First Death

Jio dan Alana nampak bersenang-senang menikmati udara sejuk sambil berseluncur di atas lantai licin itu, senyum merekah terpampang jelas di bibir keduanya. Mereka saling bergandengan dan tertawa riang. Sudah seperti pasangan kekasih saja. Orang-orang khususnya para gadis yang melihat Alana merasa iri karena bisa mendapatkan pria setampan dan Jio. Terkadang Alana merasa risih melihat orang-orang memandanginya.

Sedangkan itu, Stevan hanya melihat keduanya dari kejauhan sambil melipat kedua tangannya di dada, matanya tertutup seraya bergumam tidak jelas.

"Alana, kemarilah!" Jio berseru memanggil gadis itu untuk menghampirinya yang berada di tengah rink. Alana menyadari panggilan itu dan berusaha menuju ke tempat Jio berada.

Set!

Saat Alana ingin meluncur ke arah Jio, tiba-tiba Stevan meraih satu tangannya. Alana terkejut dan menoleh sambil membulatkan kedua bola matanya yang berwarna kecoklatan itu.

"Apa yang kau lakukan?" Alana mengernyit.

"Jangan pergi." Stevan menarik lengan Alana.

Alana kembali mengernyit karena bingung dengan sikap Stevan yang kadang kala aneh dan tidak bisa ditebak.

"Jangan pergi ke tempat orang itu," ucap Stevan berusaha membujuk Alana.

"Aish, lepaskan!" Alana yang keras kepala melepas paksa cengkraman Stevan. Dia pun berseluncur menghampiri Jio.

"Tunggu!"

Alana berhenti sejenak dan menoleh. "Apa maumu?!" teriaknya. "Jika kau tidak suka tempat ini lebih baik pulang saja!" lanjutnya semakin kesal.

"Di sana sangat berbahaya, tetaplah di sini." Stevan masih terus memperingatkan si keras kepala Alana.

"Kenapa aku harus menurutimu?!" Alana kembali melanjutkan berseluncur menuju Jio berada.

"Cih, dasar gadis keras kepala."

Alana dengan santai berseluncur menuju Jio yang setia menunggu kedatangan Alana.

"Alana ...."

"Ada apa? Kau ingin mengatakan sesuatu?" ucap Alana sambil berusaha menyeimbangkan dirinya di atas lantai licin tersebut.

Jio menarik napas dalam-dalam. "Aku ingin mengutarakan perasaanku padamu." ucapnya tanpa basa-basi.

"Apa?" Alana terkejut dengan ucapan Jio dan hampir membuatnya terjungkal.

"Alana, aku ... menyu--"

Dorrr!!!

....

....

"Jio ...?"

Suara tembakan misterius itu membuat semua orang yang ada di dalam rink sangat terkejut, Alana membulatkan matanya lebat dan sangat terkejut ketika Jio tiba-tiba saja memeluknya.

Ternyata orang yang tertembak tembakan misterius itu adalah Jio, dia berusaha melindungi Alana dari serangan tersebut dengan memeluknya dari arah yang berlawanan dari sebelumnya. Jio melemah dan goyah. Dia berusaha mengatakan sesuatu pada Alana.

"Cepat ... pergi dari tempat ini," ucap Jio lirih, terlihat bagaimana rautnya yang mulai memucat.

Stevan datang dan menyeru nama Alana sembari menghampiri gadis itu, sang empu tengah berusaha menyeimbangkan tubuhnya agar tidak goyah saat Jio masih berada di pelukannya.

"Tidak ... Jio ..." lirih Alana yang sudah mengeluarkan air matanya dengan deras.

"Kita harus segera pergi dari tempat sini." ucap Stevan mulai meraih lengan gadis itu.

"Apa kau sudah gila?! Kita harus--"

"Alana, kau harus mendengarkannya. Dia benar ... kau harus pergi ...." Jio memotong ucapan Alana dengan nada lirih.

"Tidak, aku tidak mau meninggalkanmu di sini. Siapa saja tolong!!" Alana berteriak meminta tolong pada orang lain, namun semua orang sudah tidak ada di dalam rink.

"Kenapa tempat ini menjadi sepi?" Alana bertanya-tanya masih dengan mata sembabnya.

Saat suara tembakan dilancarkan, semua orang berhamburan keluar untuk menyelamatkan diri. Tersisa mereka saja yang masih berada di dalam rink.

"Alana, dengarkan aku ... kau harus pergi, jika kau ingin aku selamat," ucap Jio berusaha membujuk Alana yang terlihat putus asa.

"Apa?"

"Bawa dia pergi, Steve!" titah Jio pada Stevan.

"Tanpa disuruh pun aku akan membawanya." Stevan dengan cepat mengangkat tubuh Alana secara paksa.

"Tidak mau! Jio!" Alana memberontak saat dibawa pergi oleh Stevan.

"Lepaskan aku!" erang Alana berusaha melepas cengkraman Stevan.

"KUBILANG LEPASKAN!!" teriak Alana semakin marah.

"Kau ini kenapa, huh?! Aku berusaha melindungi mu!" kata Stevan dengan nada tinggi.

"Kau tidak berusaha melindungi ku! Aku ingin kembali ke tempat Jio, dia sedang terluka!"

"Aku tau, tapi kita--"

"Steve!" seru seseorang memanggil nama Stevan dengan kencang.

"Akhirnya kalian sampai juga, gadis ini tidak bisa diajak kerja sama." Stevan menghela napas kasar dan sedikit menjauh dari Alana.

Alana tidak peduli dengan ucapan Stevan. Dia mengerutkan dahi ketika melihat seseorang yang tengah digendong oleh Jason. Dia pun mendekat untuk melihat.

"Apa itu?" tanyanya begitu penasaran.

"D-dia ...."

Jason pun meletakkan tubuh tersebut di atas tanah basah akibat hujan dan segera membuka penutup wajah pada orang yang digendongnya agar Alana bisa melihatnya dengan jelas.

"Kak Hanna?!" Alana terlonjak kaget melihat sang kakak sudah terbujur kaku.

"Inilah alasan mengapa kau harus pergi dari tempat itu."

"Apa yang sudah terjadi padanya?"

"Kakakmu telah dibunuh." Ungkap Hans dengan berat hati.

"Dan yang telah membunuhnya adalah Helen." sambung Jason.

"Apa?!" Alana terkejut setengah mati mendengar ucapan Hans. Kakinya gemetar hebat ketika melihat tubuh sang kakak yang sudah benar-benar terbujur kaku.

"T-tidak mungkin."

Alana menangis sejadi-jadinya sambil memeluk tubuh sang kakak yang terbujur kaku.

Hans mendekat dan memeluk gadis itu, berusaha untuk menenangkannya. Sudah dua orang yang sangat dia sayangi mengalami kejadian buruk seperti ini. Bahkan dalam waktu yang bersamaan.

"Sepertinya ini memang sudah direncanakan dengan matang olehnya, aku tidak mengerti kenapa dia tega melakukan ini." Jason bertanya-tanya. Merasa bahwa Helen adalah dalang dari semua kejadian ini.

"Gadis itu dikendalikan oleh seseorang yang memiliki koneksi dengannya." sahut seseorang.

"Koneksi?"

"Eh? Siapa tadi yang bicara?" Nicole menoleh ke sembarang arah untuk mencari orang yang bicara secara misterius. Dia pikir ketiga kakaknya, ternyata bukan.

"Helen pasti sudah dikendalikan oleh Alex," sambung sosok misterius itu lagi.

Tiba-tiba seseorang muncul di hadapan mereka semua. Wajah yang sangat tidak asing bagi mereka. Wajah yang sudah membuat pesta pertemanan beberapa waktu silam. Dia lah Hares. Anak laki-laki itu mendekat ke arah Alana.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Hares.

"Iya ..." Alana mengangguk singkat.

"Apa yang kau lakukan di sini?!" tanya Nicole dengan nada membentak. Dia berusaha mendekati sosok itu namun dihalangi oleh Hans.

"Aku--"

"Apa kau ingin merebut Alana dari kami?" potong Jason.

"Tidak, aku--"

"Kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi, pergilah sebelum kami menggunakan kekerasan!" teriak Stevan.

"Kenapa kalian bersikap seperti itu padanya?" pekik Alana.

Keempat vampir itu menoleh ke arah Alana dengan kompak. Sorot mata mereka begitu tajam ketika mendengar ucapan Alana.

"Apa?"

"Kalian harus dengarkan dia terlebih dahulu, jangan gunakan kekerasan apapun! Aku tidak suka!" teriak Alana yang mulai frustasi dengan keadaanya hari ini.

Semua bungkam seribu bahasa. Melihat kondisi Alana kini membuat mereka hanya bisa merunduk. Gadis itu benar, semua ini bisa dibicarakan dengan cara baik-baik.

"Baiklah ... katakan apa yang kau inginkan?" tanya Hans dengan nada santai.

"Aku tau kalau saat ini Jayden sedang terluka parah dan sangat membutuhkan darah Alana, lebih baik kalian cepat pergi karena Alex sudah semakin dekat dengan tujuannya untuk mendapatkan darah Alana, sebelum--"

"Sebelum aku mendapatkannya terlebih dahulu." Lagi-lagi sosok misterius datang dan memotong ucapan seseorang, kali ini sosok itu memotong penjelasan Hares.

Sosok itu tidak lain adalah Helen. Gadis itu sudah berdiri tepat di belakang Alana.

Dengan cepat para vampir siaga melindungi Alana dan tubuh Hanna dengan membelakanginya, mereka menghadap ke arah Helen yang sekarang tengah tersenyum miring.

"Kau bukan Helen, aku tau itu kau ... Alex." ujar Hares sudah mengetahui siapa dalang dari semua kejadian.

"Alex? Ck! Apa maksudmu mengatakan bahwa aku adalah Alex? Apa aku bisa berubah wujud menjadi orang lain, begitu? Yang benar saja."

"Aku bisa mengetahuinya dari sorot matamu. Kau tidak bisa mengelak!"

"Cih!"

"Jadi, kau yang telah menyerang Jayden dengan menggunakan tubuh Helen sebagai alat, kenapa kau tega melakukannya? Kau bukan seperti Alex yang kukenal!" murka Hares pada Alex yang sudah terlewat batas.

"Sudahlah, kau terlalu banyak bicara. Aku tidak punya banyak waktu, bisakah kalian menyerahkan gadis itu padaku?"

"Kami tidak akan membiarkan hal itu terjadi!"

"Kalian semua cepat pergi dari sini! Aku yang akan mengurusnya." Hares menyuruh keempat vampir untuk segera membawa Alana pergi.

"Apa?!"

"Cepat!"

"Ayo, Alana ..."

"Hares, berhati-hatilah! Jangan sakiti Helen!" pinta Alana.

"Akan ku usahakan,"

"Sepertinya kau ingin mati, baiklah ... aku akan mengabulkannya, teman lama."

Helen menyeringai dan menunjukkan sorot mata yang tajam. Walaupun kepribadiannya memang seperti itu, tapi ekspresi yang ditunjukkan oleh wajah polos Helen tadi merupakan ekspresi murni milik Alex.

"Sadarlah ... Helena!"

...***...

Terpopuler

Comments

IაႸ

IაႸ

jadi hares baik atau jahat?

2024-10-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!