"Kalian berdua, cepat bawa pergi kedua gadis itu ke tempat yang aman!" Titah laki-laki yang berada tepat di depan Alana.
Alana tercengang dan terdiam. Dia bingung harus berbuat apa.
"Jangan bercanda! Kau bisa saja terluka karena mereka."
"Cepat! Aku yang akan mengurus mereka."
"Tapi--"
"Cepat pergi dari sini, Steve!"
Satu laki-laki membawa Helen dan satunya berusaha mendekati Alana. Seperti berniat ingin membawanya pergi juga.
"Cih!"
Alana yang saking takutnya memejamkan kedua matanya, saat memejamkan matanya Alana merasa seperti diangkat oleh seseorang. Dia pun membuka kedua matanya dan mendapati sosok laki-laki yang berwajah pucat menggendong dirinya menjauh dari orang yang hendak membawa paksa dirinya.
Alana tak berkedip melihat sosok yang saat ini menggendongnya. Wajahnya sempurna. Ketika Alana sedang memandangi wajah tampan itu, laki-laki yang sedang menggendongnya berhenti berlari dan memandangi wajah Alana.
Kini keduanya saling bertatap-tatapan.
"Sepertinya aku harus membuatmu tertidur." Ucap laki-laki itu.
Kedua matanya menatap bola mata Alana. Tidak membutuhkan waktu lama, Alana terlihat goyah dan memejamkan kedua matanya dan jatuh di pelukan lelaki itu. Dia pun lantas membawa tubuh Alana pergi.
"Kurang ajar!" Murkanya.
"Kau sudah keterlaluan, Alex. Menghisap darah manusia, lagi?"
"Ck! Apa urusanmu, huh? Ini wilayahku, Hans! Siapa pun yang berada di wilayahku akan menjadi mangsaku!" Murka Alex dengan nada meninggi.
"Tapi kau sudah menghisap darah manusia! Berhenti melakukan hal itu!" sergah Hans.
"Kau pikir aku akan mendengarkan perintahmu?!" sergah Alex sambil tersenyum miring.
"Cih!"
"Jangan membohongi dirimu sendiri, Hans. Aku tau jika kau dan adik-adikmu itu sangat menginginkan darah manusia." Alex kembali berucap dengan ocehannya yang menyebalkan.
Sret!!
Hans menarik kerah baju Alex dengan kasar, menatapnya dingin dan mengeraskan rahangnya karena sangat kesal dengan ocehan tersebut.
"Tutup mulutmu, kau harus berhenti menghisap darah manusia mulai sekarang juga, atau kau akan menyesal!" Erang Hans.
Hans melepaskan tangannya dari kerah baju Alex, laki-laki yang berada di pihak Alex dengan cepat membawanya pergi dari hadapan Hans. Sementara itu, Hans pergi menyusul kedua adiknya.
...***...
"Aarrgghh, keterlaluan!" gerutu Alex sambil mengeraskan rahangnya karena masih kesal dengan ucapan Hans.
"Apa kau masih takut menyerang Hans?"
"Diam kau! Aku tidak takut pada siapa pun, termasuk pada ketujuh saudara itu. Aku harus mendapatkan tiga manusia lagi untuk mendapatkan keabadian dan kekuatan yang sesungguhnya. Aku tidak punya waktu untuk mereka." Balas Alex dengan nada tinggi.
"Kenapa akhir-akhir ini kau sangat terobsesi pada darah manusia?" Tanya Hares. "Kurasa kita akan tetap abadi tanpa harus menghisap darah manusia." Sambungnya berusaha menenangkan Alex yang masih terlihat marah.
"Untuk bisa menjadi abadi tidak semudah itu, Res. Kita ini hasil eksperimen, dan untuk mendapatkan keabadian kita perlu menghisap setidaknya darah segar manusia untuk mendapatkan keabadian."
"Tunggu ... apa barusan kau mengatakan hasil eksperimen?" tanya Hares yang terkejut dengan maksud ucapan Alex.
Alex menatap Hares. "Apa kau tidak ingat rumah besar itu?"
"Rumah profesor Charles ...?"
"Yaa, tempat itu adalah rumah yang digunakan profesor Charles untuk melakukan eksperimennya yang gila. Semua anak terlantar yang mati itu bukan karena keracunan makanan, atau sakit atau apapun alasannya saat itu! Tetapi mereka mati sia-sia karena dia menyuntikkan salah satu virus ciptaannya pada anak-anak itu."
"Apa?!" Hares terlonjak kaget.
"Ada alasan mengapa aku baru memberitahumu hal ini. Orang itu yang membuat kita menjadi vampir, Kak."
"Tapi, aku belum menjadi bahan percobaan itu, kan? Saat itu kau membawaku pergi tanpa alasan. Lalu, mengapa aku juga menjadi vampir? A-aku bahkan tak ingat apapun ketika aku sudah berubah." Tanya Hares mulai curiga.
"Akulah yang menjadikanmu vampir." Terang Alex.
"Apa?" Kaget Hares. "Kau yang membuatku menjadi vampir? Kenapa kau melakukannya?!"
"Tentu saja karena aku tidak mau kehilangan saudara lagi. Kau satu-satunya saudara yang ku punya setelah Johan meninggal." Timpal Alex.
"Apa Johan juga mati karena eksperimen itu?" tanya Hares.
"Yaa, saat itu profesor Charles menyuntikkan virus yang sama pada kami berdua. Namum, sistem kekebalan tubuh Johan sedang tidak baik sehingga virus itu menyebar dengan cepat ke seluruh tubuhnya. Dia pun mati karena tidak bisa bertahan." Alex pun menceritakan hal pahit yang pernah menimpa dirinya dan juga salah satu saudaranya.
"Kenapa kau tidak memberitahuku soal kematian Johan?"
"Jika kau mengetahui yang sebenarnya, kau akan menjauhiku karena aku satu-satunya hasil eksperimen yang berhasil bertahan dan hidup."
"Aku tidak akan melupakan apa yang sudah dia lakukan padaku tiga puluh tahun yang lalu!" ucap Alex dengan nada meninggi.
"Saat ini ada sesuatu yang sedang ku incar." Lanjutnya dengan nada berat.
"Apa?"
"Moorblood."
"Moorblood?" Hares mengulangi ucapan Alex.
"Darah hasil dari pernikahan manusia dan vampir." Terang Alex.
"Manusia dan vampir katamu? Bagaimana bisa?"
"Pemilik darah itu adalah keturunan profesor Charles."
"Jadi, itu alasanmu hendak membawa gadis itu? Apa gadis itu pemilik Moorblood?" Tanya Hares mulai tertarik.
"Aku tidak tau pasti, tetapi aku bisa merasakan aroma darah Moorblood ada di antara kedua gadis itu."
Hares pun hanya terdiam melihat Alex tersenyum bak psikopat. Sebenarnya dia juga sudah lelah dengan semua perbuatan Alex yang bisa dikatakan tidak bermoral, dan hal itu mulai terjadi setelah dia menjadi menjadi seorang vampir.
Sampai kapan kau akan seperti ini, Alex? Batin Hares.
Mau bagaimana pun, Hares lebih tua dari Alex. Dia merasa sangat khawatir kalau Alex berbuat lebih jauh lagi.
...***...
Kedua laki-laki berbaju putih polos itu dengan cepat membawa Alana dan Helen menjauh dari Alex dan Hares.
Mereka tidak berhenti sejenak hanya untuk sekedar mengistirahatkan kedua kakinya yang ramping, jarak yang ditempuh pun sudah mulai mendekati angka 1 km--kurang lebih. Manusia biasa tak akan bisa seperti itu, kan?
Alana tidak benar-benar tertidur di gendongan salah satu laki-laki tersebut. Dalam perjalanan gadis itu sempat memandangi wajah laki-laki yang tengah menggendongnya--tentu dengan mata sedikit tertutup. Dia tidak mau pria yang menggendongnya mengetahui bahwa dirinya hanya pura-pura tertidur. Lelaki yang menggendong Alana tidak menyadari bahwa gadis itu sempat memandanginya.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup menguras tenaga, mereka pun sampai di sebuah rumah besar kuno--seperti kastil tapi sedikit lebih kecil. Alana masih dengan aktingnya.
Kedua laki-laki itu langsung masuk ke dalam rumah dan disambut oleh anak-anak lain yang wajahnya sama pucatnya dengan mereka berdua, berada di ruang tengah.
"Mereka sudah pulang!" Seru salah satunya yang girang melihat kedua kakaknya pulang--walaupun anak laki-laki, dia terlihat imut.
"Kak Hans mana?" Tanya lainnya--rambutnya berwarna hitam.
"Siapa mereka?" Tanya satunya lagi.
"Sepertinya mereka manusia," kata yang berambut pirang. Tentu saja manusia, kenapa mereka mempertanyakan hal tak penting seperti itu?
"Kami akan menjawabnya setelah mengantarkan kedua gadis ini ke ruangan khusus," sahut Jayden, orang yang menggendong Helen saat ini.
"Ahh begitu ... kebetulan di ruangan itu ada Nera." Sahut yang berambut pirang kembali.
"Kenapa dia ada di sana?" tanya Stevan--lelaki yang menggendong Alana.
"Entahlah, kami tidak menanyainya. Sepertinya sih rahasia." Sahut si imut.
"Steve, mau sampai kapan kita menggendong kedua gadis ini?" Gerutu Jayden yang sudah terlihat kelelahan.
"Baiklah, ayo ke ruangan itu."
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 65 Episodes
Comments