Gue menuntun sepeda dalam perjalanan pulang sambil membawa belanjaan dari supermarket di stang sepeda. Otak gue masih mikirin juara tiga lomba komik di majalah Aneka Komik, Razor19. Entah apa yang dia lakuin sampai bisa sehebat itu seusia gue.
Meski dia bukan juara satu, tapi gambarnya bagus banget. Andai aja dia bisa nulis ceritanya dengan bagus, dengan rapi, pasti dia ada di juara pertama dengan poin tertinggi. Bisa saja dia adalah penulis komik termuda yang pernah ada di Aneka Komik. Gue emang jarang baca komik, tapi gue suka baca-baca artikel di internet. Dalam artikel tersebut mengungkapkan kalau penulis komik termuda di majalah tersebut yaitu 25an tahun. Kalau sampai si Razor19 berhasil mendapatkan serialisasi, maka dia akan memecahkan rekor.
Bibir gue tersenyum ketika memikirkan itu. Itu artinya gue dan Adit juga punya kesempatan yang sama dengan Razor19, mungkin tahun depan gue dan Adit bisa ikut perlombaan berikutnya. Untuk saat ini, kita harus tetap fokus menyelesaikan satu judul komik cerita pendek sebelum ujian tengah semester. Oke deh, gue jadi bersemangat.
Enggak lama, ketika gue hampir tiba di pertigaan, gue mendengar suara yang membuat gue menghentikan langkah kaki dan mencari-cari.
Meow…meow…
Gue denger kayak suara anak kucing gitu, tapi enggak tahu asalnya darimana. Gue lanjut melangkahkan kaki karena enggak menemukan setelah mencari.
Meow…meow…
Beberpa langkah gue kedepan, lagi-Lagi suara itu terdengar. Suara itu makin jelas aja, dan gue lantas menengok ke pinggir jalan, ke arah sumber suara kira-kira berasal. Gue pikir, ada di antara semak-semak dan pohon. Sepeda gue berdiriin di atas trotoar. Gue yang penasaran mengikuti sumber suara kucing yang berasal dari semak-semak. Di antara semak-semak yang gue dekati, terdapat sebuah kardus mi instan, hal tersebut membuat gue garul-garuk rambut terheran-heran karena suara kucing itu kayaknya beneran berasal dari kardus tersebut.
Perlahan, gue mendekatkan pandangan dan membuka kardus tersebut. Yang bener aja, di dalem kardus itu ada seekor anak kucing berbulu putih, yang terus bermeow-meow sambil ngeliat ke arah gue dengan tatapan polos nan imut. Gue enggak tahan.
Wajah gue tersenyum, dan secara reflek tangan kanan gue mengelus-elus kepalanya. Sial, dia terlalu imut. Matanya seakan bersinar-sinar. Dia keliatan seneng pas gue elus-elus. Tapi, ngomong-ngomong, siapa yang tega ngebuang anak kucing seimut ini? Apa sebaiknya gue bawa pulang aja?
Gue berfikir sambil jongkok di hadapan kucing itu dengan tangan yang terus mengelus kepalanya. Tapi kalau gue bawa pulang, siapa yang bakal ngurus dia pas gue sekolah? Enggak ada orang lain di rumah. Kakak gue juga mungkin bakal balik kuliah lagi setelah liburan tahun baru selesai. Bener-bener enggak ada orang yang ngurus kalau gue bawa pulang.
Dengan hati yang terasa agak berat, gue berdiri, melangkah mendekati sepeda. Kedua tangan udah memegang erat kedua setang, gue bersiap melanjutkan perjalanan pulang dengan menuntun sepeda.
Saat gue hendak melangkahkan kaki, tiba-tiba aja kaki kanan gue kerasa geli, kayak ada yang gerak-gerak memutar di area pergelangan kaki. Gue ngeliat ke bawah, seperti yang gue duga, ternyata kucing kecil itu berjalan melingkar sambil nempelin badanya di pergelangan kaki gue. Kucing itu keliatan imut banget, seakan dia memelas minta ikut gue. Kayaknya ini kucing udah terlanjur nyaman.
Gue mengangkat perlahan anak kucing yang imut itu, terus gue letakan lagi ke kardus dan gue tinggalin lagi. Baru gue jalan beberapa langkah, dia udah ngikutin gue lagi dari belakang. Tiba-tiba udah ada aja di belakang gue tu kucing. Gue hanya bisa menghentikan langkah dan menghela nafas saat ngeliat kucing itu menggesekan pipinya di pergelangan kaki gue sambil bermeong-meow. Gue lantas mengulangi hal yang sama, mengangkat kucing, terus balikin kucing itu ke kardus.
Namun, untuk ketiga kalinya, ketika gue jongkok dan meletakan kucing berbulu putih itu ke kardus, seorang pejalan kaki yang kebetulan lewat di trotoar ngomong ke gue.
"Mas, kalau buang kucing jangan di situ," pejalan kaki itu ngeliatin gue beberapa saat.
"Enggak, kok, mas, saya enggak lagi buang kucing."
"Ini tempat ramai mas, tepi jalan raya pula, entar kalau pas dia jalan ke jalan raya terus kelindes mobil kasian, mas, itu kucingnya masih kecil soalnya." Orang itu memandangi gue dengan tatapan aneh sebelum akhirnya melangkah pergi.
Angin berhembus, suara kendaraan yang lewat bergiliran terdengar sedikit berisik.
Kucing itu ngeliat ke arah gue sambil bermeow-meow. Mata kita saling bertatap lurus, mendalam. Gue menghela nafas lagi, pasrah.
"Kayaknya gue emang harus bawa kucing ini ke rumah untuk sementara…" Gue nengok ke arah jalan raya, "Bener juga, kasian kalau dia tiba-tiba jalan ke jalan raya terus kelindes mobil." Gue lanjut ngeliatin kucing itu lagi.
Gue berjalan menuntun sepeda. Dengan perasaan lega, gue melangkahkan kaki dengan ringan. Akhirnya hati gue enggak ngerasa terbebani lagi, karena pada akhirnya gue memutuskan untuk ngebawa kucing itu pulang. Gue memasukanya ke dalem plastik, bersama dengan belanjaan, tepatnya bersama dengan berbungkus-bungkus snack. Gue memasukan anak kucing itu ke pelastik dengan mbiarkan kepalanya menjulur keluar. Dia anteng-anteng aja, kok, dan kayaknya enggak ada niatan untuk loncat. Entah nanti gimana akhirnya, yang penting ini kucing gue bawa pulang dulu, deh.
Setibanya di rumah, gue langsung ngasih makan si anak kucing berbulu putih yang gue pungut tadi. Gue.kasih makan ikan mentah yang udah gue potong-potong kecil dan sepiring susu. Sambil tiduran tengkurep di atas sofa, gue memandangi kucing itu. Dia makanya lahap banget, kayaknya bahagia banget pas makan. Entah berapa lama dia enggak makan. Sambil makan, sesekali itu kucing ngeliat kearah gue sambil mengeong, seakan ngucapin terimakasih.
"Permisi, Paket."
Tukang paket yang di maksud kakak gue dateng. Gue ngeliat ke arah jam dinding di ruang tamu, udah hampir jam empat sore, waktu cepet banget berlalu. Gue bangkit dari rebahan di sofa, mengambil uang 20 ribu yang daritadi udah ada di meja dan membukakan pintu.
Paket yang gue terima langsung gue taruh di atas meja. Kalau di pegang dan diliat dari bentuknya sih, gue yakin pasti isinya buku. Walaupun gue belum membukanya, gue tahu isinya buku, entah buku apa. Gue enggak berani ngebuka bungkus warna itemnya, masih sayang nyawa.
Hape gue bunyi, ada pesan WhatsApps masuk. Adit berpesan kalau dia dan yang lainnya minta ijin taun baruan disini. Gue menatap ke arah cemilan yang masih dalam pelastik putih untuk beberapa lama sebelum membalas pesan dia dengan, "Oke deh."
Gue ngeliat ke arah anak kucing berbulu putih yang saat ini lagi menikmati susu. Kucing itu kemudian membalas tatapan gue, "Meow.." kata itu yang keluar dari mulutnya. Wajahnya keliatan makin imut, sepertinya dia senyum.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments