“Can, kita jadi nih stalking cowok yang lo maksud?” tanya Devi yang aku angguki.
“Jelaslah, kita harus banget cari tahu mereka semua,” jawabku yang bersemangat 45 untuk mencari mereka, men-stalking dari jarak jauh.
“Ya udah kalau gitu gue ikut,” ujar Devi yang sudah siap dengan tasnya.
Semua siswa sudah keluar dari kelasnya masing-masing. Alya mendekatiku dan berkata, “Gue juga mau ikut!”
“Gue juga,” sahut Tara yang juga ingin ikut.
“Lo Via?” tanyaku yang membuat gadis itu mendongak, lalu mengangguk pelan.
“Oke kalau gitu kita pesen taksi online aja, bentar gue pesenin dulu.” Aku membuka aplikasi online yang menyediakan transportasi online.
Aku memesan dan menyertakan alamat mana yang saat ini berada serta tujuan yang akan di tujukan.
“Gais kita ke depan yuk, kasian bapak sopirnya kalau enggak tahu kitanya di mana lagi,” tuturku yang diangguki mereka berempat.
Aku dan mereka menuju depan, duduk di kursi tunggu koridor, hingga tak lama sebuah pesan dari sopir taksi online yang sudah berada di depan gerbang. Aku dan mereka berempat segera menghampiri taksi online di depan, lalu menaikinya.
Waktu yang ditempuh selama perjalanan dari sekolah ke rumahku cukup sebentar, hanya saja kitanya yang malas untuk berjalan kaki. Sesampainya di depan rumahku, kita berlima masuk ke dalam, meletakkan tas, melepaskan kaos kaki yang menempel dimasukkan ke dalam tas.
Lalu aku dan mereka turun dan memulai aksi stalking. Aku menunjukkan salah satu rumah yang menjadi target kita, “Itu gais rumahnya, di dalam rumah itu gue lihat ada enam cowok yang kayaknya sih seumuran kita kok.”
“Gue percaya sama lu,” tutur Devi yang menepuk pundak kiriku.
“Saae lo Memun,” desisku yang malah mendapatkan jitakan dari Tara. “Nih anak otaknya astaghfirullah banget,” ujar Tara yang membuat aku terkikik.
“Ya mangap. Btw kita ngumpetnya di mana?” Aku melempar tanya pada mereka berempat.
“Di sana aja,” tunjuk Via yang melangkah duluan. Aku dan tiga temanku mengikuti arah yang menjadi langkah Via.
Aku dan mereka berempat bersembunyi di balik pohon besar yang berada di seberang rumah besar itu. Aku duduk di bawah, sedangkan lainnya berdiri dan mengumpat di balik badanku.
Pohon tua ini cukup besar, jadi mampu menutupi keberadaan aku dan mereka berempat. Hingga Alya memekik girang dengan suara yang ditahan, “Gais itu!” Alya menunjuk ke arah rumah yang kutuju saat mereka baru tahu.
Ada sekitar enam orang cowok berbadan tinggi memasuki rumah itu, mereka menatap sekitar, membuat aku menarik tubuh otomatis ke balik pohon besar, rupanya bukan aku saja yang begitu. Tetapi, teman-temanku yang lain juga melakukan hal yang sama seperti itu juga.
“Anjir hampir aja ketahuan,” umpatku dengan suara lirih.
Devi membisikkan suaranya di telingaku, “Untung aja pohon ini gede, Can, mampus kita kalau ketahuan.”
Via mengangguk dari arah seberang yang mengumpat di belakang tanaman rambat yang cukup tinggi.
“Keknya udah aman deh,” ujar Tara yang mengintip dan melihat situasi aman saat ini.
Aku pun mencoba mengintip dan benar, situasi sudah aman. Aku dan mereka pun bangkit. Kita berlima mulai mengendap-endap untuk mengintip kegiatan mereka dan mereka itu seperti apa.
Sesampainya kita di gerbang, kita mengintipnya pelan-pelan. Melirik di lubang yang memang cukup untuk melihat situasi di dalam.
Aku pun mengintip, melihat enam cowok itu sedang duduk di lantai, dan membuka sepatu milik mereka. Aku melihat ke arah ketua menari sewaktu mengintip waktu itu, dia nampak memiliki rahang yang sangat tegas.
