Ketika Pak Brata membaca tulisan Freya, dia mengulum senyum. Pria itu membetulkan letak kacamatanya dan menambahkan syarat yang ditulis Freya ke dalam catatan perjanjian pra nikah.
"Ada lagi, Nona?" tanya Pak Brata.
“Tidak ada, itu sudah cukup,” jawab Freya.
"Kalau tidak ada lagi yang ingin kau tambahkan, Pak Brata akan melegalkan surat perjanjian ini," kata Pram.
"Ya. Semua sudah cukup."
“Baik. Kalau begitu silakan tanda tangan di sini.” Pak Brata menyerahkan salinan kepada Pramudya dan Freya untuk ditandatangani.
"Aku sudah mengatur agar pernikahan kalian bisa dilakukan minggu depan," ucap Bayu yang kini sudah duduk di sebelah Pram.
“Apa?” Freya melotot. “Secepat itu?”
“Iya. Memangnya kamu pikir kapan?” balas Bayu.
“Saya ... eng, saya pikir ....” Freya menelan ucapannya saat melihat tatapan tidak suka yang diberikan oleh Pramudya. “Saya akan mengikuti pengaturan dari Bapak, tapi ... saya tidak punya wali ... saya yatim piatu ....”
“Itu bisa diatur. Kamu hanya perlu mempersiapkan diri untuk menjadi pengantinku saja,” ucap Pram.
“Jangan lupa, kalian harus mencari cara untuk membuat pernikahan ini terlihat masuk akal,” timpal Bayu seraya tersenyum penuh arti.
Tentu saja Freya mengerti apa maksudnya. Orang-orang pasti akan bertanya-tanya, bagaimana bisa seorang gadis miskin seperti dirinya menikah dengan salah satu pewaris Antasena Grup yang sangat hebat itu?
“Itu ... saya ....”
“Sudahlah. Aku yang akan mengatur semuanya.” Pram menoleh ke arah Bayu dan memberi tatapan mengintimidasi, seolah memperingatkan pria itu agar tidak berbicara macam-macam lagi.
“Oke ... oke, jangan cemas, aku akan membantu,” ucap Bayu sambil mengangkat kedua tangannya ke udara.
“Sekarang keluarlah, aku masih ada urusan,” ucap Pramudya kepada Freya.
“Baik, kalau begitu saya permisi.” Freya bangkit dan meninggalkan ruangan itu.
Setelah Freya pergi, Pak Brata pun pamit setelah berpesan agar Pramudya menghubunginya kapan saja jika ada hal-hal yang harus direvisi.
Setelah hanya tersisa hanya mereka berdua di dalam kantornya, Pram menatap Bayu dan bertanya, "Kamu sudah menyelidiki latar belakang gadis itu?"
"Namanya Freya, orang tuanya tidak diketahui. Dia ditemukan di depan panti asuhan Kasih Ibu saat masih bayi," jawab Bayu. "Usianya sekarang baru dua puluh satu tahun.”
“Hanya Freya?” Pram mengerutkan kening. Nama macam apa itu? Singkat, padat, dan tidak jelas.
“Ya.”
"Pendidikan?"
“Tamat SMA pada usia delapan belas, lalu keluar dari panti dan mengontrak di tempat yang biasa saja. Tiga tahun terakhir dia bekerja sebagai penjaga toko dan baru saja bekerja di sini sebagai office girl untuk menabung dan melanjutkan kuliah."
“Ada lagi?”
“Untuk sementara hanya itu yang aku dapatkan.”
Pramudya terdiam dan merenung. Usia gadis itu baru 21 tahun, apa tidak terlalu muda?
"Kamu yakin ingin menikah dengannya?" tanya Bayu.
“Apa maksudmu?”
“Maksudku ... ada banyak wanita berpendidikan dan ‘berkelas’ yang bisa kau nikahi.”
“Ck. Wanita-wanita seperti itu akan terlalu merepotkan. Mereka manja dan penuh trik. Sedangkan gadis yang polos dan tidak punya apa-apa lebih mudah diatur dan tidak banyak menuntut.”
“Kamu yakin? Bagaimana kalau gadis pelayan itu juga memiliki niat tersembunyi padamu?”
Pramudya melotot kesal. “Itu sebabnya aku memintamu untuk memeriksa latar belakangnya!”
“Ehehehe ... oke ... oke, jangan marah lagi. Aku akan mengabari kamu secepatnya jika ada keanehan atau kejanggalan dari gadis itu.”
“Hm. Bagaimana dengan persiapan pernikahan?”
“Aku sudah memesan paket pernikahan VVIP di The Chambers untuk pekan depan. Kapan kalian akan pergi mengukur baju pengantin?”
“Kamu atur sajalah. Segera hubungi Victoria.”
“Oke.” Bayu mencatat semua permintaan Pramudya dalam ponsel.
“Undang semua rekan bisnis kita, termasuk yang dari luar negeri.”
“Hm. Akan aku atur. Oh, bagaimana dengan skenario ‘perkenalan’ kalian? Orang-orang pasti akan curiga jika pernikahan ini diadakan tiba-tiba tanpa latar belakang yang kuat.”
Pramudya menyugar rambutnya dengan kesal. Semua ini gara-gara Tommy. Jika saja kakaknya itu tidak berulah, ia pasti bisa menikmati hidupnya dengan tenang.
Ketika ayahnya meninggal lima tahun lalu, Pram bisa melihat ada senyuman samar yang muncul di sudut bibir Tommy ketika berada di pemakaman. Hal itu membuat Pram curiga dan memerintahkan semua anak buahnya untuk memeriksa kecelakaan mobil yang merenggut nyawa ayahnya.
Akan tetapi, tidak ditemukan bukti apa pun yang mengaitkan kejadian itu dengan Tommy. Pram kesal, tapi ia tidak bisa melakukan apa pun. Anggap saja lima tahun lalu ia terlalu naif dan Tommy jauh lebih unggul sehingga mampu merenggut nyawa ayahnya. Namun, sekarang ia akan melakukan apa pun untuk memblokir semua tindakan saudara tirinya yang semena-mena.
Sejak ayah mereka meninggal, Tommy mulai menunjukkan sikapnya yang ambisius. Pria itu selalu bersikap baik di depan Pram, tapi siapa yang tidak tahu isi hatinya yang sebenarnya. Tommy selalu memandang Pram dengan tatapan yang meremehkan, juga diam-diam mendekati para pemegang saham dan dewan direksi. Pram bukannya tidak tahu semua itu. Ia hanya sedang menunggu saat yang tepat untuk menjatuhkan saudara tirinya itu.
“Pram?” panggil Bayu.
“Hm.”
“Apa yang sedang kamu pikirkan? Aku sudah memanggilmu sampai mulutku berbusa.”
“Apa Tommy sudah mendengar rencana pernikahanku ini?”
“Aku belum memberitahukan apa pun kepadanya. Entah kalau dia mendengarnya dari orang lain atau dari mata-matanya yang ada di mana-mana.”
Bayu terdiam sejenak dan menatap sahabatnya lekat-lekat.
"Ada apa?" tanya Pramudya.
"Kamu sudah yakin dengan pernikahan ini, kan? Meski hanya pura-pura, tapi ... kamu tidak ingin menghubungi--"
"Tidak perlu. Jangan sebut namanya di depanku," sela Pramudya.
Bayu menghela napas pelan.
"Baiklah ...," ucapnya dengan lemah. Tidak ada yang bisa menyaingi keras kepala seorang Pramudya Antasena.
Pramudya mengabaikan ekspresi Bayu yang jelek itu dan berkata, “Perketat keamanan. Awasi setiap pergerakannya. Kirim orang untuk mengawal gadis pelayan itu. Jangan sampai terjadi apa pun hingga upacara pernikahan selesai.”
“Oke. Aku akan mengurusnya untukmu. Jangan khawatir.”
“Hm.”
“Kalau begitu aku pergi dulu.” Bayu bangkit dan berjalan menuju pintu. “Kabari aku kalau ada apa-apa.”
“Bayu.”
“Ya?”
“Terima kasih.”
Bayu tercengang sejenak. Selama ia mengenal Pram, pria itu tidak pernah mengucapkan terima kasih secara formal seperti ini. Buru-buru ia mengeluarkan ponsel dan mengarahkannya ke arah Pram.
“Katakan sekali lagi,” ucapnya setelah menekan menyalakan mode rekam.
Matanya berbinar dan menatap Pram penuh harap. “Ini sangat langka, aku harus mengabadikan momen ini dan membagikannya di story Instagram!”
“Enyah!” Mata Pramudya menyipit dan tubuhnya memancarkan aura membunuh.
Bayu mencibir dan memasukkan kembali ponselnya ke saku, lalu melanjutkan langkahnya menuju pintu sambil menggerutu tentang Pram yang pelit dan membosankan.
Dasar balok es!
Huh!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
VS
gini kalo nikah ama crazy rich
2024-02-19
2
VS
kalo umpama mangga, lg mengkal2nya 🤗
2024-02-14
2
VS
Sabar Bayuu 😀
2024-02-12
2