Stevan dan Jayden pun membawa Alana dan Helen ke ruangan yang dimaksud oleh orang-orang tadi.
Sesampai di ruangan itu ....
"Nera," panggil keduanya pada sang pemilik nama.
Sang empu buru-buru menoleh. "Sedang apa kalian? Eh? Siapa yang kalian gendong itu?" Tanyanya terkejut.
"Mereka terluka akibat ulah Alex dan Hares. Bisakah kau mengobatinya?" balas Jayden.
"Apa? Bagaimana bisa kedua manusia ini masuk ke kawasan terlarang?" Nera bertanya-tanya.
"Kami juga tidak tau."
"Ya sudah, letakkan mereka di sana." Wanita bernama Nera itu menyuruh Stevan dan Jayden meletakkan tubuh kedua gadis itu di atas ranjang yang sudah disediakan.
"Kalian berdua pergi ke ruang tengah saja," titah Nera pada Stevan dan Jayden. Kedua anak itu pun mengangguk menurut dan pergi meninggalkan ruangan.
Nera berjalan mendekat ke ranjang keduanya, melihat kondisi kedua gadis malang itu sambil mempersiapkan beberapa alat medis di meja.
Pertama-tama dia menghampiri tubuh Alana sambil membawa satu jarum suntik yang berisi cairan berwarna hijau. Melihat hal yang tak diinginkan akan terjadi, Alana buru-buru membuka matanya. Dia tidak mau cairan aneh itu masuk ke dalam tubuhnya.
"Tunggu dulu!" Alana terduduk karena terkejut.
"Eh?" Wanita itu sedikit terkejut karena Alana sudah sadar dari aktingnya. "Ahh ... kau sudah sadar rupanya, kalau begitu aku tidak perlu menyuntikkan ini," ujar Nera lalu meletakkan kembali jarum suntik itu di atas meja.
"Cairan apa itu?" Tanya Alana penasaran.
"Maksudmu ini?" Nera menyodorkan suntikan itu di hadapan Alana. Alana mengangguk dan sedikit menjauhkan wajahnya dari benda itu.
"Cairan ini dibuat khusus untuk membekukan darah manusia," jawabnya dengan nada menakut-nakuti.
"Membekukan?"
"Tidak, aku hanya bercanda. Wajahmu serius sekali. Sebenarnya ini hanya sari dari beberapa tumbuhan." Nera terkekeh melihat ekspresi Alana.
"Jika kau sudah selesai bertanya aku harus segera menangani temanmu yang ada di sana," ucap Nera, menunjuk ranjang milik Helen.
Alana menoleh. "Apa kau sudah tau kalau temanku terluka di bagian lehernya?" Tanya Alana.
"Yaa, luka itu agak mengkhawatirkan."
"Apa maksudmu?"
"Luka itu bukanlah luka sembarangan, aku harus melakukan sesuatu padanya sebelum sesuatu yang buruk terjadi."
"Seburuk itukah?" Alana tertunduk merasa bersalah. Nera menatap Alana dan memegang bahu Alana.
"Siapa namamu?" Tanya Nera.
"Alana. Namaku Alana Sereina."
"Sereina?"
Sepertinya aku pernah mendengar nama itu. Batin Nera.
"Ada apa?"
"Ahh, tidak apa-apa."
Nera memberi kode. "Alana, jangan berteriak, ya."
"Apa?" Alana nampak bingung dengan kalimat terakhir yang diucapkan wanita itu.
Baru berjalan mendekat ke ranjang Helen, Nera dikejutkan dengan kondisi Helen yang sangat mengerikan. Tubuhnya dingin dan kaku seperti mayat serta wajah yang semakin memucat. Melihat keadaanya semakin buruk dia pun buru-buru menyuntikkan sebuah obat yang sudah dipersiapkannya untuk tubuh gadis malang itu.
Setelah selesai, dia pun membereskan peralatan medisnya. Namun, baru satu langkah dia berjalan, Nera menoleh ke arah Helen dan melihat betapa mengerikannya tatapan gadis itu padanya.
Helen terduduk di ranjangnya dengan mata merah menyala, menatap Nera dengan sangar dan menunjukkan giginya yang bertaring.
Tanpa ancang-ancang, Helen menyerang Nera dengan bengis. Nera terlempar ke sudut ruangan sambil meringis kesakitan. Sedangkan Alana, menatap mata merah itu dengan rasa takut.
Rasanya dia ingin sekali berlari, namun kakinya masih terasa sakit untuk digerakkan. Helen berjalan semakin dekat ke arahnya dengan tatapan yang sebelumnya tak pernah dia lihat di kehidupan nyata--seperti adegan yang ada di film-film horor.
"Helen, kau kenapa?" Tanya Alana bingung sekaligus ketakutan setengah mati.
Bugh!!
Tiba-tiba seseorang masuk lewat jendela dan memukul wajah cantik Helen, alhasil gadis itu terhempas ke lantai.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya Hans pada Alana.
"A-aku baik-baik saja," jawab Alana mengangguk singkat.
Hans mengambil posisi berjaga jika sewaktu-waktu Helen menyerang kembali.
"Kak Hans!"
Seketika semua orang berdatangan ke ruangan itu, kelima anak laki-laki yang tadi ada di ruang tengah terkejut ketika melihat Nera terduduk di lantai.
"Apa yang terjadi?" Tanya salah satunya.
"Cepat ikat dia!" titah Nera yang masih belum kuat untuk berdiri.
"Apa?" Kelima anak itu hanya menatap satu sama lain dengan raut wajah kebingungan.
"Cepat lakukan sebelum dia semakin mengamuk!" Seru Nera.
"Baik!"
Dua di antara mereka berinisiatif mengangkat tubuh Helen yang masih terbaring di lantai menuju ranjangnya. Setelah Helen di tempatkan di posisi yang sudah semestinya, mereka mengikat tubuh gadis itu. Sebenarnya mereka tidak tega melakukannya, tapi ini semua demi kebaikan Helen.
"Astaga ... apakah antivirus yang sudah disuntikkan ke dalam tubuhnya tidak bekerja dengan baik?"
"Apa maksudmu?"
"Dia sudah menjadi bagian dari kita," ucap Nera berusaha berdiri dengan susah payah.
"Apa?!"
"Bagaimana dengan gadis yang itu?" Tanya salah satu anak laki-laki itu sambil menunjuk ke arah Alana.
"Dia masih normal, tahan haus darah kalian saat ini. Aku harus mengambil sampel darahnya untuk memastikan kalau di tubuhnya tidak ada virus itu," ucap Nera sambil menatap tajam ke arah tujuh anak itu.
"Kami tidak akan berani melakukannya."
"Kurasa ada beberapa di antara kita yang tidak akan kuat dengan aroma itu." Sahut si imut.
"Ya itu benar, contohnya Nicole yang tak tahan bau darah manusia maupun hewan," ucap si rambut pirang dengan nada meledek.
"Hei! Aku tidak seperti itu! Awas saja akan ku balas perbuatanmu!" Tidak terima di bicarakan, bocah laki-laki itu mengejar si rambut pirang yang terlihat sudah lari terbirit-birit.
Sementara itu Hans terus menatap Alana dengan penuh kekhawatiran. Dia mendekat ke ranjang Alana dan menanyakan kondisi gadis itu.
"Kau pasti sangat terkejut dengan kejadian tadi, kau tidak terluka, kan?" Tanyanya dengan nada lembut.
"Aku baik-baik saja," ucap Alana sedikit menunduk, "apa yang sebenarnya terjadi pada temanku?" tanyanya.
"Maaf, tapi aku tidak bisa memberitahumu," balas Hans, lalu pergi keluar meninggalkan Alana.
Beberapa jam kemudian ....
Nera sedang mengecek kondisi Helen. Sebelumnya, antivirus yang dia suntikan ke tubuh Helen tidak mempan. Alhasil dia pun menggunakan obat yang lain, tak ada pilihan lain selain menyuntikkan obat penenang pada gadis itu.
Alana masih duduk terdiam di ranjangnya, menatap ketujuh anak laki-laki yang tidak pernah memalingkan pandangannya sedikit pun pada Alana.
"Kenapa kalian melihatku seperti itu?" Tanya Alana.
"Ini pertama kalinya aku melihat manusia yang berparas sempurna seperti dirimu," kata salah satu dari mereka yang masih terkesima dengan wajah Alana.
"Apa?" Alana sedikit terkejut, tak lama ia tersipu malu.
"Kulitmu putih sekali, tapi tidak pucat."
"Wajahmu imut, seperti aku."
Alana tersenyum canggung mendengar pujian-pujian yang dilontarkan dari ketiga anak laki-laki itu. Sebenarnya dia sedikit takut dengan sikap aneh bocah-bocah itu.
"Siapa namamu?"
"Alana Sereina."
"Kalau begitu perkenalkan, namaku Sean. Ini James, Kak Jason, Kak Jayden., Kak Hans, Nicole, dan Stevan."
Cara bicara mereka membuat Alana mulai menghilangkan prasangka buruk pada sikap aneh mereka sebelumnya.
"Salam kenal semuanya." Alana tersenyum.
Tiba-tiba Nera menghampiri Alana dan sudah mempersiapkan alat suntik di tangannya, "Kalian semua menyingkir lah. Aku harus memeriksa kondisi Alana."
"Bisakah kau berbaring sejenak, aku ingin mengambil sampel darahmu."
"Untuk apa?" Tanya Alana bingung.
"Untuk diperiksa lebih lanjut." Jawabnya singkat.
"Baiklah." Alana pun menyetujuinya tanpa rasa curiga.
"Kalian bertujuh, keluar!" seru Nera dengan lantangnya, membuat ketujuh anak itu terkejut bukan main.
"Aish galak sekali," keluh Jason, yang seakan enggan menuruti perintah.
"Setiap hari kau selalu saja membentak kami seperti itu." sahut James.
"Astaga, sejak kapan kalian jadi lemah lembut begitu?" tanya Nera keheranan dengan sikap kedua anak itu.
"Sejak kedatangan Alana." Sean ikut menyahuti sambil tersenyum manis.
"Cepat pergi! Atau aku akan menggunakan kekerasan!" Murka Nera.
"I-iya baiklah!"
Mereka pun lari terbirit-birit meninggalkan ruangan.
Nera kembali menatap Alana.
"Tahan sedikit ya, ini tidak akan sakit," ucapnya dengan nada lembut.
Alana mengangguk pelan, dia berbaring kembali dan menutup kedua matanya.
Alana menghela napas lega setelah darahnya diambil. "Kenapa darahku harus diambil?" Tanyanya lagi.
"Untuk memastikan bahwa kau tidak terinfeksi virus EN3011," jawab Nera, yang terus merapihkan peralatan medisnya.
"Virus apa itu?" Tanya Alana bingung. Ini pertama kalinya dia mendengar nama virus yang seperti itu.
"Virus yang sangat berbahaya. Siapa pun yang terjangkit virus ini tidak akan bisa menjalani kehidupan normalnya sebagai manusia."
"Benarkah?"
"Intinya temanmu itu bukan manusia lagi, dia--"
"Dia vampir." Sahut seseorang dari balik pintu.
"Apa?"
...***...
Sekalian mau nunjukin Cast nya ya, cekidot!
Alana
Hans
Stevan
Jayden
Jason
Sean
James
Nicole
Helen
Alex
Hares
Yuri
Elice
Nah, itu dia beberapa ilustrasinya...gimana? 7 cowo yg pake baju2 putih udh sesuai sama kesan vampir nya blm? Komen yaw!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments