Eps. 5: Confused

Tubuh gue rebah bersamaan dengan segala beban pikiran yang baru. Tangan kanan gue bersandar meniban dahi, gue mendadak berkeringat dingin malam itu. Suasana rumah juga sudah sepi, dan keadaan kamar gue remang didukung cuaca yang kian lama kian menunjukan tanda sebentar lagi hujan. Rasa kebingungan merayap menggerogoti otak gue yang sedang tidak bisa memproses segala memori yang baru saja masuk.

Dalam heningnya malam, gue mencoba mengurutkan segala hal dari yang paling masuk akal dahulu. Pertama-tama gue masih tidak habis pikir kenapa Grace bisa memberikan akses sepenting ini ke orang asing yang baru dia kenal, dan kenapa gue? Kenapa bukan crew Toserba yang lain? Atau kenalannya juga bisa padahal. Dari seluruh tutur kata dan gestur Grace jelas betul menunjukan kalau dia sengaja untuk membuat gue menerima permainan ini.

Kedua, kalau hal ini dibilang sebuah kebetulan, kayaknya akan jadi teori yang terlalu rapih. Pasalnya... Pagi tadi Vivi juga dapat kartu yang sama. Dari harinya, status orang yang mereka pilih untuk ikut permainan, juga jumlah orang yang ada di grup chat yang Vivi kirim. Dari sini saja sudah jelas kalau gue adalah orang terakhir yang diundang. Benar... Gue adalah orang ke 10. Dan gue yakin perkiraan gue gak salah.

Lantas, apa yang harus gue lakukan selanjutnya?

Disatu sisi, gue menaruh kecurigaan besar terhadap undangan ini, disisi lain juga gue ingin mendapatkan hadiah uangnya, toh Vivi juga ada di sana... Kalau-kalau kami semua harus bentuk tim, sudah jelas gue akan 1 tim bersama Vivi.

Apa... Gue harus kasih tahu Vivi kalau gue juga dapat akses ke Sentrifugal?

Gue terduduk di sudut ranjang, kedua tangan erat memegang dan menatap kartu ini, sesaat kemudian kepala gue mulai nyeri saking pusingnya ambil keputusan soal ikut atau tidak.

Tapi kayaknya gue jangan kasih tahu Vivi dulu, toh dari info yang Vivi dapatkan di grup private itu, permainan akan dimulai seminggu lagi, itu artinya gue masih punya waktu untuk pikirkan matang-matang keputusan ini.

Untuk sesaat kartu ini akan gue tinggal di kamar, dan besok gue akan cari informasi lebih lanjut lagi.

...***...

Keesokan harinya, gue masuk shift pagi karena sore harinya mendadak Grace meminta untuk bertemu lagi di Cafe kemarin. Selama shift berlangsung gue terus memikirkan segala macam pertanyaan apa yang akan gue lemparkan ke Grace, dalam hal ini, gue benar-benar gak boleh ceroboh dan harus fokus dengan hal yang jauh lebih penting ketimbang harus memperhatikan sosok Grace.

Saat lagi melamun sambil membersihkan rak, notifikasi dari Vivi berbunyi. Lantas saja gue membuka twitter dan membaca semua pesan yang Vivi jabarkan, dia terus-terusan heboh mengenai orang terakhir yang ternyata sudah memegang kar... Tu...

Sial.

"SIAL! Ternyata gue benar-benar orang terakhir?!" Teriak gue menggema ke seisi Toko, Nabila yang saat itu jaga bareng gue langsung menghampiri, "lo kenapa teriak anj*r?! Kenapa lo?" Katanya ikutan histeris, sementara gue cuma terduduk memperhatikan lagi chat dari Vivi.

"Hei? Ram?!" Nabila langsung mencecar.

"Gak apa-apa, gu-gue cuma kaget."

"Astaga, lo bikin jantung gue mau copot aja." Gerutu Nabila, kemudian ia pergi berlalu.

Isi chat dari Vivi yang membabi buta ini full isinya tentang kehebohan orang-orang dari grup private mengenai orang terakhir yang memegang kartu Sentrifugal tapi sampai sekarang belum juga login ke dalam website. Di sini gue makin panik, gue gak tahu mau balas apa semua chatnya Vivi. Tapi di akhir chat, Vivi bilang kalau orang terakhir itu otomatis jadi partnernya dia karena seluruh member di sana sudah memilih partnernya masing-masing.

Dalam benak, gue harus cepat-cepat ketemu dengan Grace dan mempertanyakan secara detail tentang Sentrifugal.

...***...

Lalu singkat cerita sore pun datang, shift gue beres dan secepat kilat gue pergi menuju Zenobia Cafe. Dugaan gue benar, Grace sudah menunggu dengan 2 minuman sama yang ia pesan seperti kemarin.

"Rama kamu kenapa keringetan begitu, sih? Duh... Sini duduk dulu, padahal kamu gak perlu secepat itu buat ketemu aku loh."

Tapi gue enggan duduk. Bersamaan dengan napas gue yang terus memburu, beserta sorotan mata penuh kepanikan, gue langsung menyoroti kedua mata Grace.

"Grace, aku orang tera— enggak. Maksud aku, apa kamu yakin permainan ini benar-benar aman? Dan aku bisa keluar bebas kalau kalah?" Tanya gue mencecar.

Grace memasang dua ekspresi yang berbeda, kedua alisnya menunjukan empati, tetapi bibir tebalnya tersenyum sinis.

"Rama, kamu gak percaya sama aku? Begitu?" Tanya Grace balik. Seketika gue menggelengkan kepala, "bukan begitu! Aku perlu bukti yang konkrit untuk benar-benar pilih keputusan ikut permainan ini atau enggak." Jelas gue.

