Istri Kesayangan Tuan Pram
Siapa yang tidak mengenal Pramudya, salah satu pewaris Antasena Grup yang memiliki anak perusahaan di mana-mana. Tidak hanya di Indonesia, Anatasena Grup telah mengembangkan sayapnya hingga mancanegara. Terutama sejak berada di bawah kepemimpinan Pramudya, Antasena Grup telah merambah ke pasar Eropa dan Amerika. Di usia yang baru menginjak angka 29, Pramudya sungguh telah menyita seluruh perhatian publik.
Tampan, kaya, bergelimang harta ... siapa yang tidak tergila-gila kepadanya? Mulai dari supermodel kelas dunia, artis-artis cantik yang seksi dan menggoda, hingga anak-anak dari para rekan bisnisnya rela mengantri hanya agar bisa naik ke atas ranjangnya. Sayangnya, Pram—begitu biasa Pramudya dipanggil—tidak tertarik sama sekali. Baginya, tidak ada yang lebih menyenangkan daripada memenangkan tender dan membuka anak perusahaan di seluruh dunia.
Gedung utama Antasena Grup berada di pusat Kota Jakarta, berdiri megah di antara gedung pencakar langit Kota Jakarta yang padat. Dengan bangunan yang didominasi oleh warna hitam, gedung Antasena Grup bediri dengan megah, tinggi menjulang di antara gedung-gedung pencakar langit lainnya.
Kantor Pram berada di lantai yang paling tinggi, tepatnya di lantai 102. Dengan lahan seluas 500 meter yang didesain minimalis bernuansa hitam dan abu-abu, kantor itu benar-benar memberi kesan arogan dan mendominasi.
Pagi itu, Pram sedang berada di kantornya seperti biasa. Ia harus memeriksa beberapa laporan yang baru saja diberikan Kikan, sekretarisnya. Ada tender hotel baru di Singapura yang harus ia pelajari. Ia tidak ingin salah langkah dan menderita kerugian jika tidak teliti dalam melihat celah sekecil apa pun itu.
Saat Pram baru saja menggulung lengan bajunya dan hendak mengambil secangkir kopi di atas meja, terdengar suara ketukan di pintu yang tidak terlalu keras, juga tidak terlalu pelan.
Pria itu mengabaikan suara ketukan di pintu. Ia menyesap kopinya perlahan, lalu menumpu tubuhnya dengan kedua lengan yang kekar di atas meja. Ekspresi wajahnya tiba-tiba berubah jelek. Kopi itu terasa manis, padahal ia sudah meminta Kikan untuk membuatkannya secangkir kopi pahit tanpa gula.
Pram hendak mengambil ekstension dan menghubungi Kikan, tapi suara ketukan itu terdengar lagi.
“Masuk!” seru Pram kesal. Sekarang ekspresi wajahnya benar-benar terlihat menyeramkan.
Tak lama kemudian, muncul seorang gadis berambut pendek sebahu yang menatap ke arah Pram dengan takut-takut.
“Maaf, Pak, itu ....” Gadis itu menatap ke arah cangkir kopi di tangan Pram. “Maaf, tadi saya salah membuatkan kopi untuk Bapak, saya lupa kalau—“
“Jadi kopi ini kamu yang buat?” sela Pram dengan ketus. Sepasang mata elangnya seolah sedang menatap mangsa, tajam dan mengintimidasi.
“I ... iya, Pak ... maaf, akan saya buatkan—“
“Siapa namamu?”
“A .. apa? Oh ... sa .. saya ... eng, nama saya Freya.” Gadis itu terlihat benar-benar gugup sekarang. Desas-desus mengenai bosnya yang kejam dan galak membuat nyalinya menciut. Ia tidak ingin dipecat di hari pertamanya bekerja.
Pram menatap gadis itu dari atas sampai bawah. Penampilannya biasa saja. Tidak mewah tapi juga tidak terlalu buruk. Kulitnya meski tidak terlalu putih tapi terlihat bersih. Gadis itu memiliki sepasang mata bulat dan bersinar, menatap ke arahnya dengan takut-takut sambil menggigiti bibir yang tidak dipoles pewarna.
Pram merasa sedikit puas karena gadis itu tidak memakai riasan yang berlebihan seperti office girl sebelumnya. Selain itu, tidak ada aroma parfum yang menyengat yang membuatnya ingin bersin setiap saat. Dilihat dari penampilan itu, Pram menebak mungkin gadis itu berusia 19 atau 20 tahun.
Di sisi lain, jantung Freya sudah hampir berhenti berdetak karena ditatap sedemikian rupa oleh atasan barunya. Benar-benar menakutkan! Pria di hadapannya itu bahkan lebih menakutkan dibandingkan rumor yang digosipkan oleh orang-orang!
“Kamu office girl baru yang direkomendasikan oleh Kikan?”
“I-iya, Pak.” Freya memilin ujung kemejanya dan menunduk. Tatapan Pramudya Antasena benar-benar membuatnya sesak napas.
“Apa Kikan tidak mengajarimu sebelumnya?”
“Eng ... sudah, tapi saya—“
“Gajimu dipotong 50 persen,” sela Pram dengan dingin. Ia tidak suka memiliki bawahan yang ceroboh.
“A ... apa?!” Freya mendongak dan mentatap atasannya dengan tidak percaya. “Ta ... tapi saya kan—“
“Tujuh puluh persen!”
Freya menggigit bibir dan mengepalkan tangannya erat-erat. Ia baru bekerja satu hari dan gajinya langsung dipotong 70 persen! Bosnya ini benar-benar seorang lintah darat!
Gadis itu mencibir dan memaki dalam hati. Pantas saja pria itu kaya raya! rupanya dari memeras keringat pegawai rendahan seperti dirinya. Huh! Dasar tidak tahu malu!
“Kenapa memelototiku seperti itu? Pergi buatkan kopi yang baru!” Entah mengapa tiba-tiba Pram merasa kesal melihat ekspresi pelayan baru di hadapannya itu. Dilihat dari gelagatnya, sepertinya gadis itu sedang memakinya dalam hati. Tidak tahu diri!
“Ba ... baik ....” Freya membalikkan badan dan meninggalkan ruangan sang CEO dengan langkah tergesa. Ia takut jika berdiri lebih lama di sana dam menyinggung atasannya itu lagi, mungkin gajinya akan dipotong sampai habis!
Baru saja Pram ingin memeriksa lembar laporannya, kembali terdengar suara ketukan yang keras dan terburu-buru. Ia mengalihkan tatapannya ke pintu. Tidak mungkin ‘kan gadis itu sudah selesai membuat kopi secepat itu?
Sedetik kemudian, muncul wajah seorang pria yang memakai jas biru tua dengan potongan rambut model spike.
“Pram, kamu harus baca ini!” seru pria itu dan menghambur ke arah Pramudya. Ia duduk di kursi yang berhadapan dengan Pram, kemudian menyodorkan ponselnya ke arah pria itu.
“Apa yang membuatmu seperti dikejar setan, Bayu?” Pram menatap wakil CEO yang juga merupakan sahabatnya itu sambil mengangkat alisnya.
Berbanding terbalik dengan Pram, Bayu memang lebih ceplas-ceplos, tidak sabaran, dan sedikit kekanakan.
“Cepat baca,” desak Bayu.
Dengan sedikit malas Pram mengambil ponsel Bayu dan membaca pesan yang membuat sahabatnya itu panik. Tak lama kemudian, keningnya berkerut dalam.
“Apa maksud semua ini?” tanya Pram.
“Apa lagi? Tentu saja si Tommy brengsek itu ingin merebut semua harta warisanmu!”
Pramudya mencibir dan tertawa sinis. Tommy adalah saudara tirinya. Lebih tepatnya, kakak tirinya. Ketika Pram berusia 7 tahun, ayahnya membawa pulang seorang wanita simpanan dan anak laki-laki yang lebih tua dua tahun darinya. Ibu Pram tidak dapat menerima pukulan itu sehingga jatuh sakit.
Ibunya tidak dapat menerima goncangan batin sehingga kesehatannya memburuk dengan cepat, lalu meninggal tiga bulan kemudian. Sejak saat itulah Tari Paramita—sang wanita simpanan—berubah menjadi Nyonya Antasena. Tentu saja Tari bersikap seolah ia adalah seorang ratu tanpa mengindahkan masa lalunya sebagai perusak rumah tangga orang lain.
Tari hidup bahagia bersama suami baru dan anaknya, sesekali berusaha menampilkan citra sebagai ibu tiri yang baik bagi Pram. Namun, di dalam hati Pram, dendam akan kematian ibunya tidak akan pernah terhapuskan oleh sikap palsu ibu tirinya.
Meskipun Tommy tidak bersikap menyebalkan dan tidak menggangunya ketika mereka masih kecil, tapi Pram bisa merasakan bahwa sikap saudaranya itu penuh dengan kepalsuan. Tommy selalu tersenyum sepanjang waktu, bersikap sangat baik dan penurut di hadapan ayah mereka. Namun, Pram sering mendengar dari para pelayan bahwa Tommy sangat kasar dan suka memukul jika ada pelayan yang membuat kesalahan. Sayangnya, Pram tidak pernah mendapati sendiri tingkah saudaranya itu sehingga tidak memiliki bukti. Selain itu, ia masih terlalu kecil saat itu.
“Tommy itu seperti ular beludak, menyelinap di mana-mana dan meninggalkan bisanya yang beracun. Dia tidak memiliki kemampuan apa pun selain menjilat dan mengadu domba. Menjijikkan,” ejek Pram seraya membolak-balik halaman laporan di atas meja. “Coba saja kalau dia mampu mengalahkanku.”
“Pram, kali ini cukup serius. Aku dengar Tommy berencana untuk menikahi Anisa, putri dari salah satu konglomerat pemilik bisnis property yang menggurita hingga ke mancanegara. Jika dia berhasil menikahi wanita itu, maka otomatis 20 persen saham peninggalan ayahmu akan jatuh ke tangannya.”
Ucapan Bayu berhasil menarik minat Pram. Usianya dan Tommy memang hanya terpaut dua tahun. Dan sesuai surat wasiat yang ditinggalkan oleh ayahnya, siapa pun yang lebih dulu menikah dan berhasil mengembangkan Antasena Grup maka berhak menjadi satu-satunya pewaris yang sah.
Saat ini posisinya sebagai CEO memang terlihat menjajikan. Akan tetapi, jika Tommy berhasil melakukan manuver dan mendapatkan saham tambahan sebanyak 20 persen, maka sudah jelas posisi mereka akan bertukar tempat. Bajingan itu akan menjadi CEO sedangkan ia sendiri hanya akan menjadi seorang Direktur.
Entah apa yang akan dilakukan oleh Tommy jika berhasil mendapatkan jabatan sebagai CEO. Mungkin dia akan menjual semua saham kepada pihak lawan, atau memecat semua orang lama yang telah bekerja di perusahaan sejak kedua orang tua mereka masih ada.
Pram menyugar rambutnya dengan kasar dan menatap Bayu.
“Apa saranmu?” tanyanya dengan wajah serius.
Bayu berdeham dua kali sebelum menjawab, “Kamu harus menikah lebih dulu.”
“Apa?!” Pramudya Antasena berdiri dari kursinya secara tiba-tiba sehingga benda itu hampir terjungkal. “Apa kamu sudah gila?”
“Hanya itu cara yang paling cepat dan efetif, Pram.”
Pramudya ingin membantah, tapi dia tahu ucapan Bayu barusan sangat masuk akal. Ia kembali duduk dengan lemas sambil bergumam, “Menikah dengan siapa. Kamu tahu aku tidak punya kekasih.”
“Eng ... ada begitu banyak wanita yang bersedia ditiduri olehmu. Pilih salah satu saja,” jawab Bayu seraya menyeringai lebar.
Pramudya mengambil pulpen dan melempar kepala Bayu. “Dasar sinting. Kenapa tidak kamu saja yang pergi tiduri mereka?”
Bayu ingin membuka mulut dan membalas ucapan itu, tapi disela oleh suara ketukan di pintu. Tak lama kemudian, Freya muncul sambil memegang nampan berisi secangkir kopi.
Bayu menatap gadis itu lekat-lekat. Meski berpenampilan sederhana dan biasa saja, gadis itu terlihat cukup anggun dan menawan.
“Hapus air liurmu,” tegur Pram dengan suara rendah. Ia kesal sebab Bayu selalu tidak bisa menahan diri setiap kali melihat gadis muda yang cantik.
Tunggu. Apakah dirinya baru saja mendeskripsikan gadis itu dengan sebutan cantik?
Pram mengerjap satu kali dan menatap si gadis pelayan.
Yah ... gadis itu memang cukup cantik ... apalagi jika didandani dengan perhiasan dan pakaian bermerk.
Pemikirannya itu membuat Pramudya Antasena mengulum senyum. Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
VS
pengin buka laci meja kerja, ada brp lusin persediaan pulpen, bahan lempar ke Bayu wkwkwkw
2024-02-19
1
VS
bakal nyonya tu Pram
2024-02-19
1
VS
maniss... kayak aku Pram 😆
2024-02-19
1