Di Jemput Om Berkumis

"Aku benar-benar nggak nyangka,ternyata mbak Lili memang anak orang kaya," Celetuk Elena di tengah perjalanan pulang. Mereka bertiga berjalan beriringan,Aleta sengaja menyuruh mereka memperlambat langkah kakinya,biar mereka lebih lama sampai ke kosan.

"Iya,aku juga. Kalau mama kamu tidak datang hari itu,mungkin sampai sekarang anak-anak kos masih mengatai kamu sebagai wanita simpanan," tambah Aleta ikut menimpali.

"Mbak Sera sekarang juga tidak berani lagi mencari masalah dengan mbak Lili." Ucap Elena. Lili hanya mendengarkan saja ocehan-ocehan yang keluar dari mulut teman-temannya.

"Nah,soal yang tadi aku masih penasaran loh,Lili. Kamu sepertinya kenal sama tiga lelaki itu benar,nggak?" tanya Aleta penasaran.

Lili terlihat berpikir sejenak sebelum menjawabnya.

"Owh soal yang tadi ya,mereka itu anak buahnya mama aku,kebetulan mama membuka sebuah perusahaan yang meminjamkan uang kepada siapa saja yang sedang membutuhkan tanpa bunga,tapi bayarnya harus tepat waktu sesuai perjanjian,mungkin itu juga yang terjadi kepada Sera makanya tiga orang tadi datang dan menagihnya,syukurnya dia bukan minjem uang sama rentenir,kalau tidak entah bagaimana nasibnya," jawab Lili bercerita,mereka terus ngobrol sepanjang perjalanan pulang,sampai tiba di kosan.

\*\*\*\*

KEDIAMAN BU DIAN...

"Apa yang salah sama gue hari ini,ya.?" RAHMAT bertanya heran pada dirinya sendiri,ya wajar saja. Sebab,kedua orang tuanya dan juga Tari sama sekali tidak memperdulikan dia saat

sarapan tadi,alias diabaikan.

Bahkan pertanyaannya tidak satupun ada yang menjawab,dia di anggap seperti tidak ada di rumahnya sendiri,mungkin keluarganya sengaja biar Rahmat bisa sadar bahwa orang tuanya sudah muak dengan sifatnya yang pemalas itu.

Bi Inem yang sedang ngepel lantai tiba-tiba datang dengan membawa ember ditangannya dan berdiri di samping Rahmat.

"Salahnya den Rahmat itu banyak!" Ucap Inem tepat disamping telinganya cowok itu.

"Buset dah ah,bikin gue jantungan aja," kaget Rahmat,dia sangat terkejut dengan kedatangan Inem yang tiba-tiba begitu.

"Gitu aja terkejut." Ujar Inem sambil tertawa ketika Rahmat masih mengelus dadanya,menenangkan detak jantungnya yang masih berdetak kencang.

Rahmat langsung menghampiri sofa diruang tengah,dan duduk santai dengan kedua kaki diangkat ke atas meja.

"Bi Inem datangnya kok tiba-tiba begitu,tadi gue lihat masih berada di dapur,eh sekarang ada di sini,cepat banget pindahnya,kayak makhluk super aja," oceh Rahmat.

Tangan kanannya meraih toples yang berisi kacang kulit,membukanya dan kemudian memasukkannya ke dalam mulut. Inem memperhatikan tingkahnya sambil geleng-geleng kepala.

"Nyantai lagi ya den,dari pada buang-buang waktu nggak jelas begitu,mending aden pergi ke restoran bantuin ibu di sana,atau nggak ke kantornya bapak," saran bi Inem.

Rahmat berhenti sejenak dengan kegiatannya yang sedang mengupas kulit kacang.

"Emang gue ke restoran buat ngapain? Kan semua pekerjaan sudah ada karyawannya!" ucap Rahmat.

"Bantuin ibu toh den,nyapu atau ngepel gitu,Inem dengar-dengar ni ya,direstoran sedang di buka lowongan pekerjaan untuk OB."

"Jadi maksud bibi gue jadi OB di sana,gitu?"

"Iya,kan pekerjaan kayak gitu cocok buat den Rahmat," jawab Inem,dia sangat serius tidak terlihat sedang bercanda.

"Ogah...!" Rahmat terlihat kesal.

Mereka kembali diam,Inem melanjutkan pekerjaannya mengepel lantai sampai bersih.

Suara deringan ponsel Rahmat membuat suasana yang tadi sunyi menjadi sedikit berisik,karena ponselnya itu tidak berhenti berdering.

"Dilihatin aja den,di angkat dong siapa tahu penting!"

"Biasa bi,dari fans gue,nggak penting juga," jawab Rahmat seraya melirik ke arah ponselnya yang diletakkan di atas meja,dia melihat nama penelpon yang tertera di layar "CLARA." Saat membaca nama itu Rahmat baru sadar kalau Clara adalah mantannya yang sudah putus sebulan yang lalu. Sekarang dia kembali menghubungi Rahmat,untuk apa ya?

"Fans dari mananya,dari Hongkong? Itu pasti pacar-pacarnya yang nelpon," gumam bi Inem sambil terus ngepel,dia terlihat sangat menikmati pekerjaannya itu.

Rahmat diam-diam mulai memperhatikan bi Inem,dia penasaran kenapa bi Inem terlihat begitu bersemangat,dia tidak terlihat lelah wanita itu begitu santai menikmati pekerjaannya.

"Kenapa ngelihatin saya sampai segitunya? Naksir,ya?" tanya Inem tertawa lucu,saat mengetahui Rahmat terus memperhatikan dirinya.

"Idih! Amit-amit deh gue suka sama bi Inem!" Rahmat bergidik ngeri.

"Terus,kalau bukan naksir ngapain dari tadi ngelihatin saya kayak gitu?"

"Penasaran aja bi,kok ngepel lantai semangat begitu,santai aja kayak nggak ada beban memangnya enak ya jadi pembantu?" pertanyaan konyol sekaligus bikin orang kesal.

"Art toh den,jangan bilang pembantu biar lebih enak di dengar dan lebih sopan pastinya," bi Inem menjelaskan.

"Sama aja!" Rahmat masa bodoh dengan hal begituan.

"Kalau bekerja itu harus ikhlas,di nikmati biar hatipun merasa tidak terbebani,nggak kayak aden!" lagi-lagi Rahmat yang di salahkan.

"Ah,kalau gue sih malas bangat jadi pembantu," ucap Rahmat.

"Terserah den kumis aja deh!" bi Inem menjawab pasrah,dia malas meladeni omongannya Rahmat,nggak ada habisnya,sebenarnya sih Inem sedikit kesal dengan kata-kata pembantu yang terus di ucapkan Rahmat.

"Sembarangan kalau ngomong!" Rahmat ternyata kesal juga,saat Inem memanggilnya dengan sebutan kumis.

"Akhirnya kelar juga," Inem bergumam sambil berlalu pergi.

"Eh sudah selesai bi,sekarang mau kemana?"

"Ke dapur.!"

"Ngapain? Mending di sini nemanin aku ngobrol."

"Mau jemur kain," Inem menjawab asal.

"Jemur kain kok di dapur,ya diteras dong bi!" Rahmat setengah berseru karena Inem sudah tidak terlihat lagi dari pandangannya.

"Au deh males...." pungkas Inem,dia menjawab untuk terakhir kalinya.

Setelah kepergian Inem,ponsel Rahmat kembali berdering dan sekarang yang menelpon adalah Nina..

"Cewek ini nelpon gue mulai dari semalam nggak berhenti-henti,dia kenapa sih? Ganggu banget," omel Rahmat dalam hati.

Hari sudah siang,tapi dia masih asik nongkrong di rumahnya,masih ditempat yang sama,sedangkan Inem di dapur tengah sibuk membuat makanan untuk makan siang.

"Bi,gue pergi dulu ya!" pamit Rahmat,akhirnya dia pergi juga karena bosan di rumah terus.

"Pergi aja den,sekalian nggak usah balik lagi!" jawab Inem berseru.

Rahmat tidak menanggapinya,dia langsung masuk ke dalam mobil menghidupkan mesin mobilnya dan menancap gas dalam-dalam.

Tujuan Rahmat sekarang adalah pergi ke sekolahnya Tari,nggak ada angin nggak ada hujan,tiba-tiba dia ingin menjemput adiknya itu,pasti dia memiliki niat terselubung makanya berbaik hati menjemput Tari di sekolahnya

\*\*\*\*

"Masih belum di jemput juga,Tar?" tanya Elena yang saat itu baru keluar dari gedung sekolah,Tari mengangguk mengiyakan,mukanya terlihat sedikit masam karena dia tidak biasa menunggu selama itu,mama biasanya menjemput dia selalu tepat waktu.

Elena yang ikut menunggu di depan gerbang sekolah merasa risih dengan sikap Tari yang berdiam diri tanpa berbicara sepatah katapun.

"Kamu kenapa Tari,dari tadi aku perhatikan kok kamu diam aja?"

"Aku lagi sebal aja El,mama jemputnya lama banget,nggak kayak biasanya," wajah Tari cemberut.

"Nah,itu kayaknya mobil mama kamu deh!" tunjuk Elena ke arah mobil BMW hitam yang berdiri di depan halte,terlihat orang dalam mobil sedang berbicara dengan salah satu siswa di sekolah mereka yang sedang duduk di halte.

"Tari...!"

"Tari...!!!" seru Marsha memanggil namanya.

Tari menoleh,dia mengernyitkan dahinya,perasaannya seketika berubah tidak enak.

"Di jemput sama om kamu,ni!" seru Marsha memberitahu.

"Om...???" Tari dan Elena jadi bertanya-tanya,mereka saling pandang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!