Pramudya sedang fokus membaca setumpuk laporan yang baru saja diberikan oleh Kikan. Di dekat sofa yang biasa digunakan untuk menyambut rekan bisnisnya, Bayu berjalan mondar-mandir sambil menggumamkan ocehan yang tidak jelas.
Entah apa yang sedang dipikirkan oleh sahabatnya itu. Suara langkah kakinya yang berputar-putar bergema dalam kantor, membuat Pram mengernyit dan memijit keningnya yang sudah hampir pecah karena pening. Pekerjaannya sudah cukup banyak, alih-alih membantu, Bayu justru membuatnya semakin sakit kepala.
"Apa yang sedang kau lakukan? Tidak ada kerjaan?" tanya Pramudya, akhirnya tidak sabar menghadapi sikap Bayu yang menurutnya sangat menggangu. Saat ini ia benar-benar sangat ingin menyendiri, memikirkan langkah selanjutnya yang harus dilakukan untuk mengalahkan Tommy.
"Ah ... abaikan saja aku," jawab Bayu. "Anggap saja aku adalah udara di sekitarmu yang tidak terasa kehadirannya."
"Ck!" Pramudya berdecak sebal." Jangan bertele-tele, katakan saja apa yang sedang kau pikirkan."
"He-he-he .... Apakah terlihat dengan begitu jelas?" tanya Bayu. "Tidak, maksudku apakah terdengar dengan begitu jelas?" ralatnya lagi cepat-cepat.
"Kau berputar seperti itu, melihatnya membuatku sakit kepala. Cepat katakan apa yang kau inginkan dan enyah dari sini."
Bayu termenung, mengapa lidah tajam sahabatnya tak juga berubah? Ia mendesah keras-keras, sengaja agar Pramudya bisa mendengarnya dengan jelas.
"Apakah keputusanmu untuk menikahi gadis office girl itu tidak terlalu buru-buru?" Bayu berjalan mendekat dan menduduki kursi tepat di sisi kanan Pramudya Antasena.
"Perjanjian pranikah sudah ditetapkan. Gedung dan segala sesuatu sedang disiapkan. Apa lagi yang kau khawatirkan?"
"Kau tahu bukan itu maksudku ...." Lagi-lagi Bayu mendesah panjang sebelum melanjutkan, "Kamu bisa saja melukai dia kemudian hari, atau justru sebaliknya, dia yang membuatmu terluka. Kalian tidak saling mengenal dengan baik. Sebagai sahabat yang sudah hampir seperti saudaramu, aku tidak ingin melihatmu melakukan kesalahan dan menyesal di kemudian hari."
Pramudya terdiam cukup lama setelah mendengar penuturan Bayu. Sejujurnya, sekarang ia juga sudah merasa sedikit menyesal karena terlalu impulsif dalam mengambil keputusan. Namun, ego dan harga dirinya terlalu tinggi untuk dijatuhkan.
Ia sudah memutuskan untuk menikahi gadis itu, tidak mungkin menarik ucapannya kembali. Apa yang akan dikatakan orang-orang jika sampai berita ini tersebar keluar? Apa yang akan terjadi jika rekan bisnisnya mengetahui skandal ini? Mau ditaruh di mana wajahnya? Reputasinya bisa hancur dalam sekejap.
Oleh sebab itu, meskipun menyesal juga sudah tidak ada yang bisa ia lakukan lagi. Hanya bisa berjalan maju sesuai rencana. Kalaupun ia dan gadis itu tidak cocok, ia bisa mengajukan cerai setelah satu tahun pernikahan.
"Masih ada waktu jika kau ingin mengubah keputusanmu," ujar Bayu lagi, "Jangan sampai—"
"Aku mengerti," sergah Pramudya. "Terima kasih atas perhatianmu, tapi keputusanku sudah bulat, aku tetap akan menikahi gadis itu. Masalah yang kau khawatirkan tidak akan terjadi, aku pasti memiliki cara untuk mengatasinya."
"Baiklah jika keputusanmu sudah bulat." Bayu menatap Pramudya lekat-lekat sebelum mengajukan pertanyaan, "Mengenai gadis itu, apakah kamu ...."
"Tertarik kepadanya?"
"Ya. Apakah kau menyukainya?"
"Tidak," jawab Pramudya tanpa menunjukkan perubahan ekspresi sama sekali. Berapa banyak wanita cantik dan menarik yang pernah ia lihat? Office girl itu tidak ada apa-apanya.
"Benarkah? Tapi sikapmu tadi—“
"Tidak seperti biasanya? Sudah kubilang, gadis yang polos dan tidak punya latar belakang yang kuat lebih mudah dikendalikan. Sangat menyusahkan jika harus mengajukan proposal semacam ini dengan para wanita kaya yang memiliki pendukung seperti keluarga yang kuat. Mereka tidak mudah diajak kompromi. Sangat menjengkelkan."
"Begitu rupanya." Bayu manggut-manggut, sudut bibirnya sedikit tertarik ke atas. "Rasa penasaranku sudah terjawab. Aku kira itu karena kamu menyukai gadis di bawah umur."
"Dasar tukang gosip! Sepertinya kamu benar-benar kurang kerjaan. Aku akan—"
“Ah! Tidak ... tidak ... aku pergi sekarang. Tidak akan mengganggumu lagi.”
Pramudya menatap Bayu dengan penuh ancaman. “Cepat pergi sebelum aku berubah pikiran dan mengirim kamu untuk mengurus proyek hotel di Karibia.”
Bayu menyeringai kaku. Ia mengabaikan raut wajah Pramudya yang lebih gelap dari pantat panci. Biar bagaimana pun, tingkah sahabatnya itu cukup mencurigakan. Pramudya Antasena tidak pernah gegabah dalam mengambil keputusan.Ia cukup curiga sahabatnya itu memang menyukai tipe gadis di bawah umur, seperti sekuntum bunga yang baru mekar dan polos.
“Apa yang sedang kamu pikirkan? Masih tidak mau pergi?” Pramudya melotot dan melempar Bayu dengan pulpen.
“Aku pergi ... aku pergi sekarang! Jangan lupa, nanti malam kamu harus pergi mengukur baju di The Wedding Gown. Aku sudah membuat janji dengan Valentina!”
"Berisik! Tutup mulutmu dan keluarlah!”
Bayu terbahak, ia mengangkat kedua tangannya di udara dan berjalan menuju pintu. Namun, tiba-tiba ia membalikkan tubuh dan berkata, "Kamu yakin tidak memilih gadis itu karena dia masih polos dan mudah ditipu?"
“Enyah!” Pram meraung dan hampir menerjang dari balik meja kerjanya.
Bayu terbahak dan buru-buru menghilang di balik pintu sebelum singa jantan itu menyerang dan mencabik-cabiknya tanpa ampun. Berhasil membuat Pramudya kehilangan ketenangannya adalah hal yang sangat menyenangkan.
Bayu merasa ia berhasil melakukan pencapaian terbesar dalam hidupnya hanya dengan melihat Pramudya mengamuk dan ingin menelannya hidup-hidup. Sahabatnya itu terlalu kaku, ia takut Pram akan mati muda karena serangan jantung.
“Yah ... mari berharap gadis polos itu bisa mengubah si gunung es menjadi manusia yang normal,” gumamnya seraya bersenandung pelan, kembali ke kantornya yang bersebelahan dengan kantor CEO.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
VS
pulpennya Pilot kan bang, jangan Aurora Diamante Fountain kau lempar
2024-02-14
1
VS
1 th ?
di perjanjian pranikah tertulis 6 bln
2024-02-12
2
VS
ikut berharap 🙌
2024-02-12
1