Aku menghela napas kelelahan, mendudukkan diri di pinggiran sambil meraih botol air mineral yang langsung kutegak. Setelah selesai meminum, aku meluruskan kaki, dan berseder di tembok. Teman-teman yang lainnya masih sibuk berlatih, tetapi aku sudah kelelahan setengah mati.
Keringat bercucuran. Latihan bersama kembali demi menjaga keseimbangan nantinya saat festival, mengoptimalkan dance juga menjadi poin yang utama, selain itu kekompakan saat melakukan irama gerakan harus pas dan senada semuanya.
Sandi pun sepertinya ikut kelelahan, dia menghampiriku, dan duduk di sebelahku, dia juga meminum air mineral terlebih dahulu, lalu meluruskan kakinya ke depan dengan menyenderkan punggungnya ke tembok.
“Latihan hari ini lumayan ya, nguras energi juga,” tuturnya yang membuka obrolan diantara aku dan dia.
“Banget, San, gue sampe gak kuat, biasanya tuh gue masih bisa, lah, ya ada energinya gitu kalau selesai pas latihan, tapi sekarang gue udah tepar duluan dibandingkan yang lainnya,” balasku dengan panjang kali lebar.
“Nah samaan tuh sama gue,” sahut Sandi yang memang dia juga KO saat latihan di hari ini dibandingkan teman-temannya yang masih asyik dengan tarian mereka sendiri.
“Gue laper, lo laper nggak?” tanya Sandi padaku.
“Lo nanya gue laper enggak gitu?” Aku berbalik tanya pada Sandi, membuat Sandi mengangguk dengan cepat yang ekspresinya kebingungan.
“Ya laper, lah, ege, lo gak denger ini perut gue kruyuk mulu, jadi jawabannya laper,” jawabku yang membuat Sandi menghela napas dengan kencang.
“Oke, gue pesenin makanan aja deh, sekalian buat yang lainnya juga.” Sandi pun sibuk dengan ponselnya, dia membeli makanan, entah apa yang dia pilih, terpenting adalah makanan apapun nantinya, aku akan tetap makan.
Lalu selesai memesan makanan, Sandi kembali menoleh menatap wajahku, membuat aku yang masih menatap ke arahnya menjadi saling bertatapan.
Matanya yang jernih membuat aku nyaman menatap mata hitam itu, parasnya sama seperti cowok dewasa yang aku idamkan, aku membuyarkan pikiran kacau itu.
Namun, ada sesuatu yang berbeda saat menatapnya dengan teman lainnya. Entah kenapa, seperti ada sesuatu di dalam tubuhku yang ingin keluar, rasanya jantung ini tidak konsisten detakannya, darah di dalam tubuhku membuat hawa bergidik yang entah kenapa harus hadir saat bersamanya.
Hingga Sandi pun berkata, “Lo udah save nomer gue belum?” Pertanyaannya membuyarkan aku.
Aku menggeleng dengan cepat, lalu menjawab pertanyaan itu, “Belum, kenapa emangnya?” Aku bertanya balik pada Sandi.
“Di save lah, masa temen geng nggak saling save,” jawab Sandi dengan santai, ditambah senyuman tipis yang hadir di bibirnya, dia tersenyum tepat di depanku.
Membuat debaran jantung semakin berpacu dengan cepat, aku menjadi gagap, dan salah tingkah dengan mengambil botol air mineral yang aku tegak sampai habis.
Aku pun mengatur napas, karena meminumnya dengan cepat. Aku menoleh ke Sandi, dia masih dengan senyumannya, malah semakin merekah senyumannya.
“Aish!” umpatku dalam hati, karena jantungku semakin tidak beraturan. Panas dingin juga ikut meramaikan suasana di dalam diriku.
Aku pun menjawab ucapan Sandi tadi, “Nanti gue save semuanya, tapi nanti aja, sekarang mah masih capek.” Aku memberikan alasan yang sebenarnya sudah tidak terlalu capek sih dibandingkan yang tadi, tapi daripada dia bertanya kembali.
“Ya udah kalau gitu, nanti kapan-kapan gue japri elu aja, ya, siapa tahu kita bisa berteman lebih baik lagi,” ujarnya yang memporak-porandakan pondasi kejombloan di dalam diriku ini.
“Hm,” dehamanku membuat Sandi samar-samar tersenyum, aku mengalihkan perhatian darinya ke semua teman-temanku.
Mereka terlihat akur, asyik, seperti di dunianya masing-masing, hanya saja Putra yang sering diabaikan pun, akhirnya dia menepi dan duduk denganku serta Sandi.
“Lu kenapa, Put? Mukanya kusut bener dah.” Sandi bertanya pada Putra.
“Lo liat noh, mereka mesra-mesraan anjir, gue sendirian kek jomblo,” ujar Sandi yang mengadu sambil menunjuk ke arah mereka semua.
Memang kelihatan sekali sih, kalau mereka semua saling berpasang-pasangan layaknya pasangan sebenarnya. Aku pun terkikik dan lalu menjawab, “Ya emang lo jomblo anjir, kalau lo ada pasangan, pasti ini mah, gue jamin, lo pasti bakal pamerin.”
“Bener banget, Can, emang si Putra ini, belum jadian aja udah pamer dulu ke kita waktu itu, ngaku lu!” Sandi membubuhi ucapannya yang membuat si pelaku tidak terima dengan itu semua.
Dia mengacak-acak rambutnya sendiri, lalu berkata, “Gue nggak gitu ya anjir, lo buka aib lagi, kampret!”
“Gue nggak buka aib, emang begitu kenyataannya, semua orang juga tahu.” Sandi menjawabnya dengan santai.
“Kampret, diem lu jomblo! Arghh ancur reputasi gue nantinya!” pekik Putra yang membuat semua orang menoleh ke arahnya.
Sedangkan Sandi malah merangkul pundakku dan berkata, “Enak aja jomblo, nih gue ada pasangannya, ada ayang Cantika, emangnya elu.” Aku melotot menatap Sandi yang mengaku-ngaku bahwa aku adalah pasangannya padahal tidak sama sekali.
Aku yang risih dengan tangannya pun menghempaskan rangkulan Sandi, “Udah woi dramanya!”
“Nahkan, lo jomblo, San.” Putra tertawa puas saat menyaksikan itu.
“Aelah Can, lu nggak bisa diajak kerjasama,” ujar Sandi dengan nada mellow.
“Hilih, ogah kerjasama sama elu mah, mending gue kerjasama bareng Zayn Malik atau enggak Asad Motawh atau Justin Bieber deh, gue baru mau.” Aku mengatakannya, membuat Sandi sedikit bersedih hati, semua itu nampak dilihat oleh semuanya.
Mereka pun satu per satu mulai mengejekku dengan kata ‘ciye-ciye’. Aku hanya bisa menggelengkan kepala, karena pusing harus menjawab, dan menjelaskannya seperti apa pada mereka semua.
“Can! Ayolah!” Sandi menggoyang-goyangkan badanku. Aku pun menjawabnya dengan tegas, “Gak mau Sandi, ihh! Udah lepasin woilah!”
“Ayolah Can, nanti gue beliin permen sekilo deh,” bujuk Sandi padaku. “Ogah Sandi!” jawabku yang membuatnya semakin dibuat-buat manjanya, dia menidurkan kepalanya di bahuku.
Lalu tiba-tiba Sandi menuding wajah Putra, “Biarin dia aja yang jomblo, aku sama kamu aja ya, muach!” Aku yang bergidik ngeri pun langsung bangkit, membuat Sandi mencium lantai.
“Ngeri bat temen lu tuh, Put.” Aku menyembunyikan diri di belakang Putra.
“Sejak kapan gue punya temen macam orang gila begini?” tanya Putra yang membuat Sandi langsung menerjangnya.
Membuat kedua orang itu bergulat di lantai. Aku dan teman lainnya hanya melihat, tertawa, tanpa melerainya.
Karena adegan itu hanyalah lelucon diantara mereka saja. Reyga malah membubuhi Sandi, “Ayok San, hajar aja terus, jangan sampai Putra lepas! HAHAHA!” Tawa Reyga membuat kita semua jadi ikut tertawa juga.
“HAHAHA, seru weh! Gas lanjutin aja!” Rio pun ikut menyorak-soraikan dukungan tidak berakhlak tersebut.
“Ayo-ayo, bisalah buat lanjutin!” Kini Alya ikutan menyoraki Sandi dan Putra.
Sedangkan, Sandi dan Putra malah asyik di dunianya mereka sendiri. Mereka berguling-guling sampai tidak tahu waktu sama sekali.
Aku dan lainnya hanya bisa menyaksikan mereka, menerima pesanan paket makanan yang dibayar oleh Bara, lalu meninggalkan Sandi dan Putra yang malah semakin tidak waras.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments