Bab 10

Plak!

Satu tamparan keras mendarat di pipi Rein. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Nayla. Gadis itu merasa kesal, karena Rein terus saja menciumnya dengan tiba-tiba. Apa dia pikir kalau Nayla itu sebuah barang yang seenaknya saja diperlakukan seperti itu!

"Berani sekali kau memukul wajah suamimu yang tampan ini, hum?! Sepertinya aku terlalu lembut padamu!" Rein yang tidak terima hendak melayangkan pukulan ke wajah Nayla, Namun ia urungkan niatnya tersebut.

"Kenapa berhenti, lakukan saja! Lalu sejak kapan aku menganggap mu sebagai suami?! Sepertinya aku tidak ingat kalau--"

"Kita sudah menikah, gadis bodoh! Dan sekarang kau adalah istriku!" potong Rein. Tanpa sadar, baru saja ia mengakui kalau Nayla adalah istrinya.

Tentu saja, dia mengakuinya karena memang begitu 'kan kenyataannya.

"Umm sepertinya aku lupa karena pernah menikah denganmu," Nayla berpura-pura memegang kepalanya dan meringis kesakitan. Matanya sedikit mengintip ke arah Rein yang sudah terlihat kesal mendengar ucapannya.

Rein menghela nafas kasar. Percuma saja meladeni Nayla, karena ia pasti akan terus melawannya. Padahal jelas sekali, kalau tamparan yang Nayla berikan memperlihatkan kalau gadis tersebut sangat membencinya.

Meski yang baru saja Nayla lakukan sama sekali tidak terasa baginya. Bahkan Rein malah semakin tertarik pada Nayla, gadis aneh dan unik yang susah untuk di taklukkan.

"Keluar sekarang juga dari kamar ku!" usir Rein. Ia takut jika terus bersama di dalam satu kamar, Rein tidak bisa menahannya lagi.

"Tidak mau! Aku ingin mandi!" pekik Nayla.

Rein memijat pangkal hidungnya. Kepalanya mulai pusing karena semalaman ia sama sekali tidak tidur demi menuntaskan hasratnya. Terlalu lama berada di samping Nayla membuat miliknya menjadi tegang.

"Kalau begitu cepat pergi! Apa yang sedang kau tunggu?" Rein duduk di sisi ranjang dan menatap Nayla yang masih berdiri seperti orang bodoh. "Kenapa diam?! Apa kau pikir aku mau terus melihat wajah jelek mu itu!" ejek Rein. Semua kalimat yang keluar dari bibir Rein adalah kebalikannya. Tentu saja, ia tidak mau menunjukkan itu di depan Nayla.

"Tuan..." lirih Nayla.

"Apalagi!" bentak Rein.

"Sebenarnya, aku tidak tahu dimana letak kamar mandi mu," cicit Nayla.

"What? Kau ini berasal dari mana, hah?! Letak kamar mandi saja tidak tahu!" meski terlihat marah, Rein tetap tidak tega melihat wajah Nayla. "Kamar mandi ada di ujung sebelah kanan, dorong saja lemari buku itu." Nayla adalah satu-satunya perempuan yang Rein ijinkan masuk ke wilayah pribadinya.

Rein tidak suka kalau ada seseorang masuk ke dalam kamarnya. Walaupun itu keluarganya sendiri. Ia harus tetap waspada dengan sesuatu yang bisa saja mengancam keselamatannya. Bukan tidak mungkin, jika orang terdekatnya suatu hari nanti bisa jadi musuh dalam selimut.

Nayla mengangguk dan melakukan apa yang Rein katakan. Dan benar saja, kamar mandi tersebut ada di belakang lemari buku. "Pantas saja kemarin aku susah menemukannya. Dasar, orang kaya memang beda," gumamnya seraya berjalan masuk ke dalam. Namun, langkah kakinya terhenti saat mendengar Rein memanggilnya.

"Tunggu! Aku belum mengijinkan mu untuk pergi." kata Rein. Ia berdiri dan mendekati Nayla, hingga tubuh gadis itu terpojok ke tembok.

"Tu-tuan mau apa? Bukankah kau yang menyuruhku untuk cepat--"

"Mandikan aku!" pinta Rein.

"A-apa? Memandikan mu?!" teriak Nayla sambil memikirkan apa yang baru saja Rein ucapkan. "Kau, mandi saja sendiri," tolak Nayla. Mana mungkin ia akan menerima permintaan Rein yang menurutnya sangat aneh.

Bagaimana tidak aneh, Rein punya banyak pelayan kenapa pula harus dirinya yang memandikannya.

"Jadi kau menolak ku? Lihat ini..." Rein menunjukan lengannya yang lebam saat dirinya menopang tubuhnya sendiri yang terjatuh dari atas tempat tidur karena mendengar teriakan Nayla, "semua ini karena ulah mu yang berteriak dan mengagetkan ku. Jadi kau harus bertanggung jawab!"

"Tidak mau! Apa kau pikir aku ini baby sitter mu? Suruh saja pelayan lain yang--" Nayla tak melanjutkan kalimatnya saat melihat Rein mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan padanya.

"Menurutmu, sebaiknya kita apakan ayah dan ibumu? Mengu-liti mereka, mengambil or-gannya atau membuangnya ke laut supaya jadi santapan hiu yang kelaparan?" Rein menyentuh wajah Nayla seraya berbisik lirih. "Keputusan ada di tanganmu, istriku!"

Nayla memejamkan mata sekilas dengan tangan yang terkepal erat. Rein selalu saja mengancam akan menyakiti kedua orangtuanya, kalau Nayla tidak menuruti semua ucapannya. Entah sampai kapan Nayla akan sanggup menghadapi seseorang seperti Reinhard. "Dasar manusia es menyebalkan!" geram Nayla namun hanya dalam hati.

Nayla masuk ke kamar mandi terlebih dahulu dengan Rein yang mengikutinya di belakang. "Gadis pintar!"

****

Mereka berdua sudah berada di dalam kamar mandi milik Rein. Sedangkan Nayla, ia diam mematung dan terlihat kebingungan. Pasalnya ini adalah kali pertama Nayla melihat kamar mandi yang begitu mewah. Berbeda dengan miliknya yang berada di kampung.

"Mau sampai kapan kau bengong seperti itu? Cepat siapkan air hangat!" ucapnya seraya melirik tajam Nayla. Sambil menunggu, Rein duduk di pinggir bathub. Tatapannya masih tertuju pada sosok perempuan yang saat ini mondar mandir di depannya.

Nayla segera melakukan apa yang Rein suruh sebelum pria itu bertambah marah dan murka padanya. Setelah selesai melakukan apa yang Rein suruh, Nayla berniat untuk keluar dari sana.

Gret!

"Mau kemana lagi?! Tugasmu belum selesai. Sekarang, lepaskan pakaianku!" pinta Rein. Ia menarik pinggang Nayla dan mendudukkan gadis itu ke pangkuannya, dengan posisi mereka saling berhadapan.

"Tuan, ini terlalu dekat..." lirihnya.

"Apa kau tidak suka kalau kita sedekat ini?" Rein menatap kedua manik mata hazel milik Nayla. Menguncinya agar gadis itu tidak berpaling darinya.

Begitupun sebaliknya, Nayla terlihat gugup saat melihat kedua manik mata yang berbeda warna milik Rein. "Bu-bukan begitu, Tuan. Hanya saja aku belum terbiasa." Nayla mendorong pundak Rein agar sedikit menjauh dan mulai melepaskan satu persatu kancing bajunya. Tangan Nayla sedikit gemetar, apalagi posisi mereka saat ini begitu intim.

"Shh..." desis Rein menahan sakit.

"Apa kau sakit, Tuan?" melihat Rein yang seakan tidak baik-baik saja membuat Nayla sangat khawatir. Apalagi, wajah Rein terlihat lebih pucat dari biasanya.

"Aku baik-baik saja, lakukanlah dengan perlahan..."

"Cih! Padahal aku sudah melakukannya dengan lembut. Kau saja yang manja." Nayla mengatupkan bibirnya yang menganga tak percaya saat melihat luka di dada Rein. Luka yang sepertinya baru saja pria itu dapatkan. "Tuan, ini..."

"Jangan banyak bertanya dan biarkan seperti ini sebentar saja." Rein menyandarkan kepalanya di dada Nayla, meminta gadis itu agar tetap diam. Meski sedang terluka parah, Rein selalu saja menganggap kalau itu bukanlah masalah yang serius.

Kalimat hanya sebentar yang Rein ucapkan bak angin lalu. Buktinya hampir satu jam mereka berada di sana. Membuat pundak dan kaki Nayla menjadi kesemutan karena harus menahan berat badan pria kekar dan berotot tersebut. "Apa jangan-jangan dia pingsan?" batin Nayla.

Terpopuler

Comments

TUTI NOVILAWATI

TUTI NOVILAWATI

sdh jatuh cinta.../Facepalm//Facepalm//Facepalm/

2024-05-27

0

༄༅⃟𝐐 мєуℓєηη 𝐙⃝🦜

༄༅⃟𝐐 мєуℓєηη 𝐙⃝🦜

bilang saja kalo kau modus Rein🙄🙄🙄

wait Rein terluka kenapa? n kapan??? 🤔🤔🤔🤔

2023-05-24

2

jaran goyang

jaran goyang

🤣🤣🤣

2023-04-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!