Posthaste

Perjalanan menuju rumah Charles terbilang memakan banyak waktu.

Waktu yang tersisa untuk dapat menyelamatkan nyawa Jayden hanya tinggal dua jam, jika melewati tenggat waktu tersebut maka sudah dipastikan bahwa Jayden akan benar-benar mati.

Namun, hal itu tidak boleh terjadi. Jason sudah berjanji akan datang tepat waktu untuk menyelamatkan saudaranya. Waktu mereka pun terus berjalan dan tak terasa sudah tersisa satu jam.

James dan Sean tengah menjaga tubuh Jayden di ruangan khusus. Mereka terus memperhatikan tubuh Jayden dengan sikap siaga jika sewaktu-waktu Jayden kembali mengalami kejang-kejang.

Sedangkan Nera tengah mengambil beberapa antibodi di gudang obat untuk disuntikkan kembali pada tubuh Jayden. Hanya antibodi itulah yang mampu menetralisir virus yang ada di dalam tubuh Jayden saat ini.

Set!

James dan Sean menoleh ketika merasakan ada yang muncul dari arah belakang mereka. Benar saja, mereka mendapati Nicole dan ketiga kakaknya tengah menatap keduanya dengan sendu.

"Akhirnya kalian sampai juga."

"Bagaimana keadaan Jayden saat ini?" tanya Stevan yang begitu khawatir. Dia pun meletakkan tubuh Alana di salah satu ranjang di ruangan itu. Diikuti Jason yang juga meletakkan jasad Hanna di dekat tubuh Alana.

"Kondisinya benar-benar parah," jawab Sean sambil menunjukkan ekspresi cemas.

"Kak Jayden sering mengigau dan kejang-kejang." sambung James.

"Separah itukah kondisinya hingga membuatnya kejang-kejang dan mengigau?" Hans terkejut dengan penuturan kedua adiknya mengenai kondisi Jayden.

"Aku sudah mengatakan sebelumnya, kan? Jayden hanya bisa sembuh jika dia menghisap darah Alana." sahut Jason.

"Di mana Nera? Kenapa dia tidak ada di sini?" tanya Hans pada kedua adiknya.

"Dia sedang mengambil antibodi di gudang obat." jawab Sean.

"Antibodi?" Hans mengernyit.

James mengangguk. "Hanya itu satu-satunya yang mampu menetralisir virus yang ada pada tubuh kak Jayden." Ungkapnya.

"Kalau begitu, kita bangunkan Alana supaya Jayden bisa menghisap darahnya," kata Stevan yang mulai tidak sabaran.

Hans memegang pundak sang adik dan menatapnya serius. "Kau yakin?" tanyanya.

"Tidak ada waktu lagi, aku tidak mau kehilangan salah satu saudaraku." ucap Stevan.

Hans menarik napas dalam. "Baiklah."

Stevan berjalan menuju ranjang Alana dan mulai membangunkannya. Perlahan tapi pasti, kelopak mata gadis itu terbuka dan menatap Stevan yang tengah menatapnya tajam.

"Eungh ...."

Alana yang baru terbangun langsung merasakan sesuatu yang aneh di dalam tubuhnya. Dia sudah terlihat sangat lemas dan lunglai tak berdaya.

"Alana ..." Hans menghampiri Alana dengan raut khawatir. Alana masih memegangi kepalanya yang terasa berdenyut kencang.

"Kepalaku sakit sekali." Lirihnya.

"Bertahanlah, kurasa ini efek hipnotis yang dibuat Stevan." Jelas Jason.

"Hipnotis?"

"Kita tidak memiliki banyak waktu lagi. Tolong selamatkan saudaraku." pinta Stevan pada Alana.

"Jayden?" Alana mengernyit dan memalingkan pandangannya ke tempat di mana Jayden terbaring.

Tak lama setelah itu dia tersadar bahwa kakaknya berada di sampingnya dalam kondisi kaku tak berdaya.

"Kak Hanna ..." lirihnya. Tanpa sadar dia meneteskan kembali bulir-bulir bening dari matanya.

Stevan yang melihat air mata Alana turun membasahi pipinya mendekat dan mengusapnya dengan lembut. "Jangan menangis," ucapnya lembut dan tersenyum penuh iba.

"Eh?"

Alana menatap mata Stevan dengan ekspresi menyedihkan. Hal itu membuat Stevan merasa kasihan pada gadis malang itu.

"Maafkan aku ... maaf karena selama ini aku melindungi mu dengan sikap yang dingin dan tak acuh. Aku seperti itu karena benar-benar mengkhawatirkan keadaanmu, aku takut seseorang melukaimu, aku benar-benar minta maaf." ungkap Stevan.

Alana terdiam sejenak dan mengatakan sesuatu dari dalam hatinya. Kenapa dia bersikap lembut seperti itu padaku? Apa karena ada maunya? Ucapnya dalam hati.

"Maukah kau membantu kami untuk menyelamatkan Jayden? Kami tidak ingin kehilangan salah satu anggota keluarga kami," pintanya kembali meyakinkan Alana.

Alana menunduk dan memejamkan matanya sejenak untuk berpikir. Setelah itu ia mengangguk singkat. "Baiklah, aku bersedia membantu kalian untuk menyelamatkan Jayden." Ucap Alana penuh yakin.

Semua nampak tersenyum bahagia ketika mendengar ucapan Alana yang mengatakan mau mengobati Jayden dengan sukarela. Namun di satu sisi, senyum Sean sirna begitu saja ketika dia melihat aura aneh mengelilingi tubuh Alana. Yang awalnya aura itu keluar dari tubuh Hanna.

Apa yang sebenarnya kulihat tadi? Aura itu benar-benar aneh, aku merasakan hal buruk akan terjadi. Sebenarnya ... aura apa itu? Apa aku beritahu mereka saja? Tapi, jika aku memberitahu mereka, aura itu akan tau dan kembali berpindah ke tubuh yang lainnya. Batin Sean dalam hati.

Hans melihat gerakan mata Sean yang mencurigakan, dia pun melirik sejenak dan mendekati Sean.

"Ada apa? Kau merasakan sesuatu?" tanya Hans. Dia langsung mengetahui gerak-gerik sang adik bungsu yang mencurigakan karena adiknya tersebut memiliki kemampuan melihat aura dari tubuh makhluk lain.

"Aku tidak begitu yakin, Kak. Aku masih memastikannya, akan kuberi tau jika sudah berhasil menemukannya." Balas Sean.

"Baiklah."

Alana dan Stevan berjalan beriringan dan mendekat ke ranjang Jayden. Alana nampak sedikit gemetar ketika tau bahwa darahnya akan dihisap oleh Jayden.

Nera yang baru saja kembali dari gudang obat untuk mengambil antibodi langsung menyuntikkannya ke tubuh Jayden.

Selang beberapa detik kemudian, Jayden membuka kedua matanya dan menatap semua orang dengan keheranan.

"A-ada apa ini?"

"Syukurlah kau sudah sadar."

"Apa kau bisa bangun dari ranjangmu? Alana sudah ada di sini untuk menyelamatkanmu."

"Alana? Memangnya aku kenapa?" tanya Jayden berusaha bangkit dari ranjangnya.

"Kau terluka dan terinfeksi virus EN3011 tahap satu, kau tidak akan bisa bertahan jika tidak segera menghisap darah Alana dalam waktu 24 jam."

"Apa? A-aku harus menghisap darah Alana?"

"Iya, Kak."

"Tapi aku--"

Alana berjalan semakin dekat ke ranjang Jayden. Dia berkata, "tidak apa-apa. Lakukan sebelum aku berubah pikiran." Bisiknya.

"B-baiklah."

Alana mengangguk pelan sambil kembali tersenyum.

"Baiklah, akan kulakukan. Bertahanlah sedikit Alana."

Alana mulai memejamkan kedua matanya karena tak sanggup melihat dirinya sendiri dijadikan sebagai obat oleh para vampir.

Jayden pun bangkit dari ranjangnya dan mendekat ke arah Alana, taring Jayden sudah keluar dan siap menghisap darah segar Alana. Jayden perlahan mendekati leher Alana dan membuka mulutnya yang terpampang jelas taring putih nan tajam itu, siap menghisap darah Moorblood.

Mata Alana memejamkan kedua matanya saat merasakan gigitan yang tadinya pelan kini menjadi semakin ganas. Lehernya terasa seperti terbakar, dan dirinya mulai melemas. Jayden yang sudah selesai menghisap darah Alana menghentikannya secepat mungkin. Dia pun menjauh dari hadapan Alana.

"Alana,"

"Ughhh ...."

Brukk!

"Alana!"

Tubuh Alana langsung terjatuh seakan tak ada beban di dalam tubuhnya. Semua orang panik dan mendekati tubuh gadis itu dengan ekspresi cemas. Namun, itu tidak berlaku pada Sean yang terdiam membeku di tempatnya berdiri.

Tiba-tiba matanya membulat dan ....

"Jangan dekati tubuhnya!" teriak Sean tiba-tiba. Semua orang terhenti saat berusaha membantu gadis itu.

"Apa?!" Semua terkejut.

"Tubuh Alana diselimuti aura hitam, aku melihatnya dengan jelas aura itu masuk ke dalam tubuhnya." jelas Sean pada semuanya.

"Aura hitam?"

"ARGGHH!!!"

Alana berteriak kencang karena tubuhnya merasakan gejolak api yang membakar mulai menggerogoti tubuhnya. Dia meronta-ronta di lantai dan tidak terkendali.

"A-apa yang sebenarnya terjadi, Kak?" tanya Nicole.

"Awalnya aku melihat aura hitam keluar dari tubuh kak Hanna, lalu menghilang sekejap. Setelah Kak Jayden selesai menghisap darah Alana, aura itu kembali muncul mengelilingi tubuhnya dan masuk secara perlahan. Aku rasa ... itu aura dari ruh jahat!" Sean memperjelas apa yang sudah ia lihat tadi.

"Ruh jahat?" Semua terkejut dengan penuturan Sean.

"Ruh jahat itu berusaha mengambil alih tubuh Alana!" ucap Sean kembali.

"Sial! Kita harus berhati-hati!" Hans memperingatkan adik-adiknya.

"Jason, bantu aku membawa tubuh Hanna ke laboratorium bawah!" Titah Nera.

"Baik!" Jason mengangguk dan mengangkat tubuh Hanna dari atas ranjang, lalu membawanya ke ruang laboratorium bawah tanah bersama Nera.

Sementara sisanya berjaga untuk menghadapi situasi dan keadaan yang akan menimpa mereka beberapa saat lagi.

"HAHAHAHA!!"

Suara tawa itu keluar dari mulut Alana. Tubuh gadis itu bangkit dan melayang di atas udara sambil menyeringai.

"Wadah yang sempurna untuk membunuh kalian semua!!" kata roh jahat itu dengan lantang.

"Alana?"

"Dia bukan Alana, dia adalah ruh jahat yang mengambil alih tubuhnya untuk membalas dendam."

"A-apa yang sudah kau lakukan pada Alana?!" tanya Stevan dengan tatapan tajam ke arah ruh jahat itu.

"Alana? Hahahaha ... gadis itu sudah menemui ajalnya. Sekarang tubuh ini menjadi milikku seutuhnya!!" balas ruh jahat itu sambil terus tertawa kencang.

"Kalian semua berhati-hatilah! Jangan sampai lengah!" teriak Hans memperingatkan adik-adiknya untuk siaga jika serangan mendadak diluncurkan oleh ruh jahat yang saat ini tengah bersemayam di tubuh Alana.

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!