Aku mengamati dan baru menyadari saat tiba-tiba Via memekik dengan suaranya yang pelan, “SMA Garda.” Aku menoleh, menatap Via yang juga menatapku balik.
“Baru ngeh gue,” ujarku yang masih terdiam tak percaya.
“Sama Can, gue juga baru ngeh,” sahut Alya yang juga masih tidak percaya.
Hingga tiba-tiba, Devi berkata, “Kalau mereka SMA Garda, itu jelas mempermudah kita buat stalking juga yakan?!” Aku mengangguk, diikuti oleh ketiga temanku lainnya.
“Tapi gue nggak tahu mereka kelas berapa?” Aku bingung, mau men-stalking mereka tapi malah tidak tahu apa-apa.
“Lah iya,” sahut Tara. “Gini aja deh, bagian stalking kelas biar gue aja gimana? Soalnya gue ada kenalan dari beberapa kelas 11 tapi,” lanjut Tara.
“Boleh deh, Tar.” Aku langsung mengiyakan ucapan Tara, dia mampu membantuku untuk pencarian kelas.
Kalau sudah semua, pasti mereka akan cepat dicari, dan bisa cepat diajak untuk penggabungan dua geng mereka dan geng LorezQ.
“Gais, kita diskusi di rumah.” Alya tiba-tiba menarik tanganku, membuat aku mengikuti tarikannya yang terus berlari membawaku.
Teman-temanku yang lain menyusul, membuat kita mendapatkan sebuah teriakan lagi dari orang yang sama, mungkin.
“HEI JANGAN KABUR KALIAN!” Teriakan itu sama persis dengan orang yang memergokiku.
Kita berlima tak mau menoleh dan lebih baik berlari terus, hingga sampailah di depan rumahku. Aku dan mereka berempat terduduk lemas di latar rumahku.
Aku mengambil pasokan udara yang cukup banyak, karena tadi berlarian. Aku pun baru bisa menarik napas dengan normal saat rasa ngos-ngosanku sudah mereda.
Aku bangkit dan mengambil minuman di dalam, memberikannya pada mereka satu per satu.
“Gila hampir aja kita ketahuan,” ujar Tara yang mengatur napasnya kesusahan.
Devi mengangguki ucapan Tara yang dia timpali, “Kalau tadi Alya kagak ngasih tahu, abis udah kita berlima.” Devi melanjutkan menegak air yang tinggal sedikit.
“Kalian mending ketahuannya pas bareng-bareng, lah gue, ketahuan pas waktu ngintip mereka, mana teriak lagi,” jelasku pada mereka berempat.
“Terus lo ke tangkep?” tanya Alya, aku menggelengkan kepala.
“Nggak lah, gila aja kalau ketahuan, gue udah jadi bubur instan!” jawabku yang masih kelelahan akibat lari-lari tadi.
“Ya elu lagian pake segala teriak dodol!” Devi menonyor dahiku.
“Sakit anjir!” pekikku yang mengelus dahi akibat tonyoran Devi.
“Kesel gue sama lu, Can. Gimana ya, kalau lo sistem ponsel, mungkin lo keluaran 2G deh,” tutur Devi yang gemas padaku.
“Nih ya, Dev. Asal lo tahu aja, gimana gue nggak teriak, orang gerakan mereka tuh bagus banget,” ujarku yang mengatakannya dengan nada exited.
“Emang kayak gimana sih dance-nya?” tanya Via dengan suara pelannya.
“Pokoknya bagus gitu, dance-nya nggak pasaran, bahkan hampir setiap gerakannya itu lebih aesthetic daripada dance kita,” jelasku pada Via.
“Gue makin penasaran deh,” ujar Alya yang merebahkan dirinya di lantai, diikuti oleh Devi, dan Tara. Sedangkan aku dan Via menyandarkan punggung kita di tembok rumahku.
Stalking ini tidak berhenti hanya di sini, sebab masih ada pencarian identitas mereka dari kelas berapa dan pilihan kelas apa yang mereka pilih.
Aku jadi semakin penasaran dengan mereka semua, kira-kira mereka semua bagaimana, dan jikalau mereka menyetujui penggabungan dua geng, apakah dance kita akan menjadi yang terbaik? Aku jadi semakin tidak sabaran.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments