Bukan Salahku, Indahnya Reuni Bagian 9
Oleh Sept
Beberapa orang mengangguk dan memberikan salam. Sedangkan Tari, dia terkejut karena wajah pria itu yang sepertinya familiar. Namun, Tari kok lupa. Mungkin mereka pernah bertemu di jalan atau di mana.
"Baik, kita lanjutkan," kata salah satu pria berjas rapi di depan Tari.
Sampai akhirnya wawancara dan yang lainnya selesai, dan Tari harus menunggu panggilan jika memang diterima.
"Terima kasih," kata Tari dan yang lain ketika disuruh keluar dari ruangan, ganti dengan yang lain.
Lelaki yang masuk terakhir itu, kemudian memegang CV Tari di atas meja, lalu memerintahkan kepada bawahannya.
"Simpan yang ini," titahnya.
"Pak, sepertinya masih ada yang lebih baik," kata wanita dengan rok mini serta parfum yang lembut tapi wangi. Radius 10 meter lebih masih terasa aromanya.
"Lakukan saja, ini perintah atasan!" jawab pria itu dengan tegas.
Wanita tadi sepertinya tidak ikhlas, masalahnya Tari sangat tidak masuk kriteria, terutama kalau dinilai dari penampilan. Dia merasa cantik, dan Tari mungkin kurang menarik.
"Bapak yakin?"
Pertanyaan itu langsung mendapatkan sorotan pedas.
***
Pria yang tadi sempat berdebat, kini duduk di ruang kerjanya.
"Sudah, Pak. Saya sudah pastikan," ucapnya di telpon.
"Lakukan sesuai perintah," kata Rio di telpon. Dia sendiri sedang menatap gedung sambil menunggu kabar dari kaki tangannya.
Ya, semuanya adalah rencana Rio. Dalang semua ini adalah pria tersebut.
Sementara itu, Tari pun pulang, kemudian menjemput anaknya di penitipan anak. Setelah itu keduanya pulang, entah mengapa Tari kelihatan senang sekali. Mungkin karena merasakan suasana yang lain.
Padahal belum tentu diterima, hanya saja dia senang. Karena keluar rumah dan mencoba hal-hal yang baru. Namun, wajahnya kemudian bingung.
"Bagaimana jika ada panggilan kerja? Lalu Ibel bagaimana?" gumamnya.
Tari lalu melihat pemandangan di depannya. Di mana seorang ibu muda berjalan dan diikuti oleh babysitter yang menggendong anak kecil.
"Ya ampun ... ya. Aku bisa membayar babysitter untuk menjaga Ibel."
Tari kemudian menatap putrinya, sambil meminta maaf dalam hati.
"Maaf ya, Sayang. Mama harus berubah, jika tidak ... Ketika papa bosan pada Mama dan ingin meninggalkan Mama. Setidaknya Mama bisa berdiri di kaki Mama sendiri," batin Tari kemudian mengusap rambut Ibel dengan lembut.
Tari ini perempuan, dan yang namanya perempuan pasti punya insting. Ia merasa, Dewa sudah banyak berubah. Tidak menghargai, tidak sayang, tidak cinta lagi. Jangan-jangan hanya karena Ibel, pria itu belum meninggalkan dirinya. Mendadak pikiran Tari penuh dengan prasangka paling buruk.
***
Tidak terasa, mereka sudah sampai rumah. Tari menyiapkan makan untuk mereka berdua. Lalu ketiduran sambil nonton TV.
"Ya ampun, jam berapa ini?" Tari mengusap matanya. Ibel masih terlelap. Dan hari sudah gelap. Mereka ketiduran dari sore. Mungkin kelelahan karena hari ini keluar rumah.
Malam-malam dia mandi, dan selesai membersihkan diri, ponselnya berbunyi. Bukan dari sang suami, mungkin Dewa sudah lupa kalau punya istri.
"Hallo, Mia."
"Bagaimana wawancara tadi?"
"Ya gitu."
"Begitu bagaimana?"
"Suruh nunggu."
"Kamu gak bilang temenku?" tanya Mia.
Tari terkekeh.
"Memang kamu anak pejabat?"
Keduanya pun terkekeh. Lalu mulai bicara ngalor ngidul. Membahas hal ringan sampai berat hingga Ibel bangun dan mereka mengakhiri panggilan teleponnya.
Tari benar-benar mandiri, dia bisa mengurus anak tanpa bantuan sang suami. Lagian kalau pas pulang juga Dewa jarang bantu-bantu. Paling juga ngomel dan mengerutu, rumah beginilah lah, begitulah. Tari tambah setres kalau suaminya di rumah.
Terbiasa ditinggal dan LDR, Tari pun menjadi wanita yang tidak bergantung dari yang namanya kaum Adam.
***
Tiga hari kemudian.
Tari sedang bermain bersama Ibel di taman komplek depan, tiba-tiba ada panggilan dari nomor kantor.
"Hallo, selamat pagi ... apa betul ini dengan Ibu Tari?"
"Ya, maaf ini dari mana?"
"Baik, Bu Tari. Kami dari perusahaan. Dan kami ingin konfirmasi bahwasanya Ibu diterima bergabung di perusahaan kami. Untuk selanjutnya, Ibu bisa datang ke kantor langsung. Besok pagi jam 8 tepat. Dengan pakaian rapi dan mohon tidak telat."
Tari rasanya gugup. Ia pikir tidak akan diterima, tapi panggilan telpon barusan mengatakannya dia diterima.
"Saya diterima?" tanya Tari yang kelihatan tak percaya.
"Iya, Bu."
Tari langsung mengucapkan terima kasih. Sedangkan di sebelah wanita yang menelpon Tari, berdiri sosok pria berbadan tegap dan berwibawa. Ia mengangguk pada si penelepon, kemudian meninggalkan ruangan.
Senyumnya merekah tatkala ia berjalan menyusuri lorong anak perusahaan miliknya. Selangkah lagi, dia akan mendapatkan apa yang dia mau. Tanpa paksaan, semua akan berjalan seolah-olah itu adalah kebetulan.
***
Hari H.
Tari terpaksa ke tempat ibunya pagi-pagi sekali.
"Titip Ibel ya, Bu. Sambil Tari cari-cari babysitter."
"Iya, jangan khawatir," kata ibunya.
Sang ibu justru mendukung mamanya Ibel. Kalau Tari kerja, pasti uangnya banyak. Dan tidak perlu sungkan kalau mau merepotkan.
"Maaf ya Bu. Jadi nyusahin."
"Sudah, kamu berangkat saja. Nanti telat."
Tari mengangguk, lalu naik motor menuju kantor.
Begitu tiba di kantor, dia diminta menunggu di lobby. Tari menoleh ke sekitar, kok hanya dirinya yang dipanggil. Padahal kemarin ada lulusan lumanyan keren. Dia tidak sadar, kalau masuk jalur khusus.
"Bu, Tari. Silahkan ke atas. Langsung ke ruangan Presdir."
Tari melotot. Kenapa ke ruangan Presdir.
"Maaf, ruangan siapa ya?"
"Presdir."
Tari mendadak seperti orang bingung.
"Apa ada yang ditanyakan lagi?"
"Tidak!" Tari menggeleng lalu menuju lift.
Saat sudah di depan ruangan Presdir, Tari kok ngeri.
"Sebenarnya kerjaku apa? Apa presdirnya sudah rentah? Sehingga butuh sekertaris ala kadarnya sepertiku?" gumam Tari yang berkecil hati karena sering di-bully sang suami, mertua dan saudara iparnya masalah penampilan.
Tok tok tok
"Masuk!"
Tari mengetuk pintu sebelah masuk, dia melihat sekeliling. Kelihatan ragu saat akan masuk. Sampai terdengar suara sautan dari dalam sana yang tidak asing di telinga.
Tok ... tok ...
Ia memastikan dan mengetuk pintu lagi.
"MASUKLAH!"
Tari mundur. Suara yang tidak asing. Ia pun membuka pintu dengan ragu.
KLEK
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments
arrae
suami di rumah malah nambah kerjaan istri 🤣 tambah ngambilin makan, rapiin handuk siapin pakaian, kalau suami gk di rumah yg diurus cuma anak n beberes rumah
2023-07-30
4
weny
di perusahaannya rio kyy trus tu asisten rio x y
2023-06-10
0
nadia
kadang aku iri liat istri orang yg masi bisa bekerja punya banyak teman di tempat kerjanya tdk seperti aku yg 24 jam cuma di dlam rumah
2023-06-03
0