“Permisi, Pak,” sapa Freya seraya meletakkan cangkir kopi ke atas meja. “Maaf, saya tidak tahu jika Bapak ada tamu. Akan saya—“
“Apa aku terlihat setua itu?”
“Eh?” Freya menatap atasannya dengan bingung. Mengapa pria itu tiba-tiba bertanya seperti itu?
“Kapan aku menikahi ibumu?” cetus Pram lagi dengan wajah cemberut. Wanita lain akan tergila-gila dan memujinya untuk menarik perhatiannya, tapi gadis pelayan ini malah selalu membuatnya kesal tanpa alasan yang jelas.
“Pfft ....” Tawa Bayu hampir meledak, tapi ditahannya sekuat tenaga. Ia membungkam mulutnya ketika melihat Pram melirik ke arahnya dengan sinis.
“Kenapa memanggilku dengan sebutan ‘Bapak’?” cecar Pram lagi. Entah mengapa ia tiba-tiba kesal dipanggil seperti itu.
“Ap ... apa?” Freya semakin kebingungan. Ia menatap pria yang duduk di depan Pramudya dengan harapan akan bisa mendapat petunjuk apa maksud pertanyaan tidak masuk akal itu. Namun, sayangnya pria itu sama sekali tidak terlihat akan membantu.
Freya menggigit bibir dan memilin ujung bajunya, pertanda kalau dia sedang benar-benar gugup.
“Kamu mau gajimu tidak dipotong bulan ini?”
“Eh?” Freya mengerjap cepat dan menatap sang CEO lagi. Bagaimana bisa seorang pria memiliki mood yang seperti angin topan? Berubah-ubah sepanjang waktu.
“Cepat bilang, mau tidak?”
“Mau!” jawab Freya cepat. Tentu saja ia mau. Ia membutuhkan uang untuk mendaftar kuliah.
“Kalau begitu, menikahlah denganku.”
“Apa?!” seru Freya dan Bayu bersamaan. Keduanya saling memandang, lalu menatap Pramudya Antasena seolah tiba-tiba pria itu telah kehilangan kewarasannya.
“Kenapa?” tanya Pram seraya menatap Bayu. “Bukankah kamu yang menyarankan agar aku segera menikah?”
“Iya. Tapi—“
“Tapi apa? Toh, ini hanya kamuflase saja. Aku tidak benar-benar ingin menikah, hanya berjaga-jaga agar Tommy tidak merebut apa yang menjadi hakku.”
“Tapi ....” Bayu ingin mengatakan bahwa ada banyak wanita yang lebih cantik, lebih menarik, dan lebih menawan untuk dinikahi ... bukannya seorang office girl. Akan tetapi, saat melihat ekspresi wajah gadis di sebelahnya yang tampak sangat menyedihkan dan menderita, Bayu menelan kembali semua ucapannya itu.
Freya terlihat sangat syok dan terpukul karena kata-kata Pramudya yang sangat frontal barusan. Dia hanya ingin menikah untuk menjaga hakknya. Benar-benar konyol. Freya berusaha menelan ludahnya yang tiba-tiba terasa getir.
“Kamu atur sajalah. Aku akan mencarikan seorang pengacara untuk kalian,” ucap Bayu pada akhirnya.
“Tu ... tunggu dulu, Pak. Apa ... apa maksudnya ini?” Freya merasa otaknya sudah hampir gosong. Mengapa nasibnya bisa sial sekali di hari pertamanya bekerja? Selain itu, mengapa ia selalu tergagap-gagap ketika berbicara dengan pria itu?
Sangat memalukan! Freya, tergarlah! Kamu harus kuat agar tidak mudah ditindas! Meskipun miskin, kamu harus memiliki harga diri!
Freya mengepalkan tangannya dan bertekad untuk menjadi lebih berani menghadapi bosnya yang arogan itu.
“Kamu menikah denganku, aku akan membiayai hidupmu. Setelah menikah tidak perlu kerja lagi. Bagaimana?” Pram menatap Freya lekat-lekat. “Apa kamu kuliah?”
Freya menunduk ketika tatapannya bertemu dengan sepasang mata obsidian milik bosnya. Aiiih ... apanya yang tegar dan kuat? Freya langsung merasa lemas dan ingin pingsan saat itu juga.
“Ng ... itu ....” Freya memilin jemarinya dan melanjutkan dengan ragu-ragu, “Saya hanya tamat SMA, Pak.”
“Pak?”
“Eh, eng ... anu ....” Freya menatap Pramudya Antasena dengan wajah memelas. “Saya harus memanggil Bapak dengan sebutan apa?”
Pramudya tertegun. Sekarang dia ikut bingung. Gadis itu harus memanggilnya dengan sebutan apa?
Kak?
Mas?
Om?
“Panggil saja kakek,” celetuk Bayu, lalu terkekeh hingga air matanya keluar.
“Diam kamu!” seru Pram gusar. Ia memelototi sahabatnya sebentar, lalu kembali bersikap serius dan menatap Freya. Sudahlah, biarkan saja gadis itu memanggilnya dengan sesuka hati. Toh, itu tidak akan berpengaruh apa pun terhadap status mereka.
Pramudya menatap Freya dengan serius sambil berkata, “Setelah menikah, aku akan membiayai kuliahmu, juga membelikanmu rumah dan sejumlah uang bulanan sebagai kompensasi. Nanti sebutkan saja nominalnya dalam perjanjian pra nikah.”
“A ... a ... apa?” Freya benar-benar terguncang. Ia menatap lurus ke manik Pram yang tajam dan tak tergoyahkan, mencoba mencari sedikit celah di sana yang membuktikan bahwa pria itu hanya sedang bercanda atau ingin mengerjainya karena kopi yang telalu manis tadi.
“Bapak tidak sedang mempermainkan saya, bukan?” tanyanya dengan ekspresi ragu-ragu.
Pramudya mencibir. “Untuk apa mempermainkanmu? Apa yang bisa aku dapatkan dengan mempermainkanmu? Uang? Saham?”
Freya tertunduk. Bahunya merosot lesu. Ucapan itu meski terdengar kejam tapi sangat masuk akal. Apa yang ingin didapatkan oleh seorang jutawan dari gadis miskin seperti dirinya?
“Maaf, saya hanya terkejut,” gumamnya pelan. “Ini terlalu tiba-tiba ... kita baru bertemu satu kali, bagaimana—“
“Mau atau tidak?” desak Pram. Ia melirik jam di pergelangan tangannya dengan tidak sabar. “Aku ada rapat ... lima menit lagi. Kalau kamu tidak mau—”
“Saya mau!” Freya berseru dengan lantang. “Saya bersedia untuk menikah dengan Bapak!”
Persetan dengan harga diri! Jika ia bisa mendapatkan uang dengan mudah, kenapa harus bersusah payah? Walaupun status pernikahan itu hanya pura-pura, anggap saja sedang melakukan kerja sama. Pria itu membutuhkan pasangan, dan ia membutuhkan uang. Anggap saja simbiosis mutualisme. Ya, anggap saja begitu.
Melihat wajah Pram yang berubah jelek karena dipanggil dengan sebutan “bapak” membuat Bayu tak bisa menahan tawanya.
“Selamat, ya. Bapak akhirnya menikah juga,” ledeknya, kemudian kembali terpingkal-pingkal.
Pram mendesis marah, “Enyah!”
“Pffft ... a-ha-ha-ha ... baik, Pak. Saya akan segera menghubungi pengacara untuk mengurus pernikahan Bapak.”
“Brengsek! Pergi sekarang!” Pram bangun dan hendak menendang bokong sahabatnya, tapi pria itu sudah lebih dulu melarikan diri ke pintu.
Sambil terus tertawa, Bayu keluar dari kantor itu, menyisakan Pram dan Freya yang saling menatap dengan canggung.
“Apa yang kamu tunggu di sini?” tanya Pram ketus. Ia kesal karena panggilan gadis itu membuatnya digoda habis-habisan oleh Bayu.
“Oh ... eh ... saya ....” Freya yang sedang mengamati wajah Pram langsung buru-buru mengalihkan tatapannya dengan gugup. “Kalau begitu saya keluar dulu, Pak.”
Gadis itu langsung melarikan diri sebelum Pramudya menjawab ucapannya.
“Aduh, jantungku ...,” gumam gadis itu begitu berada di luar kantor Pram. Jantungnya seolah melompat dan tersangkut di tenggorokannya. Ia megap-megap hampir kehabisan napas.
Mimpi apa dirinya semalam? Bagaimana bisa seorang yatim piatu sepertinya, gadis biasa yang tidak berpendidikan dan tidak memiliki apa-apa ... bagaimana bisa ia bersanding dengan seseorang yang terbiasa berada di puncak piramida?
Tiba-tiba Freya merasa ingin pingsan. Ia pasti sudah gila karena mengiyakan permintaan Pramudya Antasena barusan.
Haish ....
Salah siapa tawaran dari pria itu terlalu menggiurkan? Mana bisa ia menolak kesempatan yang mungkin hanya datang satu kali dalam hidupnya itu?
Sudahlah ... jalani saja, Freya. Anggap ini jackpot. Bukankah kamu ingin kuliah dan memiliki masa depan yang lebih baik? Mungkin saja pernikahan ini tidak bertahan lama. Asal kamu belajar dengan sungguh-sungguh, kamu bisa menjalani kehidupanmu dengan nyaman ke depannya.
Sekejap kemudian, seulas senyum tipis muncul di wajahnya. Ia bersandar di pantry dan menyeringai semakin lebar. Gadis itu sama sekali tidak menyadari bahwa seseorang sedang mengawasi semua gerak-geriknya itu dari mesin CCTV yang terpasang di sudut atas ruangan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
VS
masa dipanggil ibu ?
2024-02-19
1
VS
tua tua kelapa kok pak, makin bersantan #eh
2024-02-14
1
VS
kak Bayu.. aku pasrahkan diriku padamuuu
Karyamu TOP MARKOTOP
2024-02-12
2