Begin

"Apa dia sedang sibuk?" tanya Hares kembali.

"Bukan begitu, dia hanya tidak diperbolehkan keluar rumah oleh kakaknya." balas Elice.

"Itu benar, kakaknya jadi sangat overprotektif semenjak kabar menghilangnya Alana di hutan beberapa bulan yang lalu." timpal Yuri yang flashback.

"Alana pernah hilang?" Hares berpura-pura tidak mengetahui hal yang sudah terjadi pada Alana di hutan itu. Padahal dia tahu betul seperti apa kejadiannya.

"Hai semua!" sapa seseorang. Ketiganya menoleh kompak ke arah orang tersebut.

"Kak Jio?" Semua mata menoleh ke arah anak laki-laki bernama Jio itu.

"Wah! Kau juga datang ke pesta ini ..." lontar Elice dengan mata berbinar saat melihat kedatangan Jio.

"Tentu saja, memangnya tidak boleh?"

"Ahh, bukan begitu ... aku hanya tidak menyangka kalau kau akan datang," balas Elice sambil terkekeh pelan.

Jio tersenyum tipis, lalu memandang ke arah Hares sejenak. "Pestamu sangat menarik, anak baru." katanya sambil melihat kembali dekorasi pesta. Hares hanya tersenyum kecil mendengar pujian yang ditujukan kepadanya.

"Kalian berdua teman sekelas Alana, kan?" tanya Jio.

"Ya, itu benar." sahut Yuri.

"Aku tidak melihatnya, apa dia tidak datang?" Jio melirik ke sembarang arah.

Elice mengangguk singkat. "Dia tidak diizinkan datang oleh kakaknya."

"Sayang sekali, padahal aku ingin mengatakan sesuatu yang penting padanya."

"Mengatakan apa?" Elice mulai penasaran.

"Kau tidak perlu tau, Elice. Baiklah ... sampai jumpa!" Jio pergi meninggalkan ketiganya.

...***...

Di tengah perjalanannya menuju rumah, Alana terus memainkan ponselnya tanpa henti. Dia sedang melihat-lihat unggahan foto teman-teman sekolahnya di akun sosmed pribadi masing-masing. Terlihat dari raut wajah Alana, dia sangat iri melihat teman-temannya datang ke pesta tersebut dan bersenang-senang.

"Mereka terlihat sangat bahagia," ucapnya monolog, lalu menghela napas kasar.

Tiba-tiba Alana merasakan sesuatu yang berair jatuh tepat di dahinya. Saat ia memegangnya ....

"Air?"

Beberapa detik kemudian, hujan turun dengan sangat deras. Alana sangat panik dan berlari mencari tempat teduh. Alhasil yang dia temukan adalah halte bus, Alana pun berteduh di sana sampai hujan benar-benar reda.

"Hutf! Bajuku jadi basah ..." gerutu Alana sambil terus menyeka air di wajah dan juga pakaiannya.

Alana dengan sabar menunggu hujan reda, dia duduk sambil memainkan ponselnya. Sudah satu jam lebih dia menunggu, namun hujan masih belum reda dan itu membuatnya jengkel.

"Aish ... hujannya tidak mau berhenti, aku sudah menelpon kakak berkali-kali tapi tidak diangkat. Sebenarnya apa yang dia lakukan sih?!" Alana kembali menggerutu saking kesalnya.

"Kau bisa pakai jas hujan yang ada di sampingmu," ujar seseorang yang tiba-tiba sudah berada di halte. Alana menoleh dan terkejut dengan kemunculan orang misterius tersebut.

"Kau siapa?" Kata Alana terkejut. "K-kenapa tiba-tiba ada di sini?" tanyanya mulai ketakutan.

Sosok misterius itu hanya menunduk tak menjawab pertanyaan Alana.

"Apa kau tidak mendengar ku? Aku bertanya padamu." Sambung Alana. Sosok itu masih diam.

Sial. Alana tiba-tiba sangat merinding ketika orang yang ada di sampingnya hanya terdiam. Dia menelan salivanya kuat-kuat dan perlahan menjauhi sosok itu, dia pun berlari meninggalkan sosok itu sendirian di halte.

Alana tak mempedulikan dirinya saat ini, ia bahkan rela berlari di bawah hujan deras.

Set!

Tiba-tiba saja Alana terpeleset. Dia mengerang kesakitan, dan sepertinya kakinya terkilir. Jalanan menjadi sangat licin saat hujan. Seharusnya Alana tidak lari.

"Ahh ... hari ini aku benar-benar sial! Aww!"

"Alana?" Ucap seseorang tepat di belakangnya. Dia dengan ramah mengulurkan tangannya untuk menawarkan bantuan pada Alana.

Alana menengok ke belakang dan mendapati Hans memandangnya sambil mengulurkan tangan.

"Kenapa kau ada di sini? Aww ..." tanya Alana, berusaha berdiri dengan kemampuannya sendiri. Tapi tetap saja dia tidak mampu.

"Aku akan membantumu." Hans kembali menawarkan bantuan. Akhirnya Alana menerima bantuan Hans untuk berdiri.

"Aww ...."

"Sepertinya kakimu terkilir."

"I-iya." Alana mengangguk.

"Aku akan mengantarmu pulang," ujar Hans lalu mengangkat tubuh Alana dan menggendongnya menuju rumah gadis itu.

"Aish! Di mana anak itu? Kenapa jam segini belum pulang juga ..." gerutu Hanna yang tak henti berjalan mondar-mandir di depan pintu. Raut wajahnya mengatakan kalau dia sangat mengkhawatirkan adik satu-satunya itu.

Tok Tok Tok!!

Suara ketukan pintu terdengar jelas di pendengaran Hanna, dia dengan cepat membuka pintu itu dan mendapati Alana dan Hans di depan.

"Alana, kenapa pakaianmu basah? Dan kenapa kau menggendong adikku, Hans?" Hanna mulai bertanya-tanya pada keduanya.

"Kak, kakiku terkilir karena terpeleset, biarkan kami masuk!" balas Alana lalu menyuruh Hans membawanya masuk ke dalam rumah. Hans pun menuruti keinginan Alana. Setelah sampai di ruang tamu, Hans meletakkan Alana di atas sofa.

"Kenapa kau bisa terpeleset?" tanya Hanna yang sangat penasaran.

"Di luar hujan sangat deras, Kak. Apa telingamu itu tersumbat? Aku sudah menghubungimu sepuluh kali tapi kau tidak mengangkatnya! Apa yang sebenarnya kau lakukan, huh?!" dengus Alana kesal.

"Apa?" Hanna pun mengambil ponselnya yang tergeletak di bawah meja.

"Astaga, ponselku dalam mode hening. Dan tadi aku berada di kamar mandi," terang Hanna sambil terkekeh.

"Berapa lama kau berada di kamar mandi?"

"Dua jam."

"Dua jam?! Apa saja yang kau lakukan di sana, Kak?!"

Alana naik pitam. Sementara Hans hanya diam melihat kelakuan kedua kaka beradik itu.

"Huft ... sudahlah lupakan saja." Dengus Alana.

Hanna pun pergi mengambil minyak yang digunakan untuk kaki terkilir. Di ruang tamu pun hanya ada Alana dan Hans.

"Terima kasih, Hans, entah bagaimana nasibku jika kau tidak datang membantuku tadi." Ucap Alana berterima kasih. Jika tidak ada Hans mungkin nasibnya akan beda cerita lagi.

"Kau tidak perlu berterima kasih, itu sudah menjadi tugasku. Kalau begitu aku pulang dulu, ya? Jason dan Steve pasti sudah menungguku di rumah." Hans tersenyum.

"Hans, apa kau tidak datang ke pesta Hares?" Tanya Alana agak canggung.

"Pesta?" Hans nampak bingung dengan maksud ucapan Alana.

"Apa kau tidak tau kalau Hares mengundang semua murid ke pesta ulang tahunnya?" Tanya Alana kembali.

"Apa? Beraninya dia melakukan hal itu di lingkungan manusia." Geram Hans.

"Kau jangan salah paham dulu, Hans. Dia sepertinya ... eum ... sudah menjadi baik ..." ujar Alana ragu.

"Kau bilang apa?"

"Kurasa dia benar-benar tulus mengundang semua murid ke pestanya, mungkin ... d-dia hanya ingin punya teman." Lirih Alana.

"Sampai kapan pun kami tidak akan mempercayai orang itu. Aku harap kau juga tidak dekat-dekat dengannya." Hans kembali memperingatkan.

"Kenapa?"

"Aku sudah memberitahumu sebelumnya, kan? Dia berbahaya."

"Mau sampai kapan kalian mencurigainya? Dia sudah minta maaf padaku kemarin."

"Meminta maaf? Apa maksudmu?"

"Dia meminta maaf padaku dengan sangat tulus, dia bicara dengan lembut padaku."

"Lalu, kau percaya begitu saja atas apa yang telah dia lakukan padamu di hutan itu? Begitu?"

"Sebenarnya aku masih kurang percaya padanya, tapi dia meminta maaf dengan cara yang baik, itu sebabnya aku memaafkannya. B-bukan berarti aku mempercayainya."

Hans tak merespon. Dia menghela napas kasar setelah mendengar pengakuan dari Alana mengenai Hares.

"Saat perjalanan pulang, aku bertemu sosok misterius saat berteduh di halte, dia memakai jubah hitam," ungkap Alana, dia langsung membahas sosok tadi saat di halte.

"Sosok berjubah hitam?" Hans pun dibuat terkejut. Ada sosok lain selain Hares?

Jangan-jangan, itu Helen?

"Dia sangat aneh dan mengerikan. Aku memang tidak melihat rupa wajahnya, tapi kurasa dia--" Alana bergidik ngeri membayangkannya.

"Aku harus pergi." Potong Hans.

"Hans?"

Tanpa berlama-lama Hans pun pergi meninggalkan Alana seorang diri.

Selang beberapa detik kemudian Hanna datang membawa peralatan P3K untuk mengobati kaki Alana yang masih terkilir. Memang tidak akan sembuh dalam waktu dekat, tapi setidaknya meredakan rasa sakit di kakinya.

"Hans sudah pulang?" tanya Hanna sambil mengoleskan minyak di kaki Alana.

"Sudah."

"Seharusnya aku tidak membiarkanmu keluar sendirian," ucap Hanna mulai merasa bersalah.

"Lupakan saja. Oh iya, Hans menaruh sodanya di meja makan."

"Okey."

...***...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!