Grace meraih dagu gue dengan jari-jari lentiknya, kemudian dia mendekatkan wajah. "Rama, semua pertanyaan kamu ada di dalam website itu. Semua peraturan, semua hal-hal penting dalam permainan, tersedia lengkap di dalam website. Udah jelas sekarang?"

Gue menelan air liur, sial... Kalau begitu artinya, mau gak mau gue tetap harus login supaya tau semua peraturan permainan.

Tapi...

"Grace, apa kita bisa saling komunikasi saat aku ikut permainan?"

"Hmm, tentu saja bisa!"

"Terus... Apa kita juga ketemu disana?"

"Bisa dong, tugas VIP itu kan mengawasi para undangannya, nanti kita ketemu di malam perjamuan peserta."

"Grace, kamu betulan bisa dipercaya, kan?"

Grace pun berdiri dari tempatnya, dan gue terkejut saat dia tiba-tiba meraih punggung gue, menarik diri gue ke dalam pelukannya, gue seketika...

"Rama, aku paham betul rasa kecurigaan manusia pasti ada aja, kamu pasti curiga sama aku karena dari pertemuan kita yang singkat, aku bisa sebegitu terbukanya sama kamu. Tapi Rama... Perasaan aku ini tulus ingin nolong kamu, karena aku melihat diri aku yang lama ada di diri kamu. Jadi please... Terima rasa keperdulian aku."

Layaknya batu yang tersiram cairan asam, pendirian gue yang sedari tadi gue persiapkan pun luluh lantak. Tubuh gue pasrah dipeluk Grace, dan tanpa gue sadari gue menikmati momen ini.

Pada saat Grace melepas pelukannya, dan tangan panjangnya meraih kedua bahu gue, gue cuma bisa terkesima dengan ekspresi wajah Grace yang penuh rayu. "Rama, setelah permainan selesai, mau kamu menang atau kalah, aku mau hubungan kita berlanjut ya! Oke?"

Hu-hubungan?

Wajah gue makin merona.

"Iya, antara kita, supaya kita semakin dekat."

Lagi-lagi diri ini cuma bisa telan air liur.

"I-iya, Grace."

Dan untuk kedua kalinya, Grace kembali memeluk gue, "itu baru Rama yang aku suka!"

Pikiran gue buyar sejadi-jadinya.

...***...

Gue pulang ke rumah dengan masih membawa perasaan senang bukan main karena mendapat pelukan pertama dari perempuan cantik, langkah gue gontai karena terlalu senang, kemudian... Saat gue hendak menutup pintu rumah, nyokap gue memanggil dengan lemah lembut.

"Rama baru pulang?" Tanyanya, gue cuma mengangguk sambil melempar senyum.

"Rama, mamah boleh ambil waktu kamu sebentar?" Ucap nyokap tiba-tiba, perasaan senang gue mulai pudar.

"Iya mah." Gue pun duduk di sebelah nyokap, dan nyokap pun mulai bercerita tentang dirinya.

Saat itu juga gue kembali luluh lantak untuk sebab yang berbeda.

Nyokap gue bilang, kalau dia baru aja balik medical check up, dan dia didiagnosis leukimia stadium 2. Nyokap gue juga cerita, ternyata sebab dia suka menggigil selama ini adalah karena itu, dan untungnya dia bisa lebih mawas diri lebih awal. Kali ini gue benar-benar hancur.

"Mamah punya sisa tabungan yang kamu kasih dari gaji kamu, gimana Rama, apa boleh untuk pengobatan Mamah?" Di titik ini airmata gue mulai menderai.

"Ya udah pasti boleh lah, Mah. Kenapa mamah harus tanya, tujuan Rama kerja setiap hari kan memang untuk antisipasi segala hal. Kalau masih kurang, Rama akan cari cara untuk biaya pengobatan mamah sampai mamah sembuh sepenuhnya." Saat itu airmata nyokap gue juga mulai berlinang karena untuk pertama kalinya, anak laki-lakinya yang dia kenal tempramental menunjukan empati yang tulus kepada ibunya sendiri.

"Makasih ya Ram, maaf mamah jadi malah repotin kamu."

"Enggak sama sekali mah! Jangan ngomong begitu sama Rama."

...

Sembab sudah mata gue, di sudut kamar gue terus menerus menatap kartu Sentrifugal. Kalau hari ini sudah berakhir, itu tandanya permainan dimulai 5 hari lagi.

Perihal peraturan sebaiknya gue tanya Vivi, gak mungkin dia ngelewatin hal-hal penting dari website untuk langsung join ke grup private.

Gue pun bertanya, "Vi, sebelum lo masuk ke grup private, isi dari website itu apa?"

Tidak perlu waktu lama, Vivi menjawab, "kenapa emangnya Ram?"

Oh iya, Gue belum buka rahasia kalau gue pemegang kartu terakhir. Tapi gue masih belum mau ngomong ke Vivi.

"Enggak, kan lo kasih liat semua yang ada di grup private, tapi gue belum lihat bener-bener websitenya, penasaran."

Dan jawaban Vivi begini.

"Gue skip Ram, gue langsung join ke grup private."

"Lo serius masuk sukarela begitu aja, Vi? Nekat banget."

"Iya sih, salah juga gue gak baca-baca seisi web itu dulu."

"Coba lo buka lagi websitenya."

Setengah jam pun berlangsung, jawaban lanjutan Vivi bikin gue ingin menepuk dahi sendiri.

"Ram, sial, keterangannya website hanya bisa dikunjungi sekali."

"Gimana dong ini, Ram?!"

"Ram?!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!