Bab 7

"Selamat datang, Tuan," sapa seorang pelayan wanita hendak melepas jas yang dikenakan oleh Rein. Namun, belum sempat melakukan itu, Mark sudah menodongkan senjatanya ke kepala pelayan wanita tersebut.

"Singkirkan tanganmu dan tundukkan pandanganmu!" bentak Mark pada pelayan tersebut. "Apa kau baru di sini, sehingga tidak tahu batasan mu sebagai seorang pelayan?!" kalimat yang keluar dari bibir Mark membuatnya ketakutan dan langsung menundukkan kepalanya.

"Maafkan saya, Tuan. Saya memang baru bekerja di sini dan--"

"Dimana gadis itu, apa dia sudah tidur?" tanya Rein seraya merogoh ponselnya dan tersenyum. Ternyata sudah tengah malam, pantas saja istrinya tidak terlihat sama sekali. Entah kenapa tidak melihat wajah Nayla sebentar saja seakan ada sesuatu yang hilang. Padahal, Nayla pernah memukul dan menjambak rambutnya dengan kasar.

"Se-sejak anda pergi, Nona belum keluar sama sekali dari kamar," jawabnya sedikit gugup. Ia meremas ujung pakaiannya, tubuhnya gemetar karena baru pertama kali mendengar suara menyeramkan milik sang majikan.

"Lalu, apa dia sudah makan?!" tanya Rein masih dengan posisi berdiri membelakangi pelayan wanita tersebut.

"Belum, Tuan!"

"Bodoh! Apa kau tidak becus bekerja, hah?!" bentak Rein. "Bagaimana kalau gadis ku sakit karena kecerobohan mu itu?!"

"Maaf, Tuan. Tapi semua bukan salah saya, nona saja yang terlalu manja. Saya sudah mengetuk pintu kamarnya berulang kali, tapi dia tidak mau membukanya." pelayan wanita tersebut menjelaskan panjang lebar tanpa takut sedikitpun. Ia tidak tahu, siapa sebenarnya pria yang ada di hadapannya.

Mark hanya menggeleng pelan dan menahan tawanya. Pasti setelah ini pelayan wanita itu akan menjadi sasaran empuk Rein. Lebih tepatnya, ia lah yang akan melakukannya atas perintah Rein.

"Singkirkan pelayan bodoh dan tidak tahu diri ini, aku tidak mau melihatnya berkeliaran di mansion ku!" titah Rein.

"Baik, Tuan," jawab Mark. "Dan kau, ikutlah denganku sekarang!" Mark menyeret tangan pelayan wanita tersebut dari sana sebelum Rein semakin murka.

"Tidak mau! Apa salah saya, Tuan. Saya baru bekerja di sini dan--"

"Kesalahanmu adalah karena kau sudah berani menginjakkan kakimu di sarang harimau!" bisik Mark membuat pelayan tersebut merinding. Hingga terdengar suara tembakan tidak jauh dari luar mansion, setelah Mark membawa wanita itu keluar.

***

Rein yang tidak peduli segera masuk ke kamar untuk menemui istrinya yang mungkin saat ini sudah tertidur lelap.

"Dasar gadis nakal, ternyata dia menguncinya dari dalam." senyum licik terukir dari bibir Rein. Karena tahu kalau Nayla pasti akan melakukan ini, Rein mengambil kunci cadangan dan segera masuk. "Sayangnya, kau tidak secerdik itu."

Ceklek!

Rein berjalan masuk dan menutup pintunya perlahan agar tidak menimbulkan suara berisik lalu mendekati Nayla yang sudah tidur begitu lelap di atas ranjang king size miliknya.

"Apa gadis ini tidak takut, kalau aku bisa menyerangnya kapan saja," gumamnya lirih.

Cukup lama Rein berada di posisi itu, ia terus mengamati kulit putih mulus Nayla yang terlihat tanpa noda. Bahkan, meski Nayla tidak memakai make-up sekalipun, wajahnya tetap terlihat sangat cantik.

Rein menjatuhkan tangan kanannya perlahan tepat di pipi Nayla, lalu mengusapnya dengan lembut. Tanpa sadar, apa yang ia lakukan membuat beban pikirannya berkurang.

"Aneh sekali, kenapa aku tidak bisa bersikap kejam padanya..." Puas memandang wajah Nayla, Rein masuk ke kamar mandi untuk menuntaskan sesuatu. Niatnya untuk menghukum Nayla ia urungkan, karena tidak tega menganggu tidurnya.

"Eugh..." Nayla membuka matanya perlahan, lalu duduk dan bersandar di headboard ranjang. Matanya mengedar ke sekeliling, "ternyata manusia es tidak pulang. Atau mungkin dia sedang tidur di luar? Rasakan itu!" umpat Nayla.

"Haish, aku ingin sekali ke kamar kecil, dimana ya letak kamar mandinya." karena sudah tidak tahan lagi, Nayla turun dari atas ranjang dan mencari dimana to-iletnya.

"Astaga, kamar sebesar ini kenapa tidak ada kamar mandinya, sih! Mana sudah di ujung, aku tidak bisa menahannya lagi!" saking tidak kuatnya, Nayla berlari keluar.

Bukan tidak ada kamar mandinya, hanya saja Nayla tidak tahu di mana letaknya. Karena Rein sengaja mendesain tempat itu dan menyembunyikannya di belakang lemari dengan tumpukan buku-buku. Hanya Rein saja yang bisa membuka dan menutupnya.

Brugh!

"Aww..." pekik Nayla saat tubuh mungilnya menabrak dada Mark.

"Hati-hati, Nona!" kata Mark. Pria itu berhasil menahan pinggang Nayla agar tidak terjatuh ke belakang.

Kedua netra mereka saling bertemu. Mark dengan tatapan datarnya dan Nayla dengan tatapan polosnya. Mark yang tidak ingin terbawa suasana segera mengalihkan pandangannya.

"Nona mau kemana pagi buta begini, seharunya anda ada di kamar dan menemani tuan!"

"Ck! Dia memerintah ku atau bagaimana. Tatapan dingin dan datar sama seperti manusia es itu," ocehannya namun hanya dalam hati.

Mark menghela nafas kasar, ia merasa gadis yang berada di hadapannya ini sangat aneh. Bukankah waktu itu Nayla bersikap kasar, kenapa sekarang seperti seekor anak kucing yang begitu menurut?

"Bisakah kau melepaskan aku sekarang, Tuan?" pinta Nayla yang merasa risih dengan posisinya saat ini. Apalagi, ia sudah tidak tahan lagi ingin buang air kecil.

"Tidak, em maksudku tunggu. Ada sesuatu di matamu--"

"Hah? Benarkah?" jujur saja Nayla malu, mungkin saja itu kotoran mata karena ia baru saja bangun tidur. Nayla sampai lupa kalau saat ini hasratnya sudah berada di ujung tanduk. "Lakukan dengan cepat, aku sudah tidak tahan!" teriak Nayla sedikit kencang.

"Iya, Nona. Bersabarlah sebentar!"

Prang!

Suara gelas terjatuh membuat Mark sontak melepaskan tangannya dari pinggang Nayla, membuat gadis tersebut langsung jatuh di atas lantai.

"Asgata, apa yang kau---" kalimat Nayla terhenti. Ia menelan saliva nya dengan susah payah saat mendapat tatapan tajam yang seakan ingin menelannya hidup-hidup. "Manusia es..."

"Oh, jadi ini yang kalian lakukan saat aku tidak ada?! Bagus sekali, Mark!"

"Tu-tuan ini tidak seperti yang anda pikirkan. Saya bisa jelaskan." Mark menggaruk tengkuk lehernya yang tak gatal. Pasti tuan nya sedang salah paham saat ini. Dan mengira kalau dirinya dan Nayla memiliki hubungan.

"Hei, botak! Bantu aku berdiri cepat!" pinta Nayla.

"Iya Nona, maafkan saya." Mark hendak menunduk dan membantu Nayla. Namun suara lantang milik Rein, membuat Mark diam tak berkutik.

"Jangan berani menyentuh milikku, Mark! Atau nasibmu akan sama seperti pelayan tadi!" ya, wajah Rein saat ini tengah memerah menahan emosi yang meluap-luap di dalam hatinya. Jantungnya bergemuruh melihat adegan live yang membuat matanya terasa sakit.

Nayla mendengus kesal. Bukannya membantu, mereka berdua malah memperdebatkan sesuatu yang tidak penting. "Dasar tidak ada yang peka sama sekali! Aku benar-benar sudah tidak tahan lagi! Tidak mungkin 'kan aku pi-pis di sini," batinnya menangis.

Terpopuler

Comments

Wiwin Narsih

Wiwin Narsih

dasar laki2

2023-11-16

1

Meriana Erna

Meriana Erna

🤦🏼‍♀️🤦🏼‍♀️🤦🏼‍♀️🤦🏼‍♀️lebih mahal hrg nyawa ayam 🤦🏼‍♀️🤦🏼‍♀️🤦🏼‍♀️

2023-10-25

0

༄༅⃟𝐐 мєуℓєηη 𝐙⃝🦜

༄༅⃟𝐐 мєуℓєηη 𝐙⃝🦜

pelayan baru nya berani skli menimpali ucapan Rein, palgi dia bilang kalo Nay manja,,,, gk sayang ma nyawanya apa ckckckck

2023-05-23

4

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!