Cuma Karena Kumis

"Sendirian aja lo Mat,ngapain di luar malam-malam begini? Udah tengah malam tahu!" ucap Edi,dia juga ikutan nangkring di teras depan.

"Gue lagi mikirin....

"Mikirin lili kan?" tebak Edi sok tahu. Rahmat menaikkan sudut bibirnya dan menatap cowok itu dengan tatapan tak bersemangat. "Sok tau bangat lu Di,gue itu lagi mikirin besok mau malak dimana biar dapat duit," dia menjawab asal.

"Astarghfirullah... Rahmat!" Edi menggelengkan kepalanya,tidak menduga jawaban sohibnya akan seaneh itu.

"Sok suci lo,Ed" cibir Rahmat.

"Gue bukan sok suci,Mat. Sebagai sohib lo yang paling setia di dunia ini,gue nggak mau lo dapat duit dari hasil yang nggak baik,mending lo kerja deh!" usul Edi di akhir kalimatnya.

"Emang apa yang bisa gue kerjain,lo itu kan tahu kalau gue paling malas yang namanya kerja,capek tahu," keluh Rahmat dengan wajah loyo.

"Yang keren dong kalau jadi cowok,Lili aja punya pekerjaan masa elo enggak kerja?" dia malah membandingkan Lili dengan Rahmat.

"Dia sama gue itu beda jauh Ed,gue nggak kuliah,nah dia kuliah jauh-jauh di luar negeri,pengetahuannya juga lebih luas dari gue."

Mendengar penuturan sahabatnya,diam-diam Edi tersenyum dalam hati, "Ternyata dia sadar juga ya kalau pemikirannya itu sempit banget," batin Edi.

"Lo senyam-senyum sendiri kenapa,pasti lagi ngejekin gue dalam hati,iya kan?" tebak Rahmat.

"E-enggak,lama-lama lo juga jadi sok tahu,gue jadi penasaran ni Mat,kenapa sih lo itu keluar dari pesantren?" pertanyaan Edi kembali membangkitkan kenangan buruk Rahmat.

"Ceritanya panjang Edi,kalau gue cerita kayaknya nggak bakalan habis dalam semalam," dia mencari alasan supaya tidak perlu menceritakan kembali kenangan yang sudah dikuburnya itu.

"Gue ambilin kopi dulu ya," tanpa menunggu persetujuan dari Rahmat,cowok itu segera masuk ke dalam untuk membuat dua cangkir kopi panas,tidak lama hanya berselang beberapa menit Edi sudah kembali lagi dengan membawa dua gelas kopi hangat dan satu toples kue kering untuk mereka nikmati.

"Semangat banget lo mau dengar cerita gue" ucap Rahmat sedikit tersenyum,tangannya langsung terulur mengambil toples kue itu.

"Ceritain dong! Kebetulan banget malam ini gue nggak bisa tidur," pinta Edi lagi,karena dipaksa terus akhirnya Rahmat mau juga bercerita tentang kejadian apa yang menimpanya hingga dia di keluarkan dari pesantren.

"Singkat aja ya,awalnya sih biasa-biasa aja,tapi lama-kelamaan gue jadi kecanduan buat ketemuan terus sama si dia,pas suatu hari gue ketangkap basah ni lagi duduk berdua sama dia di pinggir pantai,sambil menikmati sore yang indah. Dan karena kejadian itu,ya gue dikeluarin dari pesantren," pungkasnya mengakhiri cerita.

"Ampun deh,katanya panjang banget itu cerita,bahkan nggak habis dalam semalam,ini kok belum satu menit udah selesai aja," Edi jadi sewot sendiri,bahkan dia menyesal sudah begitu baik sampai membuatkan kopi panas segala buat si cowok kumis itu.

"Oke gue lanjut ceritanya ni." Ucap Rahmat,ketika dia melihat ekspresi kecewa di wajah temannya.

"Lanjut aja!" Edi terlihat tak bersemangat.

"Saat gue ketahuan sedang ketemuan sama pacar baru gue,sebenarnya gue nggak langsung dikeluarin sih Ed,tapi gue disuruh milih." Rahmat menjeda sejenak ceritanya,dia ingin melihat bagaimana reaksi Edi.

"Disuruh milih apa? Lanjut dong!" desak Edi nggak sabaran,ternyata dia sudah sangat penasaran.

"Disuruh milih sama itu ustadz,gue milih dikeluarkan dari pesantren atau mencukur kumis ini.!" Rahmat sedikit menekankan suaranya,dia sepertinya masih kesal dengan ustadznya sendiri.

"Ya gue lebih baik keluar aja dari pesantren itu,daripada nyukur kumis keberuntungan ini," jawabnya santai,sambil mengelus-elus kumisnya yang menurut Edi sudah cukup tebal untuk cowok seumurannya.

"Wah Mat,Mat... cerita lo bikin tepuk jidat tahu nggak,dan lo juga sudah salah mengambil keputusan,mestinya sekarang lo sudah jadi orang hebat,nggak kayak berandalan gini. Ah,kalau dipikir-pikir lo lebih begok dari gue." Ucap Edi terang-terangan.

Rahmat tidak marah sama sekali mendengar komentar Edi terhadap dirinya,dia membiarkan saja Edi mengatainya bodoh atau apalah segala macem,kalau boleh jujur dia sendiri juga merasa ada perasaan menyesal yang kian hari kian tumbuh dihatinya,seandainya dulu dia tidak nakal dan mendengarkan semua perkataan kedua orang tuanya pasti dia sudah sukses seperti yang dibilang Edi.

"Tapi ada apa sih sebenarnya sama kumis lo Mat? Kenapa juga lo nggak mau mencukurnya?" Edi masih tidak mengerti jalan pikiran sohibnya.

"Memang kenapa kalau gue nggak mau cukur,emang masalah buat lo?" ini nih,pertanyaan yang Edi nggak pernah suka mendengarnya,memang nggak masalah buat dia,tapi karena kumisnya itu yang sudah kelewat batas membuat Rahmat seringkali dikira om-om,dan itu juga berdampak buruk bagi kesehatan mentalnya Edi dan Jojo,nggak tahu deh gimana mau ngejelasinnya yang pasti kumisnya itu sudah mengganggu banget,dan dia masih nggak mau mencukurnya.

\*\*\*

Aleta sudah terlihat memakai stelan rapi,dia sudah bersiap-siap untuk segera ke kantor. Namun,wajahnya terlihat lemas tak bersemangat.

"Kenapa lagi ini hah?" tanya Lili begitu melihat wajah cemberut sahabatnya.

"Aku mau ambil sarapan di dapur,tapi kayaknya malas banget deh kalau harus ketemu sama Sera dan dua temannya," adu Aleta.

"Aku temanin,santai aja nggak akan ada yang berani buat ngegangguin kamu!" ucap Lili,setelah selesai menyisir rambut panjangnya dengan rapi dan memakai sedikit riasan diwajahnya,Lili segera mengajak Aleta keluar untuk sarapan,dan kebetulan juga kamar mereka tidak terlalu jauh dari dapur.

"Heh! Akhirnya si perempuan simpanannya om-om keluar juga!" mulut tajam Sera nggak bisa diam sehari aja,dia langsung nyinyir begitu melihat Lili dan Aleta datang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!