Mytology

"Astaga ... m-mengerikan ..." ucap Alana tiba-tiba saat malam sudah mulai menemani keheningan di hutan tersebut.

"Ada apa? Apa kau takut kegelapan hutan?" tanya Helen tiba-tiba. Dia pun mencari posisi duduk yang nyaman di dekat pohon besar.

"Tentu saja, memangnya kau tidak takut?" Tanya Alana yang ikut duduk di sebelah Helen.

Helen menoleh. "Tidak." ucapnya percaya diri. Alana menganga. Bagaimana bisa dia tidak takut?

"Aku tau setiap orang memiliki ketakutannya masing-masing. Kalau kau memang sangat takut gelap, kita bisa membuat api unggun dengan menggunakan ranting-ranting yang kita kumpulkan ini." Saran Helen sekaligus memberi saran.

"Kau benar!" seru Alana setuju dengan saran Helen.

"S-sebaiknya kita cepat membuatnya, karena di sini benar-benar sangat dingin." Lanjutnya.

Tangan Alana sudah terlihat kaku karena kedinginan. Bahkan untuk digerakkan saja agak sulit.

Helen pun membuat api unggun untuk menemani malam mereka di tengah hutan, dia mulai menyusun beberapa ranting yang sudah dikumpulkan dengan hati-hati. Sedangkan Alana masih saja mengusap kedua tangannya dan sesekali meringkuk karena kedinginan.

Setelah semua ranting sudah tersusun rapi, barulah Helen menyalakan api dari korek yang tersimpan di saku celananya. Helen sudah mempersiapkannya jika sewaktu-waktu ia membutuhkan korek tersebut.

"Aku tidak tau kalau kau selalu membawa korek api," ujar Alana sambil memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku baju. Untungnya dia memakai sweater yang cukup tebal.

"Aku tidak sengaja menemukannya saat mendirikan tenda." Jawab Helen.

Api pun mulai berkobar di beberapa ranting yang sudah terbakar, dengan cepat Alana mendekatkan tangannya yang sudah kaku karena kedinginan. Suasana malam ini sangat tenang dan dingin, Helen yang memang jarang berbicara hanya terus memandangi api unggun. Sedangkan Alana masih terus menghangatkan tangannya di dekat api.

"Terima kasih." ucap Alana.

Helen menoleh. "Untuk apa?"

"Tentu saja aku harus berterima kasih, karena kau telah membuat api unggun ini." Jawab Alana jujur.

"Aku melakukannya karena kau sangat membutuhkannya," balas Helen sambil terus menatap api unggun.

"Kau memang sangat baik." Alana tersenyum ke arah Helen.

"Apa kau baru saja menganggapku baik?"

"Tentu saja, memangnya aku salah ucap?"

"Tidak, kupikir karena aku sangat cuek dan dingin pada siapa pun semua orang menjauhiku." Ungkap Helen.

"Maaf kalau aku lancang, kurasa kau tidak bermaksud bersikap seperti itu, kan?" ucap Alana.

"Ya, itu benar." Helen menunduk mendengar ucapan Alana.

"Sebenarnya kau orang yang baik, hanya sifatmu saja yang dingin. Tapi aku yakin kalau kau sebenarnya orang yang sangat perhatian." Sambung Alana.

Helen sedikit terkejut karena ini baru pertama kali dalam hidupnya dia merasa nyaman mengobrol dengan seseorang, biasanya dia hanya berbicara seperlunya dan terkadang berbicara pada dirinya sendiri saking kesepiannya.

"Bukti nyata kalau kau sangat perhatian adalah kau mau menyalakan api unggun untukku."

"Aku melakukannya karena aku juga membutuhkannya."

"Ahh, begitu rupanya."

"Kau sangat berbeda dengan yang lain." Ungkap Helen.

Alana terkejut dan menoleh. "Benarkah?" Alana bertanya memastikan bahwa yang ditangkap oleh indra pendengarannya tidak salah. Helen pun mengangguk singkat.

"Aku rasa yang lainnya juga baik, seperti Elice dan Yuri." kata Alana.

"Mereka berdua sangat berbeda denganmu."

"Memangnya apa perbedaan dari kami bertiga?"

"Kau orang yang perhatian dan peka terhadap perasaan orang lain. Sedangkan mereka tidak." ungkap Helen blak-blakan.

"Kurasa kau terlalu berlebihan. Mereka sebenarnya baik, hanya saja mereka memang tidak menyukai sifat orang yang kaku dan dingin." jelas Alana. Sepertinya aku kelewatan. Batinnya.

"Sudah kuduga."

"J-jangan salah paham. Mereka hanya belum mengerti sifat dan karaktermu. Sama sepertiku yang tidak berani mendekatimu karena kupikir kau akan tidak suka keberadaanku."

"Sifatku memang seperti ini dari lahir. Aku juga sulit mengendalikannya."

"J-jangan dipikirkan ... sebaiknya kita istirahat saja ya?" Alana berusaha menyudahkan pembicaraan yang sudah mulai tidak karuan.

"Kau mengalihkan topik."

"Eh? I-itu ...."

"Sudahlah, lupakan saja. Selamat malam."

"S-selamat malam, juga."

Sepertinya aku salah ucap, astaga terkadang mulut ini tidak bisa dikontrol. Gumam Thea dalam hati sambil menutup mulutnya rapat-rapat.

Malam ini mereka bermalam di tengah hutan dengan penerangan minim, suara-suara aneh pun mulai terdengar di telinga mereka. Helen terlihat biasa menanggapi suara-suara itu, namun tidak bagi Alana yang berpikir aneh-aneh ketika mendengar suara-suara misterius itu.

Suara itu terdengar dari balik semak-semak, ada juga suara burung hantu, dan beberapa suara hewan lainnya. Sungguh, Alana sangat membenci hal seperti ini. Dia sangat takut dengan datangnya hewan-hewan liar, ditambah imajinasinya cukup tinggi untuk memikirkan ada berapa banyak makhluk di dalam hutan ini. Itulah akibat terlalu banyak menonton film horor.

"Kau tidak tidur?" Tanya Helen yang ternyata belum terlelap. Alana mengangguk dan kembali tertunduk.

"Kenapa? Apa ada masalah?" Tanya Helen lagi.

"Sebenarnya aku suka pemandangan hutan, tapi tidak di malam hari. Bagiku saat malam hutan menjadi tempat yang sangat menyeramkan," jawab Alana dengan suara sedikit gemetar, saking takutnya.

"Argh! Seharusnya aku mendengarkan ucapan kak Hanna untuk tidak ikut tour ini." Alana semakin frustasi.

"Alana, apa kau percaya bahwa hutan merupakan tempat tinggal para makhluk-makhluk mitos?" Tanya Helen tiba-tiba. Sontak saja pertanyaan yang mendadak tersebut membuat Alana mengernyit karena bingung dengan maksud ucapannya.

"Apa maksudmu?" tanggap Alana bingung.

"Kudengar hutan ini menyimpan banyak misteri, dan dihuni oleh salah satu makhluk mitos." Lanjut Helen.

"Makhluk mitos apa?" tanya Alana mulai penasaran.

Helen menoleh dengan tatapan serius. "Vampir."

Mata Alana membulat dan sedikit terkejut. "Ahh, itu tidak mungkin. Memangnya kau percaya kalau vampir itu ada? Itu kan hanya mitos," ucap Alana berusaha tenang menanggapi ucapan Helen yang sudah naik level.

"Aku tau kalau mitos itu tidak nyata. Tapi, bukankah manusia bisa menciptakan suatu hal yang tak mungkin nyata menjadi kenyataan?" balasnya yang membuat Alana tidak bisa berpikir lagi.

"Aku tidak mengerti." Alana masih bingung dengan maksud ucapan Helen.

"Sudah, lupakan saja semua ucapanku barusan, kembalilah tidur supaya besok pagi kita bisa melanjutkan perjalanan menuju perkemahan. Kau tidak perlu cemas dan takut akan makhluk mitos itu. Mereka tidak nyata, kan?" ucap Helen dengan santainya. Dia pun berbaring di tanah dan segera tidur.

Astaga, andai saja yang tersesat di sini bersamaku Elice dan Yuri. Aku harap aku bisa bertahan dengannya. Baiklah ... kau harus tenang Alana ... supaya keadaan ini cepat berlalu. Batin Alana.

Gelapnya malam kini ditandai dengan munculnya bulan purnama yang juga dipenuhi oleh bintang-bintang.

Semua murid yang sudah mendirikan tenda, membantu memasak di dapur umum, dan mengambil air di sungai tengah berkumpul dan memutari api unggun yang besar tepat di tengah-tengah perkemahan. Semua orang nampak sibuk menyantap makanan mereka dan ada juga yang asik mengobrol hanya untuk menghilangkan rasa bosan yang melanda.

Salah seorang guru tengah menghitung jumlah muridnya, tetapi setelah selesai menghitung dia mulai terheran-heran karena jumlahnya terus saja berkurang. Dia pun terus mengulanginya sampai akhirnya dia tersadar bahwa dua murid tidak ada di antara mereka.

...***...

Terpopuler

Comments

IაႸ

IაႸ

helen vampir juga kah?

2024-10-15

0

Bintang Ray234🌸🌸

Bintang Ray234🌸🌸

Kaka, ak dah mampir ya, ada waktu luang mampir yuk ke cerita aku terimakasih🌸🌸

2023-06-03

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!