Setelah selesai sarapan, Freya memberanikan diri meminta izin untuk pergi ke Antasena Group untuk bekerja. Hal itu sudah dipikirkannya sejak kemarin. Meskipun akan menikah dengan salah satu konglomerat yang paling kesohor, ia tetap akan mencari uang sendiri. Sedangkan uang bulanan yang nantinya akan ia dapatkan tiap bulan akan ia kumpulkan.
Freya berencana untuk mengembalikan uang itu jika terjadi sesuatu antara dirinya dan Pak Pram: bercerai, misalnya. Ia tidak mau seperti para selebriti yang ribut dan memperebutkan harta gono-gini ketika bercerai. Baginya, asal Pak Pram membiayai hidupnya dan kuliahnya, itu sudah lebih dari cukup.
“Pak, hari ini saya ingin pergi ke kantor untuk bekerja. Saya sudah tidak masuk dua hari tanpa izin, takutnya manajer akan memberikan surat peringatan,” ucapnya dengan sangat hati-hati. Ia tahu emosi Pram tidak dapat ditebak, oleh sebab itulah ia berusaha untuk sangat rendah hati ketika memohon izin kepada pria itu.
Pramudya menatapnya untuk waktu yang cukup lama sampai Freya merasa situasi itu sangat canggung. Apakah ia baru saja melakukan kesalahan lagi?
Akhirnya, ketika Freya merasa ia akan ditatap sampai menjadi es batu, Pramudya mengalihkan pandangannya sambil berkata, “Di mana KTP dan Kartu Keluargamu?”
Freya terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba itu, tapi ia lalu sadar bahwa mereka memerlukan dokumen itu untuk mempersiapkan pernikahan. Ia menggigit bibirnya dan menundukkan kepala.
“Ada di kontrakan. Saya akan mengambilnya nanti sepulang kerja.”
“Tidak perlu. Aku akan mengantarmu, sekalian nanti langsung pergi ke kantor catatan sipil.”
“Baik ....” Freya menghela napas pelan. Sudah sampai sejauh ini. Sepertinya memang sudah tidak bisa mundur lagi ....
Rupanya rumor mengenai calon pengantin yang merasa galau sebelum hari pernikahan itu benar. Batinnya bergejolak, antara rela dan tidak rela untuk meneruskan pernikahan pura-pura ini. Bagaimana jika ia baru saja melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya dengan menyetujui menjadi istri Pramudya Antasena? Atau ... bagaimana jika ini adalah titik balik dalam kehidupannya?
Freya merasa gamang. Tanpa sadar ia mendongak dan menatap Pramudya yang sedang meneguk jus jeruk. Ia lalu buru-buru menunduk ketika Pak Pram menoleh ke arahnya.
“Sudah selesai?” tanya pria itu.
“Iya.” Freya menyeka sudut bibirnya dengan serbet. Ia mencoba melakukan gerakan itu dengan seanggun mungkin. Yah, setidaknya agar tidak terlalu memalukan. Ia pernah mempelajari etiket dasar ketika ada pelatihan gratis di kafe. Beruntung ia mempelajarinya dengan sungguh-sungguh waktu itu.
Di seberang meja, Pramudya yang diam-diam mengamati setiap gerak-gerik Freya merasa sedikit kagum. Untuk ukuran seorang gadis yang menjadi tukang bersih-bersih di kantornya, etiket makan gadis itu lumayan bagus, tidak terlalu buruk. Penggunakan peralatan makan sesuai, posisi sendok dan garpu pun tidak ada kesalahan. Mengapa Bayu tidak menuliskan hal ini dalam laporannya?
“Ayo.” Pramudya menyudahi penilaiannya terhadap calon istrinya. Ia lebih dulu bangun dan berjalan keluar.
Lagi-lagi Freya hanya bisa mengekorinya dengan patuh. Ia masuk ke dalam mobil, duduk dengan tenang dan mengamati jalanan yang mereka lewati menuju kantor catatan sipil. Di sebelahnya, Pramudya membuka berita bisnis dari ponselnya dan mulai membaca dengan serius.
Sang sopir yang diam-diam mencuri pandang dari kaca spion hanya bisa menahan napas. Kedua orang yang hendak pergi membuat buku nikah itu justru lebih terlihat seperti pasangan yang sedang memperbutkan harta gono-gini dalam perceraian, mereka terlihat sangat jauh, seolah jarak di antara mereka terlalu lebar untuk dilewati. Padahal kemarin ia kira calon Nyonya Muda dapat mengimbangin temperamen Tuan Pram yang dingin dan kaku.
Karena mencuri pandang dan melamun, sang sopir tidak melihat lampu lalu lintas telah berubah merah. Sebuah sepeda motor melaju kencang dan sisi kanan. Suara klakson melengking tinggi disertai suara decitan ban.
Freya yang sedang melamun memekik kencang karena mobil direm mendadak. Tubuhnya terempas dengan keras ke depan. Ia mengulurkan tangan untuk menahan bobot tubuhnya pada sandaran kursi di depan, tapi sebuah dada yang bidang dan lengan yang kokoh menahannya dengan kuat sehingga tidak kembali terpental ke belakang.
“Apa kamu ingin mati?” Pramudya menggertak dan memelototi sopirnya dengan ganas.
“Maaf, Pak.” Sang sopir gemetaran. Tanpa diperintah, ia segera memarkir mobil dan keluar untuk memeriksa kondisi si pengendara motor yang terkejut dan terjatuh di tengah jalan.
Freya yang sangat terkejut masih belum bereaksi. Ia mengerjap beberapa kali dan mendongak, hanya untuk mendapati ujung dagu Pak Pram berada tepat di atas kepalanya. Tiba-tiba ia merasa tekanan yang sangat besar, membuatnya tidak berani bergerak sembarangan. Apalagi tangan pria itu masih melingkar di pinggangnya.
Merasakan tubuh calon istrinya yang membeku dalam pelukannya, Pramudya mengira gadis itu masih syok.
Ia menunduk dan bertanya, “Kamu tidak apa-apa?”
Suara yang magnetis itu membuat telinga Freya kesemutan. Embusan napas yang hangat menerpa wajahnya, membuatnya merinding dengan tidak jelas.
Aroma yang segar menguar dari dada bidang yang hampir menempel dengan ujung hidungnya. Freya menemukan bahwa otaknya mendadak beku dan ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Dengan jarak sedekat ini, ia benar-benar menjadi bodoh karena Pak Pram.
“Freya?”
Freya terkejut dan mendongak. Barusan ... Pak Pram memanggil namanya? Ia tidak salah dengar, ‘kan?
Sepasang mata bulat itu bertemu dengan manik hitam yang terlihat seperti pusaran air, menyeretnya hingga tenggelam dan hampir kehabisan napas.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Pramudya lagi.
Mata Freya terfokus pada bibir merah yang berjarak hanya satu jengkal di depan wajahnya. Ia mengerjap dengan linglung, lalu menggeleng dan mengalihkan pandangannya ke bawah, hanya untuk bersitatap dengan jakun Pak Pram yang bergulir naik turun.
Freya terpana karena isi pikirannya yang ternyata bisa sangat kotor. Ia berusaha sekuat tenaga menahan dorongan untuk menggigit jakun itu. Ia mengalihkan pandangannya ke luar jendela sambil menggeliat pelan agar Pak Pram melepaskannya.
Freya sama sekali tidak menyadari perubahan ekspresi Pramudya yang menggelap.
Pramudya mati-matian mengatur napasnya agar tetap stabil. Dalam jarak sedekat itu, ia bisa melihat deretan bulu mata istrinya yang lentik, ujung hidungnya yang mungil dan mancung, juga segaris bibir merah muda yang tidak dipoles apa-apa. Tidak ada aroma bedak ataupun parfum, hanya ada kesegaran khas dari tubuhnya sendiri, seperti sekuntum mawar yang hendak mekar ....
Pramudya berusaha menahan diri. Ia menelan ludah dengan susah payah dan mencoba mengalihkan perhatian dari calon istrinya itu. Namun, gadis konyol dalam pelukannya itu, entah memiliki pengaruh magis apa ....
“Pak, pengendara motor ingin meminta ganti rugi.”
Kepala sang sopir yang menyembul dari luar kaca jendela mengembalikan akal sehat Pramudya. Ia melepaskan pinggang ramping Freya dan berdeham, kemudian keluar untuk mengurus masalah itu.
Di dalam mobil, Freya akhirnya dapat bernapas dengan normal. Jari-jarinya yang ramping menekan dadanya pelan. Barusan itu ... tadi ... rasanya sedikit aneh ... ia merasa Pak Pram mengawasinya sepanjang waktu sehingga ia tidak berani mendongak sama sekali. Akan tetapi, sepertinya itu tidak mungkin, kan?
Sadarlah, Freya ... sadarlah ... jangan berangan-angan terlalu tinggi ....
Pernikahan ini hanya enam bulan saja, jangan lukai dirimu sendiri untuk hal-hal yang singkat seperti ini. Teguhkan hatimu, jangan sampai terjatuh ....
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 159 Episodes
Comments
Praised94
terima kasih 👍
2024-02-14
1
VS
hayooo.. mulai kasih nilai plus
2024-02-14
0
VS
cupid mulai menebar panah 💘
2024-02-12
1