Paman Sein menghentakkan tangannya pada meja dengan pelan, lalu terbentuklah dinding transparan.
"Apakah ini sesuatu yang bisa membuat suara kita tidak tembus keluar."
"Kau benar, kalau begitu mari kita mulai."
Kemudian saya memberikan batu misterius tadi kepada paman sein, terlihat paman Sein dengan wajah seriusnya membolak balikkan batu kecil itu, sesekali dia mengetuk batu untuk mengetes ketahanannya.
Kemudian dia menatapku dan berkata "ini hanyalah batu biasa, yang berasal dari gunung Denora."
Gunung Denora, gunung ini terletak tak jauh dari gunung yang aku, dan Geron kunjungi untuk menangkap naga putih, Lira.
"Lalu kenapa batu itu bisa sampai kemari dengan cara seolah meteor yang jatuh ke bumi?" Saya bertanya, dengan memandangi batu yang ada di tangan paman Sein.
"Ada beberapa kemungkinan, yang pertama mungkin ini dilakukan oleh Ordeya, dan kemungkinan lainnya dilakukan oleh orang yang tak menyukai desa Zovalia."
"Ordeya."
Ordeya adalah makhluk asli penunggu gunung Denora, dia memiliki badan seperti manusia, yang menjulang tinggi dan besar, mempunyai tubuh serba putih dengan sayap besar dibelakang tubuhnya, dan memiliki paruh seperti halnya burung.
Tapi selama yang kutahu, dia memang penduduk gunung Denora, tapi akhir akhir ini dia sedang tertidur dalam waktu yang lama, dia juga makhluk yang jarang sekali menyerang manusia apalagi menyerang tanpa alasan.
Seorang pelayan bar yang sudah terlihat tua menghampiri kami, dan memberikan sebotol wine.
"Mungkin Ordeya sudah bangun" ujar Paman Sein.
Paman Sein memberikan batunya kepadaku, dia berkata "apa kau mau memesan sesuatu?"
"Tidak perlu paman, aku harus pergi sekarang."
Paman Sein mengangguk, dan meminum segelas wine yang berada ditangannya.
Lalu aku berpamitan pada paman Sein untuk meninggalkan tempat ini, saat aku melangkah keluar dari tempat bar, ada sesuatu yang menahan langkahku, aku tidak bisa bergerak.
Aku merasakan hawa dingin, dan tubuhku menjadi kaku.
Seseorang dengan suara berat berkata "Apa kau ingin menemui Ordeya?"
Apa ada orang yang dapat mendengarkan suara kita, walaupun sudah diberi penghalang oleh paman Sein?
Seseorang itu menyentuh bahuku, aku tak bisa melihatnya bahkan menggerakkan kepalaku pun sulit, tubuhku benar benar terhenti, untung jantungku masih berdetak.
Dia berpindah tempat dan sekarang berada tepat di depanku.
"Pelayan bar?"
"Sayangnya aku bukan pelayan bar disini, tapi aku pemilik bar ini" dia tersenyum dan memetikkan jarinya, kemudian tubuhku kembali dan dapat bergerak lagi.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu, nak"
Lokasi tempat kami berpijak berubah menjadi ruang yang gelap, dan samar samar ada lampu berwarna merah berada diatas kami, ini seperti sebuah ruangan isolasi.
"Apa ini, kek?"
"Aku bukan kakekmu" kata orang itu sembari mengeluarkan sesuatu dari kantongnya.
Itu terlihat seperti Pocket Watch, tidak, sepertinya itu lencana.
"Nak, jika kau ingin bertemu Ordeya, tolong berikan ini kepadanya" ujar orang tua itu dengan mengulurkan tangannya, memberikan lencana itu padaku.
"Tapi kenapa, kek?"
"Aku adalah teman lama Ordeya, walaupun mungkin dia sudah melupakanku tapi dia tidak akan melupakan kerja keras kami."
Teman Ordeya... Mungkinkah dia Kargize?
Ordeya dan Kargize dulunya adalah panglima dewa perang dari Loresham, yang pernah ikut serta saat melawan Denoir, musuh bebuyutan Loresham, mereka berdua adalah kekuatan inti perang di zaman ayahku masih sangat muda, bisa dibilang mereka adalah senior ayahku.
Mereka berdua dulunya memang memiliki bentuk seperti burung dengan badan manusia, tapi Ordeya berwarna putih sedangkan Kargize dipenuhi kegelapan.
Saat mereka sedang berperang melawan Denoir, mereka kehilangan satu partner teman lainnya, dan sejak itulah mereka berdua mulai terpisah.
Hari demi hari, tahun silih berganti, zaman mulai menelan mereka, mereka sudah tidak se hebat dulu lagi, Kargize memilih untuk hidup seperti orang pada umumnya di desa Zovalia, sedangkan Ordeya, mentalnya terkena saat tragedi itu terjadi.
Walaupun sudah mengikuti banyak peperangan, jika teman lama seperjuangannya mati tetap saja itu tidak bisa membuatnya menjadi terbiasa.
Semenjak itu Ordeya memilih untuk tinggal di gunung Denora, sendirian.
Lalu lencana ini, didapatkan saat pertama kali mereka ikut serta dalam peperangan ini.
Lalu lencana ini, didapatkan saat pertama kali mereka ikut serta dalam peperangan ini
"Ordeya, dia selalu sendirian setelah perang itu berakhir, bahkan saat terakhir kali saya mencoba menghiburnya, dia mengusirku" ujar kakek itu, dia tersenyum pahit
"saya berjanji akan menyampaikan pesanmu, kek" saya berkata sembari menyimpan lencana itu pada kantongku.
Kemudian kakek itu memetikkan jarinya lagi, dan ruangan gelap tadi perlahan berubah menjadi bar seperti semula
"Kalau begitu, saya akan kembali bekerja, kapan-kapan mampirlah lagi"
"Baik"
***
"Putri Celine! Kita akan pergi kemana hari ini?"ujar seseorang mengenakan Apron
Teriakan orang itu memekkakan telingaku, kudengar Putri?, Apakah ada putri kerajaan yang mampir kemari.
"Bibi, sudah kubilang saya ingin pergi sendiri"
Terlihat seorang wanita yang berjalan beriringan melewati bar, dengan orang yang mengenakan Apron tadi, dia terlihat seperti sedang kesal.
Arghh
Ada jeritan seseorang dari tempat yang tak jauh dari bar ini, dia terjatuh, dan seperti sedang meminta ampun pada orang lainnya.
"Tolong ampuni saya, saya berjanji akan membayar hutangku Minggu depan."
Orang yang berdiri didepannya mengepalkan tinjunya, dan dia terlihat bersiap untuk sesuatu.
Duakk, pria yang terjatuh tadi, ditendang oleh pria berbadan besar yang sedari tadi berdiri didepannya, dibagian kepala.
Orang itu berjongkok dan menarik rambutnya "Sampai kapan kau akan menunda kewajibanmu untuk membayar hutangmu."
Wanita yang terlihat sedang berdebat dengan 'bibi'nya tadi kemudian menghampiri keributan itu.
"Putri Celine!" Seseorang berteriak kepadanya.
"Apa yang kalian lakukan? Itu sangat berisik" wanita itu menatap tajam kearah orang yang menagih utang tadi.
"Berapa yang kau perlukan untuk melepaskan dia?"
Sang penagih hutang terlihat menghitung dengan jarinya, ini mungkin...hmm sekitar 250 juta.
"Tunggu sebentar" wanita itu mulai merogoh sakunya, dan dia tampak kebingungan, dia berbisik pada bibinya yang mengenakan Apron.
"Bi, apa kau bisa menambahi?"
Bibinya menatapnya dengan wajah menyeramkan "apa yang kau harapkan dari seorang pelayan?"
Wanita itu menggaruk kepalanya dan berkata, "setidaknya bibi adalah pelayan kerajaan kan? Mungkin memiliki uang banyak" dia menatap bibinya dengan mata yang bersinar, menanti sebuah jawaban.
"Itu mungkin saja, jika kau siap untuk berbicara dengan ayahmu, sekalian menyuruhnya meningkatkan gajiku" ujar bibinya dengan wajah jahat.
"Bibi!" wanita itu menatap bibinya dengan wajah cemberut, dan saya segera menghampiri mereka.
"Ini.. biar saya saja yang melunasi, tolong lepaskan dia" saya menyodorkan beberapa batang emas, yang diberikan ayah padaku karena telah menyelesaikan tugas darinya
Saya melihat ekspresi terkejut mereka, khususnya wanita itu.
[ Bibi, apa ini? Siapa dia? Kenapa saya tak bisa menyadari kehadirannya ]
saya merasa seperti ada seseorang yang mengobrol tentangku dibelakangku, telingaku terasa gatal.
[ Bibi juga tidak tahu, kita pergi dari sini, bibi takut akan terjadi sesuatu denganmu ]
[ Tapi bi.. ]
Mereka berdua langsung bergegas pergi menjauhi kami, entah apa alasannya bibi itu menarik wanita itu lalu menghilang dari kerumunan orang yang lewat.
Sekilas saya melihat wanita itu memandangiku, dengan wajah yang dipenuhi rasa penasaran.
Saya seperti pernah melihatnya di suatu tempat.
[ Sepertinya kita pernah bertemu? ]
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Nora Neko
Kesel ih /Scream/
2023-11-08
0