Bunga sama sekali tidak terlihat sedih saat menceritakan hal itu, hanya saja wajahnya tampak kesal. "Kampret banget itu tukang kebun, bakar sampah enggak bilang-bilang." Lanjutnya.
"Lo enggak kesel sama temen-temen lo itu, nga?" Tanya Gue yang sedikit merasa kasihan.
"Enggak lah, mereka juga niatnya becanda, enggak berniat beneran ngebakar sepatu gue . Lagian, mereka udah minta maaf dan berniat mo ngeganti sepatu gue tapi gue enggak mau." Bunga tampak biasa saja, seakan terbakarnya sepatu bukanlah hal yang perlu di khawatirkan.
"Kenapa?" Gue bingung.
"Enggak papa, Riyan, bisa aja kalo mereka ketemu gue nanti malah enggak enakan kalau mereka inget-inget hal itu terus Gue sih pengennya biasa aja." Bunga tersenyum.
"Lo emang aneh sih,... " Gue terdiam menatap Bunga sambil berjalan. " Lo terlalu baik " Lanjut gue dalam hati.
Sampailah kita di parkiran sekolah. Setelah kita berdua memakai helm dan menaiki motor, gue menyalakan mesin motor Supra X milik Bunga.
"Pegangan yang kenceng! " Gue memperingati Bunga yang membonceng di belakang, kemudian melingkarkan kedua lengannya ke pinggang gue .
Gue dan Bunga mulai berangkat ke toko musik. Sekitar pukul 3 sore, Bunga dan Gue menyusuri jalan raya untuk menuju ke toko musik. Jalanan sore ini cukup ramai, cahaya senja menerpa wajah gue dan Bunga. Motor yang kita tunggangi melaju perlahan menyalip beberapa kendaran yang lain. Kita sudah cukup lama berteman, meskipun berboncengan dan saling menempel, kita berdua tampak tak saling canggung satu sama lain, seakan kita itu adalah kakak dan adik.
Jika banyak orang berpendapat kalau pertemanan antara cewek dan cowok pasti akan menimbulkan rasa cinta diantara mereka, maka gue dan Bunga adalah contoh nyata adanya pertemanan murni antara cewek dan cowok. Ya, tak ada sama sekali benih cinta yang siap tumbuh di hati masing- masing dan tak ada alasan khusus mengenai hal itu, kita berdua memang benar-benar tak saling jatuh cinta. Disamping itu, Bunga juga sudah memiliki pacar.
"Lo kenapa ngajak gue sih? Enggak takut pacar lo cemburu?" Sambil mengendarai motor, gue bertanya demikian, mungkin karna gue merasa sedikit tak enak hati.
"Yaelah... kalo sama lo dia enggak mungkin cemburu kali, santai aja. Dia tahu kok kalo lo agak bencong!"
"Sialan, gue enggak bencong woy!" Gue mencoba membela diri.
Bunga tertawa di belakang. "Becanda kali ngga , lagian lo tuh culun jadi cowok, pendiem juga. Jelas bukan tipe gue, mana mungkin dia cemburu sama lo." Katanya.
"Bagus deh kalau gitu." Kata gue.
Setelah melewati beberapa belokan, terlihat sebuah toko musik di sebelah kiri jalan, Bunga menyarankan gue untuk mengurangi kecepatan motor, kita pun menepi perlahan dan berhenti tepat di depan toko musik tersebut.
"Ini Bunga tempatnya?" Tanya gue sembari melepas helm.
"Yep. Coba tempat ini dulu , kalo enggak nemu barangnya, kita pindah ke tempat lain." Jawab Bunga.
Bunga melepas helm kemudian memberikannya ke gue. Ia kemudian melangkah mendekati pintu toko musik yang bernama " Kol & Music" itu , atau orang-orang biasa menyebutnya toko musik KM. Setelah gue memarkirkan motor, kita berdua lantas masuk ke dalam toko tersebut.
Sesaat setelah membuka pintu dan masuk beberapa langkah ke dalam toko, kita berdua di sambut dengan lagu dari band Guns N Roses yang berjudul "Sweet Child O Mine" yang mengalun di dalam situ.
Deretan Gitar berjejer rapi di ujung ruangan dan 3 set drum di dekat situ membuat mata Bunga berbinar-binar saat melihatnya. "Keren~ " Ucap Bunga, kagum.
Setelah menyapa pemilik toko, kita kemudian mulai menjelajahi tempat itu, mencari gitar akustik yang di maksud Bunga atau sekedar melihat - lihat terlebih dahulu.
" Gue benci sama Rehan. " Tiba - tiba Bunga berkata seperti itu saat berjalan di samping Gue.
kita melangkah perlahan menuju ke sebuah rak kaset, memastikan apakah ada kaset yang bagus di beli atau tidak.
Gue menatap kearah Bunga, gue mulai berfikir kalau ini adalah sesi curhat yang di maksud Bunga semalam.
"Rehan pacar lo itu?" Tanya Gue, untuk sekedar memastikan
"Bukan, tapi Rehan pelawak kekar itu... ya iya lah, yan"
"Iya , kenapa lo bisa benci sama dia? "
"Udah hampir dua minggu lebih dia sama sekali enggak bales WA gue, cuman di read aja. Padahal online , tapi enggak di bales. Terus, akhir-akhir ini dia juga sering ngilang, tiap ketemu di sekolah, cuman ngobrol sebentar terus pergi. Alesannya sih sibuk ngerjain tugas. Parahnya lagi, dua hari belakangan ini gue sama sekali enggak liat dia di sekolah, gue chat juga enggak di bales, padahal online dia tu... "Bunga tak melanjutkan kalimatnya .
"Terus? Dia tu kenapa?" Gue penasaran.
"Kesannya ngilang gitu aja, kesel banget gue. Padahal facebook-nya semalem aktif, gue telpon enggak di angkat juga."
Gue menggaruk kepala, ikut heran.
" Jaman sekarang, sesibuk apapun seseorang, dia pasti tetep deket sama HP nya. Dia tentu sadar kalo lo nelpon dia dan dengan kesadaran penuh dia memilih untuk enggak menjawab telpon. "
"Ya kan !! "
"Lo enggak nyoba nanya ke orang-orang terdekatnya? Temen sekelasnya mungkin, dia kan udah kelas 3, siapa tau emang beneran sibuk banget."
Bentar-bentar, kok kayak de ja vu, ya, gue ngrasa ada kesamaan curhatan Olivia dan Bunga. Trus, mereka nginep bareng. Ah sudahlah, gue males mikir, yang jelas ada yang aneh kayaknya.
Keduanya tiba di sebuah rak kumpulan CD musik original di sudut kanan ruangan dan berhenti untuk melihat-lihat, barang kali ada yang menarik untuk di beli.
"Mungkin enggak perlu sejauh itu kali , yan... " Bunga berhenti bicara, tangannya meraba jajaran kaset di rak. " Mungkin aja beneran sangat sibuk , kita enggak tau urusan anak kelas 3 kan ?" Lanjutnya.
"Nah ... iya , bener. " Gue sedikit merasa lega, gue merasakan kekhawatiran Bunga terhadap perhatian pacarnya sudah yang berkurang.
"Tapi, gimana kalau dia udah bosen sama gue , atau tiba - tiba ketemu yang lebih cantik dari gue ?" Kata Bunga yang kini malah terlihat khawatir banget. " Kenapa sih dia berubah gini? Padahal awal-awal dulu enggak kayak gini. " Lanjutnya.
"Cinta emang kayak tebu ya ... " Kata gue.
"Habis manis, sepah dibuang? Manisnya cuman di awal? " Sahut Bunga yang paham maksud gue.
Gue tak menjawab perkataan Bunga dan mengalihan topik "Langsung nyari gitar aja yuk, keburu sore."
Keduanya kini berjalan menuju ke sudut ruangan tempat dimana gitar- gitar tertata dengan rapi. Segala macam jenis gitar ada di situ. Bunga melihat-lihat gitar- gitar itu dengan kagum, sesekali ia menyentuhnya. Kayaknya dia pengen beli, tapi tak punya cukup uang untuk melakukan itu.
Lagipula , kamarnya yang sempit tak mampu menampung puluhan gitar di toko tersebut, Olivia sempet cerita ke gue tentang itu.
"Gimana? Udah nemu yang lo mau? " Tanya gue.
"Belum, entar ya, gue masih pengen liat - liat nih." Jawab Bunga sambil melihat ke arah gitar berwarna hitam.
Gue dan Bunga berjalan pelan melihat-lihat gitar. Meskipun pandangan Bunga selalu mengarah ke gitar-gitar yang berjajar rapi di sebelah kanan mereka, namun gue paham pikirannya itu ngawang kemana-mana. Hampir setiap beberapa langkah, Bunga selalu berkata "Ih bagus. " Sembari menyentuh gitar yang ia maksud.
"Mantan lo yang pindah itu gimana, yan? Sama sekali enggak pernah nyapa di kelas kah?" Bunga tiba- iba bertanya seperti itu pada gue.
Si kampret ini nyindir, ngomong begitu kayak dia enggak kenal sama Olivia aja.
"Kenapa lo tiba - tiba nanya gitu ? Gue hampir enggak pernah menghubungi dia lagi sih. Terakhir komunikasi sama dia sekitar dua bulan yang lalu, itu pun cuman lewat Facebook." Jawab gue.
Gimana ya, jadi dulu, hubungan gue dan olivia baik - baik saja , tak pernah ada pertengakran selama menjalani hubungan. Kita juga memiliki banyak kesamaan, terutama dalam hal tempat favorit, kita sama - sama menyukai danau. Gue dan Olivia dulu kerap kali berkunjung ke danau di kala senja.
Di mata gue, Olivia adalah gadis yang baik. Olivia mendukung keinginan gue untuk menjadi seorang penulis, dia sering gue mintain tolong untuk memberikan komentar serta penilaian pada karya gue dan dia selalu membaca karya karya gue dengan senang hati, tanpa ada unsur keterpaksaan. Bisa dibilang kita dulu adalah pasangan yang serasi.
Namun sayangnya, hubungan kita terpaksa berakhir. Nadia harus pindah keluar kota karena ada suatu masalah di keluarganya sehingga keadaan menuntut demikian . Sempat ada perdebatan diantara mereka.
dibtoko musik, gue cerita ke Bunga certa tentang hubungan gue dan Olivia sampai pada akhinya gue dan Oliva sepakat untuk move on satu sama lain agar tak ada sesuatu yang memberatkan hati. Tapi sialnya, gue belum bisa move on sampe sekarang.
"Pasti pas putus hati lo berasa sakit banget ya ,yan?" Tanya Bunga.
Gue menjawab, "Ya, lumayan. " Gue kemudian meletakan salah satu telapak tangannya di dada sebelah kiri. "Mungkin disini masih ada bekas luka. " Gue lanjut ngomong.
"Lebay lo hehe..." Kata Bunga sambil mendorong pelan pundak gue.
Sekitar 20 menit di dalam toko, akhirnya Bunga menemukan apa yang dia cari. Pilihannya jatuh pada gitar akustik Yamaha berwarna putih dengan harga Rp.600.000,00. Ia kemudian menggotong gitar itu ke tempat pembayaran. Usaha Bunga menabung uang jajan selama hampir 3 bulan akhirnya tak sia-sia, ia berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan.
Pemilik toko memberikan sebuah tas gitar kepada Bunga. Usai memasukan gitarnya ke dalam tas tersebut dan hendak meninggalkan toko, tiba - tiba si pemilik toko berkata, "Enggak sama sound system - nya sekalian mbak?"
"Oh , Enggak mas, udah punya di rumah," Jawab Bunga dengan sopan. " Gimana kalau di coba dulu mbak gitarnya?" Penjual toko kembali menawarkan.
"Tadi udah aku coba petik dikit - dikit kok mas, suaranya bagus, sesuai dengan yang aku cari." Jawab Bunga lagi.
"Maksudnya, dicoba pake sound system. Mbaknya bisa main gitar, kan?"
Gue tersenyum dan ikut masuk kedalam obrolan, "Wah... dia jago banget maen gitar mas, lagu apa aja bisa." Gue membanggakan Bunga
"Apaan sih lo." Bunga yang malu-malu menepuk pundak gue.
"Manusia." Ucap gue, bercanda. Si pemilik toko tersenyum pada gue dan Bunga.
"Kalau mau test sound enggak papa kok mbak." Lagi-lagi pemilik toko menawarkan, mungkin ia berharap Bunga akan sekaligus membeli sound system setelah mencobanya. Bunga melihat sekeliling, suasana toko musik itu cukup ramai, kebanyakan dari pengunjung adalah remaja, beberapa juga ada yang berseragam SMA seperti dirinya dan gue. Barangkali diantara para pengunjung itu ada yang satu sekolah dengan kita.
Beberapa detik melihat sekeliling, Bunga kemudian menatap tegas pemilik toko, lalu berkata, "Enggak mas, makasih. " Kemudian bergegas keluar toko sambil membawa gitar yang ia beli, gue menyusul di belakangnya.
Keluar dari toko tersebut, Bunga menghela nafas lega, ia senang bisa membeli gitar yang ia idamkan, sementara gue tersenyum sambil menatap Bunga, gue juga ikut merasakan rkebahagiaan itu.
Melihat ke arah jam tangan, Bunga berkata. "Masih jam segini, santai-santai dulu gimana?"
"Kemana?" Gue bingung.
"Enggak tau, beli es krim dulu kali ya?" Bunga ikutan bingung.
