Eps. 14: Darkness

Gue memimpin jalan menjaga Vivi dan 06 melewati lorong tiap lorong turun ke lantai selanjutnya guna menyelamatkan 05 atas permintaan 06. Sebetulnya gue gak mau, tetapi... Kian lama, kian melihat permohonan 06 akhirnya gue luluh juga. Bukan maksud untuk tega, tapi kondisi gue dan Vivi juga gak lagi dalam posisi aman.

Sekarang hari mulai gelap, dan satu hal yang tidak kami ketahui adalah...

Seluruh lampu yang ada si Apartemen ini seketika padam, benar-benar padam gelap gulita.

06 memegang tangan Vivi, dan Vivi meraih tangan gue. "Sial... Ini salah satu tantangan permainan kah?" Tanya Vivi, "gak dijelaskan soal ini." Jawab gue.

Kami semua seketika terdiam, gue juga jadi bingung mau kemana sekarang, satu hal yang bisa terjadi dengan kami adalah tersesat dan terpencar, oleh karena itu kami harus meraba segala hal yang ada di dekat kami supaya kami bisa cepat-cepat menemukan tangga darurat untuk turun.

"09 pegang baju gue, 06 pegang baju 09, jangan sampai lepas, tetap raba ke sekeliling kalian, tujuan kita tangga." Perintah gue, dan mereka berdua menuruti.

Akhirnya berjalan lah kami menelusuri titik demi titik secara perlahan, kami juga berusaha mengingat benda yang sudah kami pegang sebelumnya agar tidak kembali ke tempat semula.

Terus menerus kami lakukan itu hingga pada sebuah ketika, langkah gue terdiam.

"Kenapa 10?" Tanya Vivi.

Jantung gue berdegup kencang, "ada orang lain selain kita."

Seketika kami tegang, suasana berubah mencekam.

Tapi gue gak boleh begini, gak ada waktu untuk diam dan menerka-nerka kejadian apa yang akan terjadi, akhirnya gue membawa Vivi, dan 06 ke arah berlawanan dari sumber suara untuk mencari kamar agar bisa bersembunyi. Namun saat kami menemukan kamar, kamar itu sama sekali gak bisa dibuka seolah-olah terkunci otomatis, sial! Kami panik, dari belakang suara langkah kaki kian terdengar makin jelas... Gue terus mencoba membuka setiap pintu kamar yang gue temui, tapi lagi-lagi hasilnya nihil. Semua pintu di sini terkunci!

"Sial kita terjebak!" Ucap gue.

"Pintu di arah mana pun gak bisa dibuka!" Sambung 06 yang juga mengecek pintu lainnya.

"HOI, SIAPA YANG MAINAN PINTU KAMAR?!" Teriak suara yang mendekati kami itu.

Ah, brengsek.

"Itu suara 08!" Ringis Vivi.

"Kabur dari sini, jalan perlahan, tetap pegangan baju orang depan kalian." Ujar gue lagi, dan kami pun melangkahkan kaki kami perlahan-lahan agar tidak terdengar suara dentuman ke lantai.

Namun naas, 08 sudah kepalang curiga! Dia berlari kencang menuju sumber suara pintu kamar seraya terus menghantamkan baseball batnya ke segala macam arah!

"LO DI SINI YA BANGS***T?!!!" Bentaknya membabi buta.

"10, dia makin dekat!" 06 semakin panik.

Pada saat itu gue pun berencana untuk menjadi umpan 08 dan membiarkan 06, dan Vivi menyelamatkan diri.

"Gue akan bawa dia menjauh, kalian cari tempat aman buat sembunyi, kita ketemu lagi di titik awal lampu mati nanti pagi."

"Lo mulai gila lagi deh!" Vivi menepuk pundak gue kencang!

"Aduh!" Ringis gue.

"Lo mau kena hajar lagi apa?!" Vivi masih mencecar.

"Guys ini bukan waktunya gak akur, 08 makin sembarang menyerang ke sekeliling dia." Dan 06 makin gemetar.

"Gak ada cara lain! Gue yang dia incar, jadi gue juga yang harus bawa dia menjauh." Ucap gue tegas.

"Sial. Kalo lo sampai kena hajar lagi, gue akan hajar lo jauh lebih parah!" Ancam Vivi yang semakin kacau pikirannya.

Gue memegang tangan Vivi agar dia lepaskan cengkramannya ke baju gue. "Iya oke, kalian jaga diri. Ingat nanti pagi kita ketemu di titik lampu mati."

"10... Maaf udah buat kamu harus ngelakuin ini." Sambung 06 dengan nada suara yang lirih.

"Iya santai aja."

Dengan begitu, gue pun meraba-raba dinding untuk menjauhi Vivi dan 06, setelah dirasa gue sudah makin jauh, baru lah gue berteriak kencang...

"GUE DI SINI!!!" lalu gue pun berjalan cepat seraya tetap meraba-raba dinding.

08 notice, dia langsung berlari kencang tanpa perduli gelap menuju ke titik dimana suara gue datang.

"JANGAN KABUR LO!" Balasnya lagi.

Sial sial sial! Gue gak henti-hentinya gemetar, lutut gue serasa bergoyang dan adrenalin di tubuh gue membuncah ruah, segalanya terasa melambat!

Tapi gue gak bisa berhenti, gue gak boleh kalah dengan rasa takut ini, gue harus lawan agar Vivi dan 06 aman untuk sementara waktu. Gue pun langsung meraba saku celana, dan memakan sebutir permen karet lagi, saat rasa tenang mulai muncul dari dalam diri gue, gue akhirnya bisa berpikir jernih untuk sesaat.

"KEMARI LO ANJ*NG!" 08 terasa makin dekat, suara baseball bat yang menghantam ke segala tempat juga makin bising.

Gue terus meraba-raba dinding dari lorong ke lorong sampai pada akhirnya... Gue menemukan jalan buntu.

"Anj*ng."

Sudah tiap sudut gue raba tetapi sama sekali gak ada jalan lain, gue seperti terjebak di dalam sebuah persegi panjang yang dari ujung satunya lagi ada 08 beserta amarahnya yang menggebu-gebu.

Gue akhirnya jongkok di sudut ruangan, gue menutup mulut, dan mengatur napas agar gak kedengaran, gue berharap kalau dia ini gak sadar di sana ada orang lain.

08 meraba antara dinding dan dinding dengan baseball batnya, dan dia juga sadar...

"Oh, jalan buntu. Kalo gue jadi lo... Pasti gue sembunyi di sudut!" 08 menghantam sudut lorong buntu ini dengan baseball batnya, gue seketika menutup mata dan melindungi kepala karena takut!

*DUAAAGGGH!!!

Eh kok...

Gak kena?

Oke dia tol*l!

Sadar kalau 08 malah menghajar sudut yang tidak ada gue di sana, gue langsung sedikit merangkak kemudian bangkit dan lari sekencang mungkin!

08 seketika menyadari kalau dia salah pukul! "ARRRGH BANGS***T!!!"

Dengan sigap 08 juga mulai berlari, aksi kejar mengejar pun terjadi lagi! Gue berlari dengan tangan kanan yang terus meraba dinding berharap tangan gue berhasil meraba ruang kosong yang berarti itu lorong lain, terus menerus begitu gue kabur sejadi-jadinya!

...***...

Hening, kegelapan sudah menyelimuti seluruh area di kota buatan ini. 01 bersandar di salah satu sisi balkon yang ada di kamarnya, dia melihat ke sekeliling bangunan Apartemen.

Meski sunyi... Suara-suara dari kepalanya terus bermunculan membuat pikirannya semakin kacau balau. Tubuhnya goyah sepersekian detik kemudian, dia terjongkok seraya memegangi kepalanya.

Tak lama kemudian 02 datang menghampiri.

Sadar akan kondisi 01, 02 segera memberikan beberapa pil obat penenang untuk 01.

"Minumlah, lalu istirahat sejenak, Nona." Ucap 02, dia berlutut di hadapan 01 seolah-olah 01 adalah orang yang sangat dia muliakan.

"Gak apa-apa, Gabriel. Aku cuma ingin cepat-cepat berdamai dengan segala ucapan yang muncul dari kepala ini." 01 kemudian bangkit dan berdiri menatap dunia luar lagi.

"Baiklah."

"Gimana permainannya?" Tanya 01.

"Saya menjumpai beberapa orang yang menarik." Jawab 02 dengan antusias.

01 tersenyum tipis, "bagus, kita harus bertahan agar dendam mama bisa terbalaskan."

"Saya akan mendedikasikan nyawa saya agar hal itu terjadi." Sambung 02 bersungguh-sungguh.

"Gabriel..."

"Ya, Nona?"

"Bisa gak kita sudahi saja batasan ini? Bagaimana pun juga hubungan kita gak seformal ini." Ucap 01.

"Nona, kita sudah pernah membahasnya, dan saya rasa ini adalah batasan yang sudah seharusnya saya lakukan. Ini juga bukan perihal darah kami, tetapi adalah tentang penghormatan kami ke mama." Balas 02.

01 yang tadinya mulai mengukir senyum dari wajahnya seketika menghapus senyuman itu lagi.

"Ingat ini Gabriel. Kelak, aku akan hapus segala gelar dan menyamaratakan kita semua."

02 terhentak, dia menatap punggung 01 yang rambutnya bersinar berkilauan karena pantulan cahaya bulan.

"Nona..."

...

Gue menemukan satu pintu kamar yang tidak terkunci! Akhirnya gue lolos!

Gue pun membuka pintu itu, kemudian segera menutupnya dan terduduk lega seraya mengatur napas.

*Huft... Hampir saja.

"Hei."

Tunggu dulu...

Mata gue yang tadinya sudah sayu kembali terbelalak kaget, gue gak percaya dengan apa yang saat ini gue temui.

"Ka-kalian..."

01, dan 02 menatap gue dengan tajam, mata mereka berdua menyala di tengah kegelapan.

"Ngapain lo di sini?!" Bentak 02, gue gemetar ketakutan.

"Ma-maaf gue gak tahu kalau ini kamar kalian, gue lagi lari dari kejaran 08."

02 dengan beringasnya menghampiri gue dan menarik kerah baju gue tinggi-tinggi sampai leher gue sakit dan gue kesulitan bernapas.

"Uhuk... Uhuk... Tolong... Gu-gue gak bermaksud masuk ke-ke sini dengan se-nga-ja..."

"Lepas, Gabriel." Perintah 01.

"Tapi Nona—"

"Lepas."

Dan 02 melepas cengkramannya, gue ambruk ke lantai.

*BRUGH!

01 berjalan mendekati gue, 02 menyeret sebuah kursi untuk 01 duduk, kemudian 01 duduk di hadapan gue.

"Di mana partner lo?" Tanya 01.

"Mereka di tempat lain, gue sengaja memancing 08 menjauh." Jawab gue sejujurnya.

Mendengar itu, 01 hanya bersandar di kursinya, kemudian dia memberi perintah ke 02.

"Usir dia dari kamar kita." Katanya dingin.

"Lo dengar, 10?" 02 kembali menerkam gue, kali ini dia menyeret tubuh gue dan melemparkan gue keluar dari kamar mereka menuju lorong yang gelap lagi.

"Tu-tunggu!"

Tanpa bisa berkata apa-apa lagi, gue cuma melihat sorot wajah 01 yang sama sekali gak punya hati nurani itu kian lama kian menghilang saat pintu ditutup 02.

...

*BRUGH!

Sial, gue kembali ke kegelapan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!