Eps. 4: Conversation

Hari yang dinanti-nanti pun akhirnya tiba.

Gue terbangun karena notifikasi dari twitter gak ada henti-hentinya, dan itu semua berasal dari Vivi yang entah kenapa mengirimi gue chat sebegitu banyaknya, padahal Vivi gak pernah kayak begini. Apa mungkin dia lagi butuh temen ngobrol soal keluarganya ya?

Akhirnya, dengan nyawa seadanya gue berusaha untuk bangkit dan meraih handphone yang gue charger semalaman. Dari notifikasi yang muncul di lockscreen, Vivi kelihatan antusias dan seneng banget sama hal baru yang dia pengen bagikan ke gue, sontak saja secepat kilat gue membuka twitter karena penasaran. Dan ternyata, di pagi hari yang penuh kantuk itu, kesadaran gue seketika pulih sepenuhnya!

Vivi girang bukan main, ternyata dia mendapatkan akses untuk jadi member website misterius yang lagi viral itu dari salah satu kolektor lukisannya yang kebetulan adalah VIP dari website tersebut. Dari kolom chat, Vivi memberikan foto sebuah kartu berisikan QR code menuju akses login ke website tadi dan otomatis menjadi member baru di sana. Bukan cuma itu, ternyata Vivi juga diundang ke ruang obrolan privasi yang di sana tertera bahwa akan diadakannya permainan berhadiah uang milyaran rupiah pada minggu depan!

Gue terbelalak bukan main, sejenak gue mencecar Vivi tentang apa yang akan dia lakukan setelahnya, apakah dia langsung percaya pada website ini atau enggak. Masalahnya... Hadiah yang ditawarkan website ini betul-betul di luar nalar, permainan apa yang akan mereka suguhkan ke para pemainnya nanti? Sebetulnya gue curiga sekaligus penasaran, kalau Vivi ikut ke permainan ini, apa yang terjadi pada Vivi setelahnya?

Tapi di sini Vivi gak memperdulikan apapun, dia percaya kalau permainan ini resmi karena dia dapat aksesnya dari kolektor lukisannya yang dia kenal karena sering membeli lukisan-lukisan terbaru Vivi. Vivi juga bilang kalau kolektor ini lagi sering-seringnya melakukan komunikasi dengan Vivi dan selalu melakukan penawaran setiap Vivi merilis karya terbarunya.

"Gue akan tanya lagi ke kolektor lukisan gue apa kita bisa dapat 1 kartu undangan lagi atau enggak, kalau bisa gue mau ajak lo, Ram!" Begitu ketikan Vivi dengan antusiasnya, sepanjang kami berkomunikasi di hari itu, Vivi selalu update ke gue tentang apa-apa saja yang lagi di bahas ke obrolan private dia dan member VIP baru di grup chat tersebut. Meski gue udah berkali-kali bilang gak mau tau karena itu privasi, tapi Vivi tetap aja sharing segala hal apapun yang mereka bicarakan.

Sepenglihatan gue berdasarkan setiap screenshot yang Vivi bagikan, terlihat kalau di dalam grup chat itu terdapat 9 member lain termasuk Vivi, dan mereka juga senang tapi bingung karena bisa dapat kartu undangan menuju website ini. Beberapa member terlihat sudah saling mengenal satu sama lain, dan beberapa lainnya cuma jadi silent reader, mereka menyimak setiap obrolan yang member lain bahas disana. Vivi termasuk yang punya berbagai macam pertanyaan.

Terasa aneh, sekaligus ada hawa yang agak tidak biasa terasa dari obrolan mereka. Dan... Kenapa gak ada admin atau orang dalam dari website ini yang ikut join ke dalam grup chat?

Tapi ya sudah lah. Gue cuma bisa berpesan ke Vivi untuk jaga diri dan hati-hati kalau sewaktu-waktu mereka semua bertemu. Selepas itu gue dan Vivi tidak saling berbagi pesan lagi saat hari tak terasa sudah mulai sore, mengingat bahwa gue ada janji dengan Grace di Cafe yang sudah dia tentukan, gue pun bersiap dengan pakaian dan sepatu seadanya.

...***...

Jalanan penuh diisi lalu-lalang dari berbagai macam manusia yang tumpah ruah entah kemana tujuan mereka, dan Cafe yang ingin gue datangi ini termasuk jadi Cafe baru di sekitaran sini yang selesai dibangun kurang lebih 2 bulan yang lalu. Namanya agak mengingatkan gue dengan salah satu karakter novel yang pernah gue baca, tapi gue gak menggubris lebih, mungkin kebetulan.

Pukul 7.50 gue sudah sampai diiringi sambutan tangan Grace yang putih mulus, dia duduk di salah satu kursi yang sudah dia siapkan dengan pakaian serba hitam yang menyelimuti tubuh proporsionalnya. Gue pun dengan malu-malu duduk di hadapannya, Grace menyapa ramah seraya langsung memesan minuman untuk kami berdua.

"Kamu orangnya tepat waktu juga ya Rama, seneng deh aku, biasanya cowok-cowok tuh suka ngaret." Ucapnya mencairkan suasana, gue cuma tertawa kecil sambil membalas dengan beberapa kata, "ah cuma lagi gabut aja kak, makanya bisa dateng lebih cepet." Dan Grace pun membalas dengan memvalidasi kata-kata gue disusul tawa kecil yang manis, tapi... Sehabis itu raut wajah Grace berubah agak serius, "Rama, sebelumnya ada hal penting yang mau aku tegaskan lagi ke kamu." Gue pun ikutan jadi serius.

"Apa kak?" Tanya gue, "mulai detik ini jangan panggil aku kak lagi, panggil aku Grace aja, oke?" Pintanya, setelah itu dia kembali tersenyum memperlihatkan rona di pipinya, gue pun jadi tersipu. "Se-serius panggil pake nama?" Ucap gue mencoba meyakinkan dia, Grace langsung mengangguk pasti, "iya! Grace aja ya, beda umur kita tuh bukan 10 tahun lebih tau, jadi santai aja." Jawabnya sambil mengedipkan mata kirinya. Gu-gue... Rasanya mau pingsan! Kayak ada kupu-kupu berterbangan di dalam perut ini, dan jantung juga gak ada henti-hentinya berdetak, di dalam ruangan yang sejuk ini gue berkeringat karena nervous.

Tapi gue seketika mengepalkan tangan yang tergeletak di bawah meja kuat-kuat, gue harus bersikap gak tergoda! Gue gak boleh nunjukin kalau gue sebenarnya terkesima dengan kelakuan manis Grace. "Gue bisa!" Ucap gue membatin.

Beberapa saat kemudian, minuman kami pun datang, dan Grace mulai melanjutkan obrolan kami. "Jadi Rama, akhir-akhir ini aku perhatiin keseharian kamu di toko, dan di mata aku, entah kenapa kamu itu sosok cowok yang pekerja keras banget sama kerjaan kamu. Kamu keren deh, Ram." Sial, gue gak bisa gak gemeteran kalau gini caranya!

Tapi stay cool, please.

"Ak-aku cuma ngelakuin jobdesk yang ada aja kok, bukan hal yang spesial."

"Hal yang biasa bagi kamu itu beda loh sama bagi aku, aku udah pernah cerita kan kalau aku juga punya kesulitan yang sama kayak kamu di masa lalu, jadi... Aku paham banget apa yang lagi kamu rasain selama kerja di Toserba." Mata Grace menatap mata gue dalam-dalam, tangan berjari lentik itu mulai mendekat ke arah tangan kiri gue yang ada di atas meja. Gue mencoba menatap balik, tapi gue kalah dan gak sanggup. Akhirnya mata gue cuma bisa menatap dahinya yang gak kalah mulus dari tangannya.

"Rama?" Panggilnya, gue kaget.

"Ah iya?!"

"Jangan ngelamun dong, mikirin apa, sih? Sini cerita, gak usah sungkan, anggap aja kita lagi dating." Godanya lagi.

Fu*k. Gimana gak salting kalo dia bilang dating?! Pengen meledak aja rasanya jantung gue.

"Ker-ja di Toserba memang berat, resiko barang hilang dan uang yang minus jadi masalah utama sehari-hari, tapi kalau gak dijalanin, aku juga gak tau mau kerja apa lagi." Jawab gue, mencoba senatural mungkin.

"Aku paham, Rama." Benar aja, punggung telapak tangan kanan dia meniban punggung telapak tangan kiri gue dengan lembut. Mati gue!

Gue cuma bisa menelan air liur perlahan-lahan karena takut dia denger atau memperhatikan jakun gue yang naik turun sedari tadi.

"Ma-makasih, udah paham, G-Grace." Gue makin terbata-bata, kepala gue tertunduk.

"Iya, aku mau banget deh bantu masalah-masalah kamu, tapi aku juga gak mau bikin kamu ngerasa tersinggung sama aku. Niat aku tuh tulus mau buat hidup kamu berubah."

Tunggu dulu... Gue jadi tersadar akan tujuan awal gue buat lebih deket sama Grace, gue baru inget kalau gue harus ngulik pekerjaan lamanya yang bikin dia punya uang sebegitu banyaknya sampai bisa pensiun dini.

"Aku sebenarnya tertarik sama pekerjaan lama kamu, Grace." Tembak gue tiba-tiba secara to the point, muka gugup gue seolah sirna, berganti dengan muka ambisius gue terhadap uang.

Namun Grace terlihat sama sekali gak kaget, dia malah melempar senyum sambil menopang dagunya dengan tangan kirinya. "Aku punya apa yang kamu butuhkan, tinggal kamunya aja siap atau enggak sama pekerjaan yang akan aku kasih tau." Jawab Grace lemah lembut.

Gue masih to the point, "aku siap, aku juga mau bisa pensiun di masa muda dan nikmatin hidup kayak kamu." Ujar gue tegas.

"Oke, aku suka cowok pemberani kayak kamu." Grace pun menarik tangan kanannya dari tangan gue, kemudian dia merubah posisi duduk seraya mengambil sesuatu dari dalam tas miliknya. Dan dari dalam tas itu, jari jemari lembut itu meraih, juga mengarahkan sebuah kartu hitam dengan logo misterius di tengahnya ke arah gue.

"Ambil, Rama." Perintah Grace.

Gue pun menerima kartu seukuran kartu poker ini yang berlogo bertuliskan, 'Sentrifugal' pada tengahnya. Dalam lamunan gue, gue bergumam sendiri, "Sentrifugal?" Namanya... agak familiar. Dan kepala gue kembali mengarah menatap Grace.

"Yes, Sentrifugal. Itu adalah nama sebuah perusahaan yang bikin aku hidup tenang seperti sekarang." Grace bersandar ke kursinya seraya meminum minumannya dengan sedotan.

"Maaf Grace, apa aku bisa jadi akuntan di perusahaan ini?" Tanya gue begitu naifnya, dan bisa ditebak adegan selanjutnya, Grace tertawa kecil karena menganggap gue lucu.

"Rama, perusahaan tempat aku kerja dulu ini agak berbeda dari perusahaan-perusahaan lain. Di sana, dulu aku jadi player dari sebuah permainan adu cerdas yang dimana kalau kamu bisa selesaikan semua permainannya, semua uang yang perusahaan, atau... Lebih tepatnya Boss siapkan bisa jadi milik kita, seutuhnya. Mudah, kan? Mirip acara game show yang ada di TV, Ram. Easy money."

Permainan... Adu cerdas?

"Kamu ikut permainan, terus menang dan kaya, udah begitu aja?!" Cecar gue.

Grace mengangguk perlahan, "tepat!"

"Terus status kamu sekarang apa di perusahaan ini? Kok bisa ngasih rekomendasi ke aku?"

"Hmm, aku sekarang VIP perusahaan."

VIP?! Sebentar! Dengan reflex gue membalik kartu misterius yang Grace kasih, dan benar saja... Dari balik kartu ini ternyata ada QR code persis sama apa yang Vivi tunjukin tadi pagi. Kalau begitu artinya gue punya akses ke website misterius yang lagi viral itu!

"Grace! Ini ada hubungannya sama website misterius itu kan?!" Ucap gue cepat, Grace agak sedikit menunjukan ekspresi terkejutnya, tapi dia seketika berubah tenang dan malah memberi gue tepukan tangan yang lincah. "Bener banget! Selamat ya Rama!" Katanya senang.

"Ka-kamu serius? Kamu VIP dari website ini?!" Tanya gue lagi untuk memastikan.

Grace memicingkan mata, "sejuta persen aku serius, Rama."

Gue pun terdiam untuk beberapa saat.

"Rama, disana kamu akan berpasang-pasangan dengan partner yang bisa kamu pilih. Syaratnya adalah, kalian harus kompak untuk bisa selesaikan semua permainannya sampai tuntas, disana juga, kalian akan main 5 permainan yang tingkat kesulitannya gak ketebak. Kalau kamu bisa menangin 3 dari 2 permainannya, kamu dihitung jadi juara." Jelas Grace.

"Tapi kalau aku kalah?"

"Kamu pulang, itu aja, simple kan?"

"Berapa lama permainan berlangsung?"

Grace membetulkan posisi duduknya lagi, "paling sebentar 3 hari, paling lama 1 minggu. Tergantung gimana kalian semua menyelesaikan permainannya, yang jelas itu batasnya 1 bulan."

"Tempatnya dimana?"

"Kamu gak perlu khawatir, Rama, semua akan dijelaskan saat kamu scan QR dari balik kartu itu. aku cuma bisa kasih kamu clue sebatas ini, selebihnya kamu cari tau sendiri."

"Oke kalau begitu, makasih banyak, Grace."

Grace tersenyum lebar, "makasih kembali, semoga beruntung!"

Singkat cerita, acara ngobrol-ngobrol kami pun tuntas, saat hendak bayar tagihan minuman kami di kasir, kasir itu menolak uang yang gue beri, dia bilang... "Gak usah mas, semua tamu mbak Grace bebas minum gratis disini, soalnya dia owner Cafe ini."

Gue kaget lagi buat kesekian kalinya. Dari kursinya, Grace cuma melambaikan tangan sambil tersenyum menggoda.

Dalam lamunan gue, gue bergumam.

"Dia. Betulan. Kaya raya."

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!