"Tidak akan ada yang bisa menerima Zaina seperti Jenny menyayanginya dan menerimanya seperti anak sendiri"
Hildan hanya diam, dia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Memejamkan matanya hanya untuk menenangkan diri dan pikiraannya.
"Sebenarnya Papa tidak pernah menyangka jika kamu akan melakukan hal seperti ini pada istrimu. Kalau memang kamu tidak mencintainya dan tidak ingin menikah dengannya, lalu kenapa kamu harus menikahinya dan menerima perjodohan ini"
"Aku hanya bosan karena kalian yang terus menjodohkan aku, jadi aku memutuskan untuk menerima perjodohan ini. Meski aku tidak mencintainya"
Mama menatap anaknya dengan tidak percaya. Bisa-bisanya Hildan mengatakan hal itu dengan mudah disaat sekarang istrinya hilang dan tidak tahu keberadaannya. Entah apa yang berada di pikiran Hildan saat ini.
"Kamu hanya akan mencintai mendiang istrimu, maka ceraikan Jenny dan kau bisa segera menyusul mendiang istrimu!"
Hildan langsung mendongak dan menatap Mama dengan terkejut. Entah kenapa dia merasa jika ucapan Mama tentang sebuah perceraian membuatnya terkejut. Hildan tidak pernah sampai memikirkan tentang perceraian dengan Jenny. Entah kenapa hatinya merasa tidak rela melepaskan Jenny.
"Ma, kenapa aku harus menceraikan dia? Aku bisa mencari dia dan memperbaiki semuanya"
Mama tersenyum sinis pada anaknya itu, menatapnya dengan tatapan meremehkan. "Yakin Jenny akan mau kembali denganmu setelah apa yang kamu lakukan padanya. Mama akan lebih setuju Jenny tidak menerima kamu kembali"
"Ma.."
Hildan benar-benar merasa tidak rela melepaskan Jenny, hatinya menolak untuk melepaskan gadis itu. Tapi apa yang harus dia lakukan ketika saat ini tidak ada satu orang pun yang mendukungnya.
"Asal kamu tahu Hildan, tidak akan pernah kamu menemukan lagi wanita sebaik Jenny"
Mama berlalu dari hadapan Hildan di ikuti dengan Papa. Sementara Hildan hanya diam dengan mengusap wajah kasar. Dia tahu bagaimana Mama dan Papa yang begitu kecewa padanya.
Hildan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa, dan tiba-tiba bayangan wajah Jenny yang sedang menangis dan menatapnya dengan penuh ketakutan terlntas dalam pikirannya. Hildan bingung dan tidak tahu harus melakukan apa dan harus bagaimana ketika dia mulai merasa bersalah atas apa yang pernah dia lakukan pada Jenny.
######
Hildan berdiri di sebuah taman bunga yang luas dan indah, namun terasa sangat asing baginya. Dia menatap punggung seorang wanita yang berdiri di ujung taman ini, Hildan merasa jika dia mengenali punggung wanita itu. Membuat dia terus berjalan mendekatinya.
"Zaina"
Dan wanita itu berbaik ke arahnya dna tersenyum begitu manis padanya. Hildan tidak menyangka akan bertemu dengan istrinya yang sudah meninggal ini.Sungguh dia sangat merindukan sosok Zaina.
"Hildan, apa kabar?"
Hildan mendekati dan ingin memeluk Zaina, namun Zaina langsung menghindar. Membuat Hildan mengerutkan keningnya. "Kenapa? Aku hanya ingin memelukmu, Zaina. Aku begitu merindukanmu"
Zaina menggeleng pelan sambil tersenyum pada Hildan. "Maaf Hildan, tapi aku tidak bisa terus melihatmu terjebak dengan aku yang sudah bahagia disini. Hildan, istrimu yang sekarang adalah wanita baik yang bisa menerima anak kita dan menyayanginya dengan tulus. Tapi kenapa kamu malah menyia-nyiakan dia? Hanya karena aku? Sadarlah Hildan, kita sudah berada di dunia yang berbeda. Kamu harus bisa merelakan aku dan memulai hidup kamu yang baru bersama istrimu ini"
Hildan terdiam mendengar ucapan Zaina barusan. Tiba-tiba saja semua bayangan tentang Jenny terlintas dalam ingatannya. Bagaimana Jenny yang merawatnya dengan tulus ketika dia sakit. Namun Hildan malah menyiksanya sampai dia menatap penuh ketakutan padanya.
"Berbahagialah bersama istrimu yang sekarang dan lupakan aku. Yang perlu kamu ingat jika aku sudah bahagia disini. Selamat tinggal Hildan"
Hildan ingin meraih tangan Zaina yang mulai menghilang. Namun dia benar-benar tidak bisa menggapai tangannya hingga bayangan Zaina menghilang.
"Zaina"
######
Hildan membuka matanya dengan seketika, keringat dingin membasahi tubuhnya.Hildan mengusap wajah kasar saat apa yang baru saja terjadi adalah sebuah mimpi.
Apa maksudnya semua ini? Apa Zaiana memang telah mengizinkan Hildan untuk bersama Jenny selamanya. Lalu untuk apa surat terakhir yang dia buat. Gumamnya dengan bingung.
Hildan mengambil ponsel diatas nakas dan menghubungi seseorang. "Kau bisa cari tahu tentang sebuah surat?"
"Surat apa? Besok saja kita langsung bertemu di Kantor"
"Oke"
Dan besok harinya, Hildan pergi ke kantor dengan membawa surat yang diberikan oleh Erina padanya. Memberikannya pada asistennya yang bisa menyelidiki dalam hal ini. Asistennya yang cerdas dalam segala hal.
"Tolong cari tahu apa benar surat ini di tulis oleh mendiang Zaina sebelum dia meninggal"
Asistennya itu mengambil surat yang di berikan oleh Hildan dan membacanya. Dia mengerutkan keningnya dengan menatap Hildan bingung. "Kenapa kau meragukan keaslian surat ini? Apa yang sebenarnya terjadi?"
"Karena surat ini di berikan oleh Erina secara langsung padaku baru-baru ini. Dan aku tidak pernah tahu soal keberadaan surat ini"
" Baiklah aku akan menyelidikinya, sebelum itu aku minta data Zaina dan Erina. Aku harus memastikan semuanya berawal dari kemiripan tulisan mereka berdua"
Hildan mengangguk, dia segera memberikan informasi tentang keduanya selama yang dia tahu. Dia memang mempunyai sedikit curiga ketika Erina memberikan surat itu padanya. Namun dia mencoba untuk Membuat Erina tidak mencurigainya jika memang Hildan tidak sepenuhnya percaya dengan apa yang dia ucapkan. Jadi Hildan memilih untuk mengiyaka saja apa yang diucapkan Erina waktu itu.
Apalagi ketika semalam dia bermimpi seperti itu. Zaina sama sekali tidak membahas solah Erina, tapi dia justru malah menceritakan tentang kebaikan Jenny dan ketulusannya. Mungkinkah jika memang Zaina tidak pernah menulis surat itu?
Hingga beberapa hari berlalu, Hildan baru mendengar jika Asistennya itu sudah menemukan titik terang atas semua masalah yang Hildan hadapi saat ini. Hildan sengaja mengajak asistennya untuk bertemu di sebuah Restaurant, malam ini untuk membicarakan semuanya.
"Jadi bagaimana?"
Mengeluarkan beberapa lembar kertas di atas meja bersama dengan surat yang kemarin Hildan berikan padanya. "Jika dilihat dari sini, kau bisa lihat sendiri. Ini adalah tulisan Zaina dan ini adalah tulisan Erina, bandingkan sendiri dengan surat yang kamu terima"
Hildan mengambil kertas itu dan mencoba membandingkan kemiripan tulisan itu. "Jadi, yang menulis surat ini adalah Erina. Tapi kenapa tanda tangannya sangat mirip dengan milik Zaina?"
"Jawabannya ada disini"
Hildan semakin bingung saat asistennya itu malah menyodorkan ponselnya pada Hildan. Dia langsung mengambil ponsel itu dan melihat sebuah video yang sedang di putar. Tangan Hildan langsung terkepal kuat melihat itu.
"Sial, berani sekali dia melakukan ini?"
"Ya, selama ini Erina memang menyukaimu dan dia tidak suka melihat kamu bahagia bersama dengan Zaina. Jadi dia melakukan hal ini"
Satu kenyataan yang baru saja Hildan ketahui selama ini.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mia Sukatmiati
paling benci sama laki laki banci yg main kdrt ke istri yg lemah,,,gak setuju banget klo balikan,
2023-10-02
1
Upi Sri Lestari
kenapa sih klo gak cinta harus merengut kesuciannya terlalu egois
2023-08-08
0
uyhull01
bener bnget klo kmu msh mencinta mendiang istrimu ya kmu susul aja istrimu,
aku rasa Si Erina itu penyebab dti meninggalnya Zaina dehh,
2023-04-10
0