Bab 3

"Hah...hah...aku benar-benar lelah!" gumam Nayla seraya mengatur nafasnya yang naik turun.

Sesekali Nayla menoleh ke belakang, dimana ia melihat para bodyguard Mark masih mengejarnya tanpa berhenti sama sekali. Padahal Nayla sudah berlari sejauh ini menelusuri jalanan yang kebetulan sepi.

"Mereka benar-benar tidak menyerah! Dasar kepala botak!" sambil berlari Nayla terus menoleh, hingga tanpa sengaja ia menabrak seorang pria yang saat ini tengah berdiri di depannya.

Brugh!

"Aww, kenapa nasibku sial sekali sih hari ini!" Nayla mengusap hidungnya yang terasa sakit karena membentur dada pria tersebut.

"Apa kau sudah puas main kejar-kejarannya, Nona?" tanya seorang yang mengenakan kacamata berwarna hitam dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dadanya.

Nayla sontak terkejut saat melihat pria itu.

Pria sama yang Nayla lihat semalam. Kenapa dia bisa ada di sini? Atau jangan-jangan dia mengikuti ku semalam?

"K-kau!" Nayla menunjuk Reinhard tepat mengenai hidung mancungnya. "Se-dang apa kau di sini?!" tanya Nayla gugup. Wajah datar dan dingin Rein membuatnya sedikit ketakutan.

Apalagi mengingat kejadian semalam, dimana pria yang berada di hadapannya ini, dengan tanpa rasa belas kasihan meng-habisi nyawa orang lain.

"Kau terlalu banyak bicara, Nona!"

Greb!

Tanpa menunggu lama, Rein membopong tubuh Ara di pundaknya. Pria itu sama sekali tidak suka dengan gadis yang berisik dan merepotkan.

"Turunkan aku, sialan!" teriak Nayla sambil terus memukul punggung Rein.

Pria itu sama sekali tidak peduli dengan teriakan Nayla. Bahkan pukulan yang Nayla berikan padanya sejak tadi sama sekali tidak terasa baginya.

Brukh!

Rein membuka pintu mobil dan melempar tubuh Nayla. "Diam atau aku akan meng-habisi kedua orangtuamu!" ancaman yang keluar dari bibir Rein berhasil membuat Nayla diam dan tidak berkutik sana sekali.

"Pulang ke mansion sekarang!" perintah Rein pada supir.

"Baik, Tuan!"

Mobil yang mereka tumpangi meninggalkan jalanan sepi tersebut dan hanya menyisakan beberapa bodyguard yang langsung pulang menyusul tuan mereka.

****

Setelah melakukan perjalanan selama kurang lebih satu jam. Mobil mereka sudah memasuki sebuah mansion mewah yang berada di tengah hutan.

Ya, lebih tepatnya mansion pribadi milik Reinhard.

Rein melirik ke samping, ia menghela nafas kasar saat melihat Nayla yang sejak tadi diam saja tanpa bersuara.

"Turun!"

"Tidak mau!" ketus Nayla. Ia masih fokus menatap keluar jendela. Jujur saja saat ini Nayla sedang memikirkan cara bagaimana supaya bisa kabur dari sana. Mansion di tengah hutan, sisi kanan dan kirinya hutan lalu penjagaan yang ketat. Nayla benar-benar tidak bisa membayangkan jika ia harus menghabiskan hidupnya di penjara seperti ini.

Rein sejak tadi terus memanggil Nayla dan menyuruhnya untuk turun. tapi sepertinya gadis itu sedang asik dengan lamunannya. "Apa kau tuli, hah! Kubilang turun ya turun!" teriak Rein tepat di telinga Nayla. Membuat gadis itu langsung terperanjat karena kaget.

"Tidak ya tidak! Kenapa kau terus memaksaku!" Nayla yang tak mau kalah menjawab perkataan Rein dengan teriakan.

Kretek!

Saking kesalnya karena sejak tadi Nayla terus menjawab ucapannya. Rein mencekik leher gadis itu sedikit kuat.

"Kau tahu, aku benci di bentak! Apalagi dibantah oleh gadis kecil sepertimu!" Rein hanya berniat menggertak agar Nayla takut padanya. dan Rein yakin setelah ini Nayla pasti akan takut dan menurut.

Namun, sayangnya perkiraan Rein salah besar.

"A..ku ti..dak pedu.li..."

Rein mendengus kesal. Untuk pertama kalinya ada seseorang yang berani melawannya, terlebih lagi itu adalah seorang wanita.

"Bu..nuh sa..ja a..ku!" lirih Nayla dengan nafas yang mulai tersengal dan tersenyum tipis pada Rein.

Deg!

Bukan Nayla namanya jika ia tidak melawan sama sekali. Nayla kerap di bully oleh teman-temannya di sekolah karena lahir dari keluarga miskin dan serba kekurangan. Bahkan teman-temannya tidak segan untuk melakukan kekerasan pada Nayla. Namun, dengan berani Nayla melawan mereka. Tidak peduli, dia mau terluka ataupun tidak.

Tiba-tiba saja Rein melepaskan cengkraman tangannya dari leher Nayla lalu menatap lurus ke depan.

"Kenapa dilepaskan! Bukankah kau sangat ingin membunuhku?" lirih Nayla seraya mengusap lehernya yang terasa sakit.

"Turun sekarang!"

"Sudah kukatakan, aku tidak mau! Apa kau tuli?!"

Plak!

Satu tamparan keras mendapat di pipi kanan Nayla. Hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah merah segar.

Plak!

Nayla yang tidak terima dengan perlakuan rein membalas tamparan pria tersebut.

"Kau, berani sekali menamparku?!"

"Kenapa, apa tamparan ku masih kurang, hah?!"

Nayla belum tahu saja siapa pria yang berada di hadapannya saat ini. Jika Nayla tahu, mungkin ia berpikir seribu kali untuk melakukan ini padanya.

Dan untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup Reinhard, seorang gadis kecil berani menentangnya bahkan menampar wajah tampannya.

Cup!

Rein menarik tengkuk Nayla, mencium bibirnya dan melu-matnya dengan kasar. Rein juga menye-sap sisa darah yang ada di sudut bibir Nayla hingga habis tak tersisa.

"Berani sekali pria ini mengambil ciuman pertamaku!" umpat Nayla dalam hati. Meski ia berusaha memberontak, tenaga Rein lebih kuat dua kali lipat dari tenaganya. Jadi, Nayla hanya bisa diam dan pasrah. Hingga...

Kress!

Nayla menggigit bibir bawah Rein karena kesal.

"Argh! Apa yang kau lakukan, gadis bodoh!" Rein mengusap bibirnya. Ternyata menaklukan seorang gadis tidak semudah yang ia bayangkan.

"Selain tuli, sepertinya kau juga buta! Aku baru saja menggigit bibirmu!" jawan Nayla dengan begitu santainya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Jika harus meminta maaf, itu bukanlah dirinya. Tapi pria yang sudah menculiknya dan mengambil ciuman pertamanya!

Rein merogoh ponselnya lalu menghubungi seseorang. "Mark, apa kau sudah mempersiapkan semuanya? Bagus, habisi mereka..." Rein melirik Nayla sekilas, "dan jangan lupa buang ja-sad mereka ke laut. Agar menjadi santapan para hiu yang kelaparan!" setelah berhasil membuat Nayla ketakutan, Rein menutup sambungan ponselnya.

"Ka-kau, apa yang mau kau lakukan pada kedua orangtuaku!"

Brak!

Rein tidak mempedulikan pertanyaan Nayla dan keluar dari mobil meninggalkan gadis itu sendirian.

"Hei, manusia es aku belum selesai bicara!" Nayla segera mengejar Rein dan berharap jika pria itu tidak melakukan apapun pada ayah dan ibunya.

****

Rein masuk ke dalam mansion, sedangkan Nayla terus mengikutinya dari belakang dan terus berteriak memangilnya. Membuat kepala pria itu semakin bertambah pusing.

"Selamat datang, Tuan!" ucap Hana sedikit membungkuk menyambut Rein.

Rein menghentikan langkahnya dan seidkit mengendorkan dasinya lalu menarik nafas panjang. "Segera urus gadis berisik itu, Hana!"

"Baik, Tuan. Apa ada lagi yang anda butuhkan?" tanya Hana pada Rein.

"Tidak ada!" Rein berlalu dari sana.

Nayla yang ingin mengejarnya tertahan, karena Hana menarik lengannya sedikit kuat. "Sebaiknya anda segera ikut bersama saya!"

"Aku ingin bicara dengan manusia es itu?!"

"Manusia es?" tanya Hana sedikit bingung.

Nayla mengangguk cepat. Tentu saja panggilan itu bukan tanpa alasan. Karena sikap Rein yang dingin dan datar sangat cocok sekali dipanggil manusia es.

"Maaf, Nona. Namanya tuan Reinhard. Bukan manusia es," jelas Hana.

"Kau pikir aku peduli?!" kata Nayla menatap tajam Hana.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

sekarang kau berani membantah... sebentar dicium langsung diam....

2024-06-02

0

Tarmi Widodo

Tarmi Widodo

bagus ceritanya y lain DP yg lain good job

2024-03-28

0

jumirah slavina

jumirah slavina

ish.. kerennnn karakter Nayla...

2024-03-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!