Gue secara resmi, udah menyatakan kalau gue menerima ajakan dia untuk menjadi penulis komik bareng. Dengan begitu mulai hari ini, kita adalah patner.
"Wah, akhirnya, gue adalah ilustratornya, dan lo adalah penulis ceritanya, bersama, kita pasti bisa menjadi komikus nomor satu di Indonesia." Adit tampak bersemangat banget.
Gue berjalan ke pinggiran kasur, lalu duduk di situ dan bilang, "Ya, setelah gue pikir-pikir enggak ada salahnya juga ngikutin jalan mimpi lo…"
"Ya, kan? Hehe…" Adit memotong sambil mengacungkan ibu jarinya ke gue.
Jendela kamar Adit yang ada dua meter di depan gue terbuka, menampilkan awan senja yang perlahan tergerus oleh warna gelap. Entah itu karena mendung atau memang hari sudah hampir gelap. Angin sepoi berhembus dari luar jendela, gue dapat merasakan hembusannya walau hanya sedkit.
"Awalnya gue pikir, gue enggak perlu muluk-muluk dalam hidup ini. Ketika gue ngerasa gagal ngejar mimpi untuk menjadi penulis novel, menjalani hidup aman dengan menjadi pekerja kantoran, adalah pilihan terakhir. Akan tetapi, kalau memang menulis komik bisa di coba, sebaiknya dicoba dulu. Kita masih muda, perjalanan hidup kita masih panjang, kita enggak tahu akan mengarah kemana pilihan hidup yang kita ambil, siapa tahu, pbakal menyenangkan kalau di coba." Gue tersenyum setelah mengatakan itu.
"Dan, kalau pun gagal, kita bisa mencobanya lagi." Adit menyambung perkataan gue.
"Lo bener."
Gue ngerasa beruntung setelah memikirkan sesuatu. Mungkin di luar sana ada banyak orang yang ingin menjadi seorang komikus, kemudian karena dia enggak bisa nge gambar, akhirnya memilih untuk jadi menjadi penulis novel. Tapi gue beruntung, gue enggak perlu kerepotan berlatih menggambar selama bertahun-tahun karena gue punya temen yang jago gambar. Gue punya kesempatan untuk mencoba menjadi komikus dan gue juga bisa nyoba jadi novelis lagi kalau mood-nya dateng. Gue bener-bener beruntung.
Gue menegakan badan, menatap ke arah Adit, kemudian bertanya, "Jadi, kita harus mulai darimana, untuk ngirim naskah ke majalah Aneka Komik?"
Adit terlihat memegangi dagu setelah gue bertanya demikian padanya. Ia berfikir sambil ngelirik langit-langit selama beberapa detik. Kayaknya dia masih bingung,deh, gimana caranya.
"Hmm… tulis naskah komik, terus kirim lewat e mail?"
"Iya, gue juga tahu kalo itu. Tapi kita mau nulis komik tentang apa dulu?" Gue menatap datar ke arahnya.
"Lo suka komik yang kayak gimana?" Dia malah nanya balik.
"Yang kayak gimana, ya? Komik pertarungan gue suka,sih."
"Wah, sama, gue juga." Adit penuh semangat. "Komik favorit lo apa?" Dia lanjut nanya.
"One piece, Dragon Ball." Jawab gue.
Adit mengangguk. "Ah, gue juga suka itu."
Walaupun gue enggak begitu sering baca komik, tapi gue tahu dan suka sama dua judul komik itu. Dari SD gue udah suka baca komik One Piece dan Dragon Ball, gue juga nonton anime-nya.
Adit berpikir sejenak, sebelum akhirnya berkata lagi, "Gimana kalau kita bikin genre action aja, lo ada ide cerita apa enggak?"
Gue menggelengkan kepala. Sama sekali enggak tahu mau nulis apa, tiba-tiba aja dia bilang gitu soalnya. Gue mencoba berfikir serius, mencoba memikirkan sesuatu.
Sepintas, gue terpikir cerita tentang bajak laut, tapi gue tahu kalau itu sesuatu yang sulit di gambar, apalagi Adit kan pemula, pasti bakal ngerepotin dia kalau gue nulis tentang itu.
Hmm… kira-kira apa yang cocok untuk judul pertama kita, ya? Apa nulis cerita slice of life aja? Tapi, genre slice of life itu sepi peminat, kalau ngajuin cerita yang enggak sesuai pasar untuk pertama kali, bisa aja malah ditolak mentah-mentah sama editor. Duh, nulis apa ya?
Gue terus berfikir, berusaha menemukan ide yang ada di kepala. Berbagai hal tentang cerita pertarung bermunculan namun belum jelas akan seperti apa.
"Lo keliatan mikir keras banget," Adit tiba-tiba ngomong gitu. "Enggak perlu lo pikirin sekarang juga kali, yan. Gue juga perlu latihan beberapa hal."
Gue sedikit tersentak karena Adit tiba-tiba memecah keheningan pas gue lagi mikirin ide. Latihan? Latihan apa lagi? Gambar dia kan udah bagus banget.
"Latihan apa lagi, gambar lo udah bagus banget itu."
Adit menggelengkan kepala, "Nggambar fanart sama nggambar komik itu beda banget, tau. Gue harus belajar anatomi, gambar background, ekspresi karakter, dan lain-lain." Jelasnya.
"Terus? Kapan kita bisa mulai ngerjainnya?" Tanya gue.
"Beri gue waktu satu atau dua bulan lagi, gue akan berlatih dengan keras memperbaiki kekurangan gue."
"Oke deh," gue mengangguk.
Malam harinya…
Selesai mandi dan makan malam pake telur dadar, gue tiduran di atas kasur di dalem kamar yang sunyi, mikirin segala hal yang berseliweran di dalem kepala.
Apa yang gue lakuin, sih? Tiba-tiba aja mau di ajak Adit patneran nulis komik. Padahal, gue orangnya lumayan males. Alesan kenapa gue pengen jadi penulis novel, itu ya karena gue males aja kalau suatu hari nanti gue harus kerja berat, menggunakan fisik gue secara berlebihan hanya untuk nyari duit. Jujur aja, bagi gue mending capek pikir daripada capek fisik, apalagi capek hati. Gue kemdian memiringkan badan, menghadap dinding, menatap dinding kamar yang putih.
Gue udah pernah di tolak penerbit berulang kali, terus gue juga udah hampir setahun enggak nulis cerita, sama sekali. Apa gue masih bisa? Gimana kalau naskah yang gue tulis nanti justru akan jadi hal buruk yang bakal menghambat Adit?
Kalau Adit,sih, udah enggak di ragukan lagj, gambarnya bagus banget. Gambar sketsa yang gue liat kemaren malem aja bagus banget, padahal baru sketsa. Meskipun dia bilang kalau dia perlu latihan, gue yakin pasti dia berhasil memperbaiki kekurangan yang dia maksud dalam waktu singkat, gue yakin itu. Ya, itu bagus, sih, kalau kalau dia orang yang seperti itu, mau bekembang. Tapi, apakah nanti gue bisa mengimbanginya? Gue enggak yakin.
Gue kemudian bangkit dari rebahan karena kepala gue agak pusing, banyak pikiran mungkin. Gue melihat sekeliling kamar. Bosen, enggak ada hal lain yang bisa gue lakukan, malem ini gue enggak perlu ngerjain PR atau belajar karena besok enggak ada PR. Gue bener-bener nganggur, enggak ada sesuatu yang bisa gue kerjakan.
Gue meraih HP, memasukannya ke kantong, bangkit, jalan, melangkah menuju ke ruang tamu yang cahaya lampunya lebih cerah daripada lampu kamar gue yang udah lama enggak di ganti.
Gue duduk di sofa, nyalain TV, nyoba nyari hiburan, siapa tahu bisa balikin semangat hidup, lemes banget gue malem ini.
Jari telunjuk gue beberapa kali menekan tombol di remot untuk nge ganti siaran. Gue enggak tahu acara macam apa yang gue cari, menurut gue enggak ada yang menghibur sama sekali. Kayaknya, gue lagi galau, deh.
Enggak lama setelah gue memindah acara ke siaran berita, HP gue tiba-tiba berbunyi. Gue ngerasa bingung setelah menatap layarnya, gue menerima panggilan dari nomor tak di kenal.
"Halo…?" Gue mulai mengangkat telpon.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Mila Nuur
kira2 siapa ya?
2023-06-01
0
Liling Sarungallo
lanjut thor
2023-05-25
0