu? Ibu bawa ke dokter dulu. Ini Tari sedang di jalan." Tari masih gelisah walaupun sudah tiba di kotanya.

"Iya, ini nunggu taksi onlinenya datang. Dan coba kamu telpon Dewa, Ibel juga mencari papanya."

"Ya."

Tari pun memutuskan telponnya, ia mencoba menelpon Dewa.

Tut tut tut

Beberapa panggilan malah diabaikan. Bukan karena sengaja, memang ponsel Dewa di mode pesawat. Pria itu sedang presentasi di depan orang India dan Indonesia yang tinggal di Singapura.

Setelah meeting selesai, Dewa memeriksa WA. Ada beberapa pesan masuk, dan yang dia baca duluan adalah pesan WA dari wanitanya.

Dewa membalas dengan senyum saat dikirimi gambar ehem. Setelah itu barulah menelpon Tari.

"Ada apa? Kenapa menelpon di jam kerja? Apa kamu tidak tahu aku sedang fokus kerja?" oceh Dewa dengan ketus.

Tari yang mendengar omelan langsung menjawab dan langsung mematikan pula ponselnya.

"Ibel sakit, tolong sempatkan menelponnya!"

Dewa memgerutu kesal. Tari benar-benar tidak becus mengurus anak, kenapa putri mereka jadi sering sakit-sakitan?

Sambil berkacak pinggang, dia kemudian bicara pada Tari kembali.

"Mana Ibel, berikan ponselmu padanya!" titah Dewa dengan tegas.

"Aku masih di jalan, Ibel bersama ibu."

Mata Dewa langsung melotot. Anak sakit, ibunya malah keluyuran. Benar-benar si Tari ini, Dewa kembali ngedumel.

"APA? Anak sakit masih keluyuran? TARI! Aku tidak habis pikir denganmu. Mengurus anak saja kamu tidak bisa!" maki Dewa.

Pertengkaran pun kembali terjadi, meskipun lewat telpon, tapi kata-kata Dewa cukup membuat hati Tari sakit.

"Kamu pikir aku bisa pulang seenaknya? Mikir Tari! Mikir! Ngurus satu anak saja kamu tidak sanggup! Ibu macam apa kamu ini?"

Dewa semakin menjadi, seolah lidahnya tiada remnya.

Tari cukup diam, tangannya mengepal kemudian langsung menutup saja karena capek selalu disalahkan kalau anak sakit.

Tidak lama kemudian, Tari sudah tiba di rumah ibunya. Buru-buru dia masuk dan ternyata Ibel sudah tertidur.

"Bagaimana Tari, Bu?"

"Dia sedang istirahat, habis minum sirup."

Tari menghela napas dalam-dalam. Kemudian menatap sendu putrinya. Putri semata wayangnya.

***

Setelah Ibel sakit, Tari lantas izin beberapa hari tidak masuk kerja, lagian Rio juga sedang tidak ada di perusahaan. Sampai akhirnya, sore-sore ada tamu datang ke rumah.

Sebuah mobil berhenti di depan pagar. Sambil menunggu penghuni membuka pintu, lelaki tersebut mengambil sebuah boneka besar dari bagasi. Anak kecil pasti menyukainya.

"Pak ... ya ampun. Kenapa repot-repot?"

Rio kemudian memberikan hadiah untuk Ibel. Sedangkan papanya Ibel sendiri belum bisa pulang karena orang-orang Rio memberikan beban pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan.

Ini adalah cara licik Rio yang lainnya dalam berusaha menganggu istri orang.

"Ibel ... sudah sehat?"

Ibel yang memegangi ujung baju mamanya hanya mengangguk.

Anak itu cuma demam biasa karena flu habis makan es krim terlalu banyak.

"Suka bonekanya?"

Ibel mengangguk.

"Sehat-sehat ya. Nanti Om ajak jalan-jalan, mau?"

Anak sekecil itu pun langsung mengangguk senang. Sedangkan Tari, dia mulai gamang.

Ini kenapa sikap atasannya malah seperti suaminya? Sedangkan suami malah seperti orang lain.

"Mari masuk!" kata Tari.

"Tidak, aku hanya mampir."

Rio pun pamit, tarik ulur. Padahal ia juga mau lama-lama bersama wanita tersebut.

"Ya sudah hati-hati. Saya mungkin masuk besok."

Rio mengangguk, kemudian dia mendekati Ibel. Lalu jongkok dan mengusap rambut Ibel.

"Om pulang dulu."

"Daa ... OM!" kata Ibel sambil melambaikan tangan.

Rio mengangguk sambil mengedipkan mata.

Sejak saat itu, Rio mulai gencar mengambil hati Ibel. Mulai rajin mengirimkan hadiah dan coklat.

***

Suatu sore.

Dewa mungkin stres dengan banyak pekerjaan, kali ini dia ingin video call. Ia pun menelpon Tari sore itu. Sekedar melihat wajah putrinya yang mengemaskan.

"Hallo, mana Ibel. Eh ... kamu di mana?"

Tari panik, kemudian menutupi layar kamera.

"Ada apa?"

"Mana Ibel?"

Tari melihat Playground, Ibel sedang main prosotan dengan dijaga Rio dari bawah.

"Kenapa? Aku pikir Mas sudah lupa kalau punya anak," celetuk Tari.

"Aku gak mau ribut! Mana Ibel."

"Mama ... Mama!" panggil Ibel kencang.

Tari menoleh, dilihatnya Ibel sudah digendong Rio sambil membawa permen kapas.

Tari bingung, ia kemudian langsung mematikan HP nya.

"Mungkin aku mulai gilaa," gumam Tari kemudian lari kecil mendekati Rio dan Ibel. Entahlah, dia hanya melakukan kata hatinya yang mulai berkhianat.

Terpopuler

Comments

mirazia

mirazia

suka banget sm novelnya kk,bagus alurnya

2023-06-13

0

Sri Ratna Dewi

Sri Ratna Dewi

salah sendiri si dewa kecewa sama penampilan istri ya modalin bukan nyari pucuk lagi nanti giliran di balas tahu rasa

2023-06-08

0

Yuni Aqilla

Yuni Aqilla

prempuan baik baik jadi nekat, krn diajari suami yg kurang ajar

2023-06-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!