"Halo… met malem, yan?" Seseorang yang tersambung dengan telpon gue suaranya terdengar familiar, suara cewek.
Tanpa ragu gue langsung bilang, "Lo dapet nomor gue darimana,Liv?" Gue enggak salah lagi, yang saat ini nelpon gue adalah Olivia, getaran di hati gue yang ngasih tahu. Gue lantas ngerasa harus berhati-hati saat bicara.
Kita udah lama enggak saling komunikasi lagi setelah putus. Karena ego masing-masing, kita jadi saling hapus nomer dan saling block akun sosial media. Itulah sebabnya gue lumayan kaget ketika ngeliat dia punya pacar baru, soalnya gue enggak pernah bisa stalking dia lagi setelah kita putus.
"Langsung ketahuan ya, kamu langsung tau kalo ini aku, hehe…" Gue bisa merasakan Olivia tersenyum di seberang sana, gue juga bisa membayangkannya.
"Iya lah, gue tahu dari suara lo." Gue tersenyum, mikir kalau dia polos. "Siapa aja yang kenal sama lo juga bakalan tahu kalo lo nelpon meski dia enggak simpen nomor lo." Lanjut gue.
"Gitu, ya… huh, padahal aku niatnya mau nge-prank kamu lho, sebelum ngasih tau." Dia niat mau nge-prank tapi enggak tahu jenis prank apa yang bakal dia lakuin karena udah ketahuan sama gue duluan. Entah kenapa gue malah agak nyesel dikit karena langsung nebak, harusnya gue pura-pura terperangkap dalam prank-nya dia dulu, biar dia ngerasa jadi ratu prank malem ini.
Eh, ngomong-ngomong, dia mau bilang apa, ya? "Ngasih tau apa? Gue bertanya.
"Ngasih tau kalau…" Dia berhenti ngomong, sengaja di lama-lamain biar gue penasaran.
"Apa?"
"Kalau…"
"Apa ih, cepetan bilang, bikin penasaran aja." Gue agak kesel karena dia bikin gue pensaran dan… GR, ada sedikit pikiran kalau dia bakal bilang 'Kangen.'
"Kalau aku…"
"Kalau lo apa? Ternyata cowok, alias waria?" Gue becanda tapi sedikit kesel.
"Ih, jahat." Dia kayaknya cemberut.
"Lha iya, cepetan bilang, jangan becanda."
"Hehe…" Olivia memberi jeda setelah ketawa, "aku ada di depan rumah kamu." Lanjutnya.
Gue yakin dia pasti bohong. Nanti dia bakal nyuruh gue keluar rumah dan ternyata dia nya becanda, dia enggak ada disana. Udah ketebak.
"Enggak percaya gue, lo pasti cuman becanda aja, kan?"
"Beneran, coba aja keluar, aku di depan rumah kamu kok." Dia ngomong seolah dia itu beneran ada di depan rumah, meyakinkan. Hati gue entah kenapa berasa ingin gerakin badan untuk nemuin dia.
Gue matiin TV, kemudian berdiri dari sofa dan melangkah menuju ke pintu depan, berharap ketemu dia pas ngebuka pintu.
Gagang pintu depan gue raih dengan perasaan harap-harap cemas. Malem ini, kalau bisa, gue beneran bisa ketemu dia di depan rumah gue. Olivia segera mematikan sambungan telponya ketika di seberang sana ia menyadari kalau gue sedang berjalan.
Setelah pintu gue buka, beberapa kendaraan bermotor di jalan raya depan rumah gue berlalu. Gue lantas celingukan kanan-kiri nyariin Olivia yang ternyata beneran enggak ada di depan rumah gue. Sialan, dia beneran cuman jail aja dan gue yang terlalu berharap.
Gue mengambil napas penuh kepasrahan. Berbalik badan dengan niat untuk kembali ke kamar dan rebahan. Gue menggerutu sedikit karena kena prank-nya Olivia.
"Hai, yan!" Seseorang menyapa sambil cekikikan.
Gue tersenyum, tahu suara siapa itu. Gue sedikit lega, itu suara Olivia.
Olivia tempak tersenyum di pinggir jalan sambil melambaikan tangan ke arah gue. Kemudian angin berhembus lumayan kenceng sampai rambut panjangnya melambai ke sebelah kiri. Dan gue hanya bisa tersenyum mendapati Oliva yang seperti itu, dia keliatan anggun.
Rembulan di atas keliatan pede banget memantulkan cahaya matahari, cahaya nya mampu menerangi lingkungan sekitar. Gue menatap bulan yang bersinar cerah sambil jalan di sebelah Olivia.
Mendadak, Olivia ngajak jalan kaki bareng entah kemana aja. Karena gue enggak punya kesibukan dirumah, gue menyetujui ajakanya tanpa pikir panjang. Katanya, malem ini dia lagi ada acara nginep di rumah Bunga, temen sekelas kita yang kebetulan tinggal di daerah sini. Karena dirasa enggak terlalu jauh jarak antara rumah Bunga dan rumah gue, dia minta bantuan Adit untuk nganterin ke rumah gue, dan Adit pun katanya buru-buru pergi setelah nganterin Olivia di depan rumah gue. Sialan, dia pasti sengaja begitu.
Suasana di sekitar lumayan rame, karena belum terlalu larut malem, masih sekitar setengah delapan. Orang-orang lewat bergantian di sekitar kami yang lagi jalan bareng. Mereka pada sibuk, beberapa juga mungkin ada yang sama kayak kita, lagi jalan-jalan malem enggak tahu mau kemana.
Kita udah jalan lumayan jauh. Meski pun enggak lagi mendung atau habis ujan, udara malem ini terasa dingin banget, gue aja tadi sampe nyempetin diri dulu buat ngambil jake tebel di kamar sebelum keluar bareng Olivia. Sedangkan Olivia yang saat ini lagi jalan di samping gue hanya mengenakan baju lengan panjang warna putih yang tipis serta memakai rok yang berwarna merah jambu, panjangnya di bawah lutut pas. Tentu saja dia bakal kedinginan nanti kalau makin malem. Kayaknya, dia enggak memprediksi kalau udara di luar bakal lebih dingin nanti.
Dari tadi gue belum menemukan klu tentang kemana tujuan perjalanan kita malam ini. Dia tadi cuman bilang, "Kamu enggak lagi sibuk, kan? Temenin aku jalan-jalan, yuk mumpung aku lagi nginep di rumah Bunga, aku udah ijin kok." Gitu, terus, pas gue nanya tujuannya kemana, dia malah becanda, "Jalanin aja dulu."
Di tengah perjalanan kita, sambil kakinya melangkah mengimbangi langkah kaki gue, tiba-tiba dia berkata sesuatu. "Riyan, sebenerya gue mau cerita sesuatu."
"Hmm?" Gue mengangkat salah satu alis.
"Tapi seharusnya aku enggak cerita ke kamu tentang hal ini."
"Trus kenapa bilang." Kata gue dalem hati.
"Tapi kayaknya aku harus cerita, deh." Katanya. Arah pandangan Olivia melihat ke bawah, memperhatikan langkah kakinya. Sesaat kemudian, dia ngeliat ke arah gue sambil bilang, "Kamu mau apa enggak denger curhatan aku?"
Abis Olivia bilang gitu, angin berhembus dari arah selatan. Olivia keliatan meluk dirinya sendiri, mencoba berlindung dari hawa dingin. Di otak gue, sempet kebayang gue yang bakal ngasih jaket yang lagi gue pake ke Olivia, tapi seperti biasa, gue biarin dulu sampai dia nge dempet ke gue, baru gue kasih, karena biasanya juga gitu.
Sambil jalan, gue mempersiapkan diri untuk mendengar curhatannya dengan seksama. Entah apa yang bakal dia ceritain, entah itu topik yang ringan apa berat, gue harus pasang telinga baik-baik.
Eh, tunggu dulu, sejenak, enggak tahu kenapa gue jadi ngerasa kita ini masih pacaran. Seakan enggak ada jarak yang membatasi kita hingga gue lupa kalau hatinya udah milik orang lain.
Setelah diam beberapa saat, gue akhirnya dengan suka rela berkata, "Mau."
Bersambung …
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Liling Sarungallo
semangat kak 💪🥰
2023-05-25
0