Their Identity

Dentuman irama mewarnai diriku saat ini. Aku berjalan dengan langkah yang menghentakkan kaki sesuai irama musik di headphone milikku.

Lagu yang kuputar bukan berasal dari negara khatulistiwa, tapi dari negeri ginseng. Di mana lagu K-Pop sangat merasuki telingaku.

Hingga sebuah tepukkan mampu mengagetkanku. Aku menoleh ke kanan, menatap wajah Alya yang sangat khas dengan cengirannya. Aku memasang wajah lesu sambil membuka headphone yang terpasang di kedua telingaku.

“Bisa nggak sih salam dulu kek, panggil nama kek, apa kek gitu, jangan main nepok pundak, jantung gue ambyar!” omelku di pagi hari ini, gadis bernama Alya itu tidak peduli dengan omelanku yang dianggap omong kosong olehnya.

“Aelah baru segitu doang Can, masa jantung lu langsung ambyar,” cicit Alya yang membuatku memutar bola mata malas. Aku dan Alya masih terus berjalan sambile mengobrol.

“Ambyar lah, orang lihat si Omerox Zaveniera Partinera Bala-bala aja gue langsung ambyar jantungnya,” balasku pada Alya yang membuat gadis itu malah tertawa sampai bunyi ngik-ngik.

“Si anjir, astaghfirullah, ya Tuhan, kenapa gue punya temen macam ubur-ubur Amazon sih!” pekik Alya yang masih tertawa renyah.

“Kok gue ubur-ubur Amazon sih!” protesku.

“Lu maunya apa?” tanya Alya. “Ya jangan ubur-ubur lah, ubur-ubur mah letoy, cari yang rada keker gitu, misal cacing Persia,” jawabku.

“Dahlah temen gue emang rada-rada.” Alya menyerah karena sedari tadi dia tertawa tanpa henti, hanya karena aku.

Aku bingung di mana letak salahku, kenapa semua orang selalu kesal, gemas, sampai-sampai mereka menyerah dengan sendirinya.

Aku dan Alya memasuki kelas, kita berdua duduk di kursi masing-masing. Hingga Tara menghampiri mejaku.

“Can.” Tara membuka obrolan sambik meletakkan kursinya di dekat meja tempat dudukku.

“Naon? Maneh arek naon?” Aku menatap Tara dengan banyak tanya.

“SANTAI DONG! NGEGAS MULU NIH ANAK!” omel Tara yang membuatku terkikik.

“Aelah gitu doang aja ngambek, nanti aku makin cayang sama kamu, mwuahhh.” Aku memajukan bibirku seperti hendak ingin mencium Tara. Namun, Tara dengan sigap menutup mulutku dengan tangan kirinya.

“NAJONG CAN!” Tara bergidik ngeri, sedangkan aku langsung menepis tangannya dari mulutku.

“Tangan lo bau sambel njir! Mana pedes lagi.” Aku mengulap bibir yang terkena tangan Tara, bau sambalnya menyeruak sampai ke ujung penciumanku.

Tara mendekatkan tangannya ke hidung yang langsung dia tepiskan dari hidungnya, dia menatapku lalu menampilkan cengirannya, “Iya bau sambel terasi, lupa tadi Mak gue bikin sambel bawang plus 30 cabe setan buat dijadiin tambahan sarapan.”

Aku menatap wajah Tara dengan ekspresi datar dan kesal, “Si anjir, astaghfirullah, kan, gue jadi kasar gara-gara lu!”

“Ish iya mangap aelah,” ujar Tara. “Eh Can, ngemeng-ngemeng gue dah dapet info itu cowok,” lanjut Tara yang membagikan informasi seputar cowok-cowok yang dimaksud adalah sekumpulan cowok dance waktu itu.

“Owh iya, gimana tuh? Btw mereka kelas apa? Terus namanya siapa aja? Medsosnya apa aja?” Tanyaku beruntun.

“Sabar anjir!” Tara berdecak sambil menunjukkan ponselnya yang berisi pesan dari seseorang pemberi informasi lengkap.

Dodol Garut

Yang lo maksud itu mungkin Geng CaPaMud deh keknya. Soalnya mereka suka dance juga sih kayak kalian, terus juga anggotanya sama kayak yang lo sebut, ada enam biji.

Mau lo apain Tar? Jangan-jangan lo naksir ya? Ngaku lo!

Btw nanti kelas lo bakal jadi besan gue kalau sampe lo beneran sama Sandi. AAAAAA GUE TUNGGU TAR.

Tara Cute

Kagak ya anjir!

Gosah aneh-aneh lu!

Udah buruan kasih profil mereka kek!

Dodol Garut

Sabar njer!

[Sandi, Rio, Reyga, Rendi, Bara, sama Putra] Mereka kelas XI IPS 2 sekelas sama gue yang tamvan ini.

[Send picture]

Akun Medsosnya cari ae dah @CaPaMud.Official

Tara Cute

Nah gini dong dari tadi kek.

Btw makasih ya, Dol.

...•••

...

Tara memperlihatkan sebagian pesannya dengan Dodol Garut, entah asli namanya siapa. Hanya saja dari pesan yang dikirimkan teman Tara ini sangat menarik bagiku.

“Tar, share fotonya ke gue,” pintaku yang langsung dilakukan oleh Tara. Tara mengirimkan foto dan akun media sosial mereka.

Devi mendekat dengan Alya, berbarengan dengan Via yang baru masuk kelas dan mengambil duduk di posisinya, yaitu sebelahku.

“Lagi pada ngapain?” tanya Via yang meletakkan tasnya di meja depanku.

“Nih kita dah dapet info,” tuturku yang memperlihatkan foto serta akun media sosial pada mereka semua.”

Devi menyahuti ucapanku, “Nice guys! Kita jadi gampang buat ketemu mereka.” Alya mengangguki.

“Besok atau abis pulang nih kita temuin mereka?” tanya Alya pada aku dan ketiga temanku lainnya.

“Biar gue aja deh, gue mau pake strategi buat deketin mereka. Nanti kalau udah ada gelagat mau setuju, kalian maju bareng-bareng, gimana?” tanyaku pada keempat temanku.

“Kalau gue sih oke aja,” ujar Tara. “Lagian males banget sih ketemu cowok dari kelas sebelas IPS,” lanjutnya.

“Lah itu tadi temen lu cowok dari kelas sebelas IPS, bjir!” Aku gemas dan menjitak kepala Tara.

“Sakit woi!” pekik Tara. “Ya kalau dia mah beda, Doni itu dah dari orok maen sama gue, rumahnya juga tetanggaan,” ujar Tara yang aku angguki dengan ekspresi meledeknya.

“Ekhem.” Alya berdeham, membuat Tara langsung menatap ke arah Alya. “Ape lu Ya?” tanya Tara dengan ekspresi garangnya.

“Ih ... ih, apa dah, orang lagi seret tenggorokannya,” ujar Alya yang juga menatap Tara dengan raut wajah meledek tapi sok seriusan.

“Bikes bat si kalian, ARGHHH!” Tara menghentakkan kakinya dan berlalu pergi ke bangku.

Membuat Devi tak bisa menahan tawanya, aku serta Alya pun sama. Sedangkan Via hanya tersenyum melihat kelakuan teman-temannya seperti aku yang super nauzubillah.

“TARA DICARIIN DONI!” pekik salah satu teman sekelas yang bernama Greta, suaranya yang cempreng membuat seisi kelas tahu jika Tara sudah dicariin Doni, teman cowok IPS yang sedang aku dan tiga temanku lainnya ecengi Tara.

Tara bangkit dengan menatap tajam ke arah kita, lalu dua jarinya menusuk mata, dan menunjukkannya pada aku dan tiga temanku lainnya.

Aku tak bisa menahan tawa, sedangkan si empu yang membuatku tertawa langsung menghampiri Doni, di mana pria tinggi berkacamata itu berdiri.

“ALYA, LO JUGA DICARIIN TUH, SAMA MANG BUDI!” Aku sengaja mengeraskan suara untuk meledek Tara. Namun, Tara hanya menunjukkan kepalan tangannya ke arahku.

Tara membalas ucapanku dengan membentuk gumaman yang tidak terdengar dan hanya bisa diterjemahkan olehku, “Awas lu!” Mungkin seperti itu.

Aku terkikik dan terdiam, sedangkan ketiga temanku lainnya hanya bisa menahan tawa. Mereka bertiga takut, kalau-kalau Tara marah, dan malah mendiami kita berhari-hari. Karena Tara cukup sulit untuk dibujuk kembali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!