Gue mengangguk menyetujui.
Kita kemudian berjalan kaki diatas trotoar di tepi jalan raya yang ramai, meninggalkan motornya bunga terparkir di depan toko musik KM sambil berharap menemukan penjual es krim di dekat-dekat situ.
"Lo kenapa tadi enggak mau nyoba nge-tes gitar sih? Biasanya lo bakal semangat kalo ditawarin main gitar di depan umum gitu, lo kan suka tampil." Kata Gue sambil berjalan di samping Bunga.
"Gue lagi enggak mood ngapa-ngapain hari ini, tadi aja pas di ruang musik gue cuman diem aja. " Bunga menundukan pandangan saat mengatakan itu.
"Mikirin Rehan ya? "
"iya ... " Bunga sepertinya masih memikirkan pacarnya yang mulai berubah, hatinya di penuhi kekhawatiran. "Kenapa sih dia berubah? Kenapa sih segampang itu?"
"Lo dari tadi udah bilang gitu, kecemasan lo terhadap Rehan belum tentu bener-bener terjadi, di bawa santai aja." Lama lama Gue merasa sedikit kesal karena Bunga selalu mengeluhkan hal yang sama.
"Rehan adalah pacar pertama gue, yan, dan ini juga pertama kali dia ngilang-ngilangan kayak gini, selama setaun pacaran baru kali ini dia enggak ada kabar kayak gini, gimana enggak khawatir coba?"
Gue hanya terdiam, tak tahu harus berkata apa lagi.
"Rasanya putus, gimana sih?" Bunga tiba - tiba bertanya kayak gitu.
Sampailah kita di depan gerobak penjual es krim di tepi jalan. Bunga memesan rasa stroberi, sementara Gue memilih rasa coklat. Setelah mendapatkan es krim masing masing, kita kemudian duduk di sebuah bangku panjang di dekat situ. Melihat orang-orang yang melewati jalan raya, kita menikmati es krim masing-masing sambil melanjutkan obrolan.
"Rasanya putus ya?" Gue berfikir sejenak kemudian melanjutkan. "Enggak enak banget, seakan separuh dari kehidupan gue di rampa . Apapun yang gue lakukan, jika hal itu berkaitan dengan dia, pasti gue langsung galau. Misal ketika gue dengerin lagu peterpan yang judulnya 'Kukatakan Dengan Indah' gue jadi terlalu menghayati lagu itu karena mewakili persaan gue, hal itu membuat hati gue berat, padahal cuma dengerin lagu. Kalau gue pergi ke danau bareng temen-temen, gue jadi inget dia karena kita pas pacaran dulu sering banget ke tempat itu. Dunia yang gue lihat jadi berbeda, hal - hal yang dulu gue lakuin bareng dia atau sesuatu yang dia sukai akan jadi hal yang nyesek saat gue lakukan dan lalui tanpa dia di samping gue. Kayak kehilangan oksigen gitu."
Bunga hanya terdiam mendengarkan penjelasan dari Gue mengenai kehidupannya setelah patah hati. "Mungkin kedepannya gue harus bisa terbiasa dengan semua itu deh." Kata Bunga.
"Emang lo mau mutusin Rehan hanya karena ngilang dua mingguan?" Gue bingung.
"Ya enggak lah, cuman gue khawatir aja kalau tiba-tiba dia yang mutusin gue." Bunga menyendok es krimnya beberapa kali dan memasukannya kedalam mulut.
Gue hanya terdiam mendengar hal itu, lalu ikut menyendok es krimnya sendiri.
Tak lama kemudian terdengar suara seseorang yang memanggil Bunga
"Bunga!"
Gue kenal suara itu. Bunga dengan cepat menolah ke arah datangnya suara. Kita berdua melihat kearah Rehan yang berjalan dari seberang jalan di depan kita. Dia mengenakan kaos berwarna hitam, celana jins dan sepatu khas anak muda yang terlihat mahal. Bunga berdiri, ia terlihat sumeringah. "Rehan, kok kamu ada di sini?" Rehan yang mendekati Bunga tanpa berkata apa-apa langsung mengelus - elus kepala pacarnya itu, Bunga terlihat malu malu .
"Aku tadi sempet nyariin kamu di ruang musik tapi malah enggak ada, kata anak - anak yang tadi masih di situ kamu pergi ke KM, yaudah aku kesini deh. Ngapain ke KM?"
"Ini... aku beli gitar baru." Kata Bunga sambil menunjukan gitar baru yang ia bawa di punggungnya pada Rehan.
Rehan melihat ke arah Gue yang dari tadi diem ngedengerin obrolan mereka.
"Hei."
"Ya, bro." Jawab Gue, sok akrab.
Gue dan Rehan salaman. "Sorry ya, lo jadi repot nemenin Bunga gini." Lanjut Rehan
"Santai, udah biasa kok."
Rehan menatap Bunga dalam-dalam ,kemudian berkata, " Aku mau ngomong sesuatu sama kamu." Mendengar hal itu, wajah Bunga yang yang semula tersenyum bahagia perlahan berubah ekspresi menjadi murung, ia mungkin merasa kekhawatirannya tentang Rehan yang akan mengakhiri hubungan mereka sepertinya akan benar - benar terjadi.
Gue yang masih duduk di bangku panjang sambil makan es krim merasa kikuk berada di antara Bunga dan Rehan yang saat ini sedang bicara hal serius.
"Maaf ya, aku enggak ada kabar beberpa hari..." Belum sempat Rehan menyelesaikan kalimanya, Bunga memotong.
"Udah hampir dua minggu lebih!! Kalo mo ngajak putus bilang aja, enggak usah basa-basi , aku siap kok." Bunga terlihat kesal.
"Iya, maaf. Kamu pasti kesel, aku enggak mau mutusin kamu kok..." Rehan terdiam sejenak sebelum melanjutkan. "Aku sibuk persiapan lomba sains nasional, jadi aku harus belajar serius biar kelompok ku bisa menang. Selama masa belajar persiapan lomba, aku harus ngurang- ngurangin main HP atau main- main sama kamu dan fokus belajar. Kalau kalah pas lomba kan enggak enak sama Bu Dian selaku pembimbing kelompok." Rehan menjelaskan alasan mengapa dia menghindar dari Bunga, ternyata memang dia sibuk persiapan lomba.
Sepertinya Rehan salah satu siswa pintar di sekolah. Gue menggangguk mendengar penjelasan Rehan yang terdengar masuk akal bagi gue.
"Beneran kan?" Bunga tampak tak yakin.
"Beneran." Rehan mengeluarkan tanda peserta lomba sains nasional bertuliskan namanya dari kantong celana jins nya.
"Trus, kapan kita maen-maen lagi?"
"Minggu depan semuanya selesai kok, doain aja bisa menang." Rehan tersenyum, Bunga juga tersenyum. Sementera gue bersiul, mengejek keduanya.
"Apaan sih lo, siulan lo kayak tikus kelindes ban trek. " Kata Bunga setelah mendengar siulan Gue.
Bunga menggenggam tangan Rehan, mereka tampak mesra sekarang, seakan semua keluhan Bunga terhadap Rehan yang ia curahkan ke Gue hilang begitu saja.
Gue memandangi itu semua dengan perasaan canggung. Bingung harus merespon dengan cara apa. Jelas sekali kalau gue seharusnya tak ada di antara dua sejoli yang sedang bermesraan.
Hari semakin sore, kendaraan yang lewat di jalan raya dekat situ tampak semakin ramai , tanda para pekerja sudah waktunya pulang. Udara di sekitar yang semula hangat perlahan menjadi dingin.
Bunga berpamitan pada Gue." Makasih buat hari ini, gue pulang bareng Rehan aja, yan, ntar anterin motornya ke rumah gue."
Gue tersenyum
"Sama-sama."
Bunga memberikan cup es krim yang sejak tadi ia pegang di tangan kirinya pada gue.
Kemudian Bunga dan Rehan bergandengan tangan, lalu menjauh dari gue .
Di tempat itu kini gue berdiri sambil memegang dua cup es krim yang mulai mencair, yang satu milik Bunga yang sudah di berikan kepadanya, yang satunya lagi miliknya sendiri.
Sebelum Bunga benar-benar menjauh dari pandangan, Gue memanggil. "Bunga!"
"Apa?" Kata Bunga setelah berhenti dan menoleh.
"Gue boleh masukin apa yang kita lakukan hari ini ke dalam tulisan gue nggak? " Tanya gue.
"Lo masih nyoba nulis-nulis gitu?"
"Iya , itu mimpi gue soalnya. Jadi penulis."
"Boleh, tulis aja. Yang bagus ya nulisnya!" Bunga kemudian lanjut berjalan sambil menggandeng pacarnya.
"Oke deh."
Gue berjalan menuju ke tempat dimana motor milik bunga erparkir. Matahari mulai turun perlahan- lahan. Cahaya senja perlahan berubah menjadi gelap.
Gue mencoba menikmati es krimnya yang sudah mencair sambil berjalan. Es krim itu mulai terasa hambar, padahal di awal terasa sangat manis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments