Kumisnya Terbakar

"Lalu apa yang harus kita lakukan? Nggak mungkin kan,kalau kita maksa dia buat mencukur kumisnya,pastinya dia nggak mau" tambah Jojo.

"Tapi... Meski dia kelihatan kayak om-om gitu,kenapa banyak cewek-cewek yang pada nempel ya?" tanya Aleta heran.

"Gombalannya.!" Edi dan Jojo menjawab kompak.

"Pantesan aja." Ucap Aleta manggut-manggut mengerti.

"Kita jodohin aja sama Lili gimana menurut kalian?" Mirna mengajukan ide gilanya dan meminta pendapat mereka.

"Gila lu Mir,emang lo nggak kasihan apa sama sohib lo sendiri,main jodohin aja sama si buaya berkumis," cegah Jojo tidak setuju.

"Dari tadi kalian keasikan ngobrol,tengok tu waktu makan siang sudah hampir habis." Kata Edi memberitahu. Mereka buru-buru menghabiskan makan siangnya dan tidak banyak bicara lagi.

\*\*\*

KEDIAMAN BU DIAN...

Tari yang baru pulang dari sekolahnya dibuat kaget dengan suara keras bi Inem. "Aaaa...."

"Ya elah bi,bikin jantung aku berhenti berdetak aja!" pekik Tari. Inem hanya tertawa kecil mendengar ucapan majikan kecilnya itu.

"Hehe ... Inem minta maaf non,soalnya Inem nggak tahu kalau suara Inem bakal buat non Tari kaget gitu," ujar Inem,wanita itu masih muda,dia masih berumur 27 tahun loh,belum nikah masih singgel,orangnya juga cantik. Meskipun berasal dari kampung tapi gaya bi Inem nggak kampungan kok.

"Lagian bi Inem ngapain teriak kayak tadi?"

"Oh itu,tadi bibi terkejut ngelihat fotonya den Rahmat."

"Emang kenapa sama fotonya kak Rahmat?" Tari jadi penasaran.

"Sudah kayak bapak-bapak non,sepertinya den Rahmat benar-benar nggak punya uang buat ke tukang pangkas.

"Pangkas apa Nem,pangkas rambut apa pangkas kumis?" tanya bu Dian ikut menimpali pembicaraan mereka.

"Eh si ibu ada di sini juga rupanya." Inem jadi salah tingkah.

"Oh,aku tahu ni ma,pasti tadi kak Rahmat nelpon bi Inem,iya kan?"

Ditanya begitu Inem jadi gelagapan,mau jawab apa,sedangkan dia tidak bisa berbohong dengan majikannya apalagi Tari,pasti tetap ketahuan.

"Hayo ngaku!" desak bu Dian.

Inem dengan agak ragu-ragu akhirnya menjawab jujur juga. "Iya bu,tadi den Rahmat minta saya buat minjemin dia duit," jawab Inem jujur.

"Tuh kan,pasti bibi kasih." Nada suara Tari sedikit tinggi.

"Ya,karena bibi kasihan setelah melihat fotonya den kumis,eh den Rahmat maksudnya." Inem kembali meralat ucapannya.

"Sudah kamu transfer belum?" tanya bu Dian,wanita itu berharap Inem belum mentransfer uangnya buat Rahmat,namun kenyataan tak seperti yang diharapkan,inem sudah lebih dulu mentransfer uang buat Rahmat yang pemalas itu.

"Aduh bi,kenapa langsung dikasih gitu aja sih,seharusnya kan bibi nanya dulu ke mama." Ucap Tari merasa kesal.

"Maafkan Inem non,habisnya den Rahmat ngotot pengen cepat-cepat dikirim," ucap Inem menyesal dengan keputusannya.

"Mending mama suruh pulang aja kak Rahmat ke rumah,ma. Kalau lama-lama di sana yang ada dia malah nyusahin kak Edi,kan kita juga yang nggak enak nantinya," suruh Tari.

"Kamu benar juga Tar,kalau begitu nanti malam temanin mama ya buat ngejemput dia di rumah Edi!" pinta bu Dian. Tari mengangguk dengan senang hati.

\*\*\*

Rumah Edi...

"Widih,ada yang lagi senyum-senyum sendiri ni,kenapa lu? Dapet dompet kosong?" tanya Edi meledek.

"Bukan dompet kosong Di,tapi rejeki nomplok!" jawab Rahmat seraya menjulurkan lidahnya dan tersenyum senang.

"Pantesan aja muka lu sumringah gitu."

"Tumben,sore gini lo udah pulang," tanya Rahmat,karena biasanya Edi pulangnya hampir menjelang magrib.

"Pekerjaan gue udah selesai semua,ngapain lama-lama di sana,ya mending pulang aja," jawab Edi seraya merebahkan tubuhnya di sofa ruang tengah,dia terlihat cukup kelelahan hari itu. Dan entah bisikan jin tomang dari mana,tanpa disuruh Rahmat dengan senang hati memijit kepala Edi.

"Gue pijitin ya Di,jarang-jarang kan gue baik hati," ucap Rahmat datar.

"Kalau lo jadi baik gini,gue malah merasa curiga Mat,jangan-jangan lo ada maunya ya?" tebak Edi.

"Ah,lo bisanya nyurigain gue mulu! Gue ikhlas tahu!" ucap Rahmat.

"Nggak percaya gue,pasti ada udang di balik batu." Ucap Edi masih curiga.

"Suudzan mulu sama gue,gue lagi tulus paham nggak?"

"Oh ya,tadi lo bilang dapat rejeki nomplok,emang siapa yang begitu baik sama lo.?" Edi kembali ke topik awal pembicaraan.

"Tu,bi Inem!" jawabnya,masih terus memijit kepalanya Edi.

"Pasti lo minta iya kan?" tebak Edi,karena kebiasaan temannya memang begitu,kalau dia sudah nggak punya uang pasti minjemnya sama bi Inem,dan ujung-ujungnya yang bayar pasti nyokap sama bokapnya.

"Ya iyalah gue minta,ya kali dikasih gitu sama bi Inem," jawab Rahmat membenarkan.

"Yang ngutang siapa,yang bayar siapa,soal ini gue udah bisa nebak." Ucapan Edi membuat Rahmat terkekeh mendengarnya.

Rahmat mulai merasa tangannya pegal karena kelamaan mijitin kepala Edi,jadi dia menyudahi pekerjaannya itu,beralih mengambil sebatang rokok dan kemudian menyelipkan ke bibirnya. Edi yang saat itu memegang korek dan hendak membakar ujung rokoknya sendiri,di cegah oleh Rahmat.

"Eh,bakar rokok gue dulu dong!" pinta cowok itu.

Edi segera melaksanakannya,hehe... tapi tahu nggak apa yang terjadi selanjutnya? Edi yang menghidupkan korek api sambil tiduran dan Rahmat yang sedikit menunduk agar Edi dengan mudah dapat membakar ujung rokoknya,malah tangannya oleng dan yang di bakar Edi bukan ujung rokoknya Rahmat melainkan kumis cowok itu,apes benar...

"Auh panas...!" jerit Rahmat sambil mengipas-ngipas bulu halus dibawah hidungnya.

"Duh Mat,gue minta maaf nggak sengaja." Edi terlonjak kaget dan dia langsung bangun dari rebahannya. Matanya membulat,dia terpana dengan perubahan kumis Rahmat yang kini sudah tidak memiliki ujung lagi,bisa kalian bayangin kan gimana kalau kumis terbakar,tidak hanya itu baunya bahkan menusuk-nusuk kehidung.

"Lo... lo benar-benar membuat gue..." belum sempat Rahmat menyelesaikan ucapannya,Edi sudah lari ketar-ketir dari sana,bagaimana dia nggak lari,mata Rahmat sudah memerah karena marah yang sudah level dewa. Hahaha... Nggak kebayang deh kumis kesayangannya itu terbakar karena kecerobohan Edi,entah bagaimana nasib Edi dalam satu jam kedepan.

"Ediii...!!!" seru Rahmat dengan amarah meledak-ledak,dia sudah nggak peduli kalaupun suaranya itu didengar sama para tetangga.

"Sorry Mat,gue benar-benar nggak sengaja!" sahut Edi membalas seruan Rahmat,kini cowok itu ketakutan setengah mati di kamarnya,bahkan dia menutup pintu rapat-rapat dan menguncinya dari dalam. Cowok itu sepertinya tidak bakal keluar sampai keadaan benar-benar aman.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!