Aku berjalan bersama rombongan geng LorezQ menuju satu kelas di jurusan IPS, tidak lain tujuan kita adalah mau menantang geng CaPaMud agar mendapatkan sesuatu persetujuan penggabungan grup.
Aku dan lainnya menunggu di dekat area tangga, kami menghalau setiap ada yang turun melewati tangga tersebut. Hingga akhirnya geng CaPaMud turun melalui tangga. Aku dan teman-teman lainnya sudah bersiap untuk menghalau.
Aku dan geng LorezQ mempersiapkan formasi. Aku berdiri di tengah, di sisi kanan ada Alya dan Tara, di sisi kiri ada Devi dan Via.
Geng CaPaMud menghentikan jalannya, mereka menatap aku dan geng LorezQ dengan wajah penuh tanya.
Sandi berjalan turun dan berdiri tepat di depanku, lalu dia mengenyit, dan bertanya, “Ada apa nih? Ngapain lu semua pada ngehadang kita?”
Aku menyilangkan kedua tangan di dada, lalu menjawab pertanyaan dari Sandi, “Kita semua alias geng LorezQ mau ngasih tantangan ke geng CaPaMud. Dan buat yang menang berhak mendapatkan apa yang dia mau, gimana deal?” Aku menyodorkan tangan kanan ke hadapannya.
Sandi memutar bola mata malas, “Lu tuh gak ada kapoknya yah.”
Namun, sedetik kemudian Sandi menyambar tanganku, membuat kita bersalaman, lalu dia berkata, “Deal.”
Sandi melepaskan jabatan tangan yang sudah membuatku seperti tersengat listrik, lalu dia kembali melanjutkan ucapannya, “Kalian kira geng CaPaMud takut sama tantangan dari kalian? Sayangnya itu bukan kita.”
Sandi hendak menerobos, tetapi dengan sigap aku merentangkan kedua tangan, membuat dia terdiam di tempat.
“Oh ya, kalau gitu dengerin dulu tantangannya dong.” Aku sengaja membuatnya kembali dalam situasi perdebatan ini.
“Apa? Cepetan ngomongnya,” tutur Sandi.
“Sabar aelah,” balasku dengan santai. Sandi kembali terdiam di tempat.
Geng LorezQ dan geng CaPaMud lainnya juga ikut terdiam, tidak ada bisikan-bisikan lagi, dan semuanya menatap ke arah aku dan juga Sandi berada.
Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mulai memberikan dari pertanyaan Sandi soal apa tantangannya.
“Jadi tantangannya itu dance, geng lu dan geng gue adu battle dance di tengah lapangan. Yang menang berhak meminta ke lawan yang kalah apapun dan lawan yang kalah harus menyetujui,” jelasku yang menampilkan senyuman kecil di sudut bibir berbarengan dengan alis yang naik sedikit.
“Gitu doang?” tanya Sandi yang aku angguki.
Sandi menoleh ke belakang, menatap semua gengnya, lalu berujar, “Gais, kita dapet tantangan mudah, siap-siap ya!”
“Wokeh Pak Cik Bos,” jawab Putra dengan memberi hormat.
Aku menoleh ke belakang, geng LorezQ memberikan acungan jempol padaku. Kedua geng antara aku dan geng Sandi, menimbulkan hawa panas akibat pemberian tantangan.
“Soal juri, nanti kita minta vote sama yang lihat, supporter mana yang lebih banyak, dia lah si pemenang,” ujar Devi yang membuat atensi mendadak menatap dirinya.
Aku mengangguki, lalu tiba-tiba Reyga maju ke depan, dan berkata, “Gimana kalau undang aja seluruh anak IPS dan IPA?”
“Boleh deh,” sahut Alya, Tara, Via, Rio, Rendi, Putra, dan Bara secara berbarengan.
“Oke kalau gitu,” ujar Sandi.
“Terus kapan mulainya?” tanya Rio padaku.
“Satu minggu dari jangka waktu sekarang,” jawabku yang membuat mereka tersenyum meremehkan.
“Aelah seminggu kelamaan, tiga hari aja,” tutur Putra dengan tiba-tiba.
“Siapa takut weh, ayok aja!” jawab Alya dengan menatap sinis kepada Putra, membuat aku terdiam.
Bayanganku, tiga hari apakah cukup untuk latihan dance battle melawan mereka, secara aku melihat terang-terangan bahwa kualitas dance mereka apik.
Aku merasakan keraguan pertama kali untuk melawan dance sebuah kelompok, biasanya aku selalu pede, dan yakin jika akan menang. Tapi, kali ini aku benar-benar dibuat ketakutan dengan rasa ragu.
“Shit!” umpatku dalam hati, menepis semua pemikiran gila yang takut serta ragu akan kemenangan di geng LorezQ sendiri.
Aku kembali tersadar dari diamku, menatap mereka semua, entah dari gengku atau dari geng Sandi. Semuanya sedang berdebat siapa yang jauh lebih hebat, siapa yang jauh lebih keren, bahkan pembahasan mereka sudah sampai ke titik di mana mulai saling beradu dengan keanehan masing-masing yang bertolak belakang.
Apalagi Putra dengan Alya yang berdebatnya sangat aneh bin ajaib. Alya masih bersikukuh dengan pendapatnya dan Putra pun sama.
“Mana ada ya, Xerena suka sama duba-duba!” pekik Alya yang hanya berdebat kepada Putra.
“Ada, nih gue dapet undangannya, VVIP, emang lu nggak diundang?” tanya Putra membuat Alya geram sampai menginjak.
“Pantesan sih, nggak diundang orang modelan cairan kimia begini diundang,” lanjut Putra yang sedetik kemudian dia berteriak, karena Alya menaiki tangga, menghampiri Putra, lalu menjambaknya dengan sekuat tenaga.
“GUE BUKAN CAIRAN KIMIA, GUE KETUANYA CAIRAN KIMIA! PUAS LU!” teriak Alya yang tak melepaskan tangannya dengan terus menjabak rambut Putra.
“SAKIT WEH! NAMA LU SAHA SIH? MUNI NUNU? NUNU NANI? NANA NINU NENE NONO? APA SAHA?” tanya Putra sambil terus menjerit kesakitan.
“NAMA GUE ALYA, SI CEWEK GEMOY TRALALA!” jawab Alya tanpa melepaskan jabakan tanganya dikepala Putra.
“Alya gemoy, lepasin ya jabakkannya, nanti Ayang Putra bisa botak dong,” ujar Putra yang merayu Alya. Namun, aku sudah tahu kalau Alya diperlakukan seperti itu, dia akan semakin bertambah ganasnya.
“Stress banget sih nih dua anak, capek gue denger ocehan gaje kalian!” celetuk Bara yang berjalan melangkah turun, lalu berlalu meninggalkan kita semua.
Via dan Devi juga berlalu meninggalkan kita, perlahan Reyga dan Rendy juga pergi. Hingga aku pun pergi meninggalkan Putra dan Alya, berbarengan dengan Sandi, Rio, dan Tara.
Aku menoleh ke belakang sebentar, menatap ketiga orang yang mengikutiku. Aku pun menghentikan langkah, lalu berjalan ke arah Tara.
“Lu ngapain ikutan rombongan sebelah? Ayok sini!” ajakku, seraya menarik lengan Tara.
Sandi pun tiba-tiba menyeletuk, “Siapa juga yang mau bareng sama temen lu, ogah.”
“Dih, Tara juga gak mau kali sama kalian! Pede bet dah,” tuturku yang melawan celetukan Sandi.
“Gak peduli gue! Yang penting gue sama Rio juga gak mau deket-deket elu sama Tara temen lu itu!” pekik Sandi.
Aku hendak menendang, tetapi Rio langsung mengatakan, “Kalian mau ribut kayak Alya sama Putra?”
Aku dan Sandi serentak menggelengkan kepala. Lalu aku menjawab, “Nggak, gue masih waras.”
“Gue juga lah,” ujar Sandi dengan sedikit ngegas.
“Ya udah kalau gitu kita gak usah ribut-ribut lagi, buat yang cewek-cewek, kita persilahkan buat pulang duluan,” tutur Rio.
“Nah kalau Rio yang ngomong kok adem, beda kalau dari alam jahanam mah, ew, baru napas aja udah ngeselin.” Aku mendengus dan beranjak pergi, bersamaan dengan Tara.
Tetapi Sandi masih berteriak mengumpat dan mengatakan, “GUE HARAP GAK AKAN KETEMU SAMA ELU LAGI SETELAH KITA MENANG!”
Aku tidak berbalik dan terus melangkah bersama Tara. Aku bersama Tara pulang menaiki angkutan umum yang kebetulan mangkal di depan sekolah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments