Hari pernikahan di gelar, Pernikahan yang cukup sederhana namun tetap terkesan mewah. Pernikahan ini diadakan di sebuah gedung. Jenny melangkah menapaki karpet merah yang tergelar dengan Ibu dan Vania yang berada di sampingnya.
Di ujung sana sudah ada Hildan yang terlihat begitu tampan dengan balutan jas di tubuhnya. Rasanya Jenny tidak pernah menyangka jika dia akan sampai juga pada titik ini. Ujung semua cita-cita dan karier yang wanita kejar adalah saat ini. Menikah dengan pria yang tepat dan hidup bahagia bersama.
"Kak, aku tidak menyangka jika yang akan menikah dengan Kakak adalah Kak Hildan"
"Kamu kenal dia?"
Vania mengangguk. "Dia pelanggan setia toko bunga Kakak pas aku yang sering tunggu toko"
"Oh gitu, tapi kamu jangan bilang kalau toko bunga itu punya aku ya. Dia belum tahu pekerjaan aku soalnya"
Vania mengangguk, mereka telah sampai di depan Hildan yang sudah siap untuk menerima Jenny sebagai istrinya. Ibu sudah menahan diri untuk tidak menangis saat dia harus melepas anak satu-satunya ini pada pria yang akan menjadi suami anaknya. Apalagi ketika dia mengingat jika suaminya sudah tidak ada dan tidak bisa menyaksikan putrinya menikah.
"Nak Hildan, anak Ibu sudah tidak mempunyai Ayah sejak dia remaja. Jadi, tolong jangan menyakitinya. Cintai dan sayangi dia seperti Ayahnya yang begitu tulus menyayanginya"
Hati Jenny tersayat mendengar itu, bagaimana dia yang harus menjalani hidup berdua dengan Ibu ketika Ayahnya sudah meninggal dunia. Selintas bayangan Ayah terlihat dalam ingatan Jenny. Ayah yang baik dan begitu penyayang.
"Saya berjanji akan menjaga putri Ibu dengan baik. Sayang juga tidak akan pernah mengecewakannya"
Dan akhirnya Ibu menyerahkan tangan Jenny pada Hildan. Berharap jika kehidupan anaknya akan semakin baik setelah ini.
Acara di lanjutkan dengan resepsi pernikahan. Jenny terlihat begitu bahagia ketika dia pada akhirnya telah mencapai puncak dari mimpinya. Menikah dengan pria baik yang mencintainya dan yang dia cintai. Satu minggu sering bertemu, tidak bisa membohongi jika Jenny sudah jatuh cinta pada sosok Hildan yang hangat dan sangat perhatian itu. Bagaimana Hildan yang benar-benar telah berhasil membuka hati Jenny yang tertutup dan membuat jenny kembali jatuh cinta.
"Selamat ya Kak, aahh akhirnya Kakak nikah juga. Gak akan terus kena omelan Ibu deh karena belum menikah"
Jenny tertawa pelan mendengar ucapan Vania, sahabatnya ini memang tahu apapun dalam kehidupan Jenny. "Makasih ya Va, semoga kamu juga tetap bahagia dengan suami kamu"
"Selamat juga Kak HIldan" ketika Vania akan menyalami HIldan, tangannya langsung ditahan oleh suaminya.
"Biar aku saja"
Vania menggeleng pelan dengan sikap posesif suaminya ini.
######
Acara selesai dan Jenny kembali ke rumah HIldan. Ini sudah menjadi keputusan jika setelah menikah, maka Jenny akan tinggal di rumah Hildan. Hildan keluar dari dalam mobil dan menutup pintu dengan kasar membuat Jenny terkejut.
"Dia kenapa? Apa mungkin dia capek ya"
Jenny segera turun dari dalam mobil dan menyusul suaminya yang sudah masuk lebih dulu ke dalam rumah minimalis ini. Ketika kaki Jenny masuk ke dalam rumah ini, dia ruang tengah dia sudah di sambut dengan sebuah foto pernikahan yang begitu besar. Dimana pengantin dalam foto itu sedang berciuman dengan mesra.
Tubuh Jenny mematung melihat foto itu, lalu dia melihat ke sekelilingnya dan benar hampir setiap penjuru ruangan ini di penuhi dengan foto wanita yang sama.
Dia pasti mantan istrinya, tapi kenapa masih di pajang di rumahnya.
"Sini kau, ngapain berdiri terus disana"
Jenny benar-benar terkejut mendengar suara suaminya yang begitu kerasa dan penuh dengan penekanan. Dia berjalan ke arah Hildan yang sedang duduk diatas sofa. Tatapan pria itu benar-benar berubah. Bagaimana dia yang menatap Jenny dengan begitu dingin.Berbeda sekali dengan tatapan Hilda beberapa hari lalu. Yang selalu hangat dan menenangkan.
Hildan berdiri di depan Jenny, dia meraih dagu Jenny dan mencengkramnya dengan kuat hingga Jenny meringis kesakitan. Tatapan Hildan kali ini benar-benar menakutkan. Jenny tidak bisa lagi menemukan Hildan yang dia kenal beberapa hari yang lalu.
"Kau bahagia menikah denganku Hah? Tentu kau pasti bahagia karena kau hanya orang miskin yang menginginkan hartaku"
Jenny tidak bisa bicara karena cengkramn kuat tangan Hildan di dagunya. Sebenarnya dia juga tidak mampu berkata-kata saat melihat suaminya yang saat ini begitu menakutkan.
"Aku menikahimu hanya karena aku membutuhkan sosok Ibu pengganti untuk anakku. Jadi, jangan harap aku melakukan lebih dari itu. Kau hanya seorang pengasuh yang berkedok sebagai istriku"
Hati Jenny benar-benar terluka mendengar itu, air matanya menetes begitu saja di pipinya. Jadi selama ini yang Hildan lakukan padanya hanya sebuah sandiwara agarJenny mau menikah dengannya.
Hildan menghempaskan wajah Jenny, dia memang tidak pernah berniat untuk menikah lagi selain bersama mendiang istrinya. Tapi orang tuanya yang teurs menjodohkan dia dan Zaina juga yang selalu menginginkan mempuanyai Ibu, membuat Hildan langsung membuat rencana baru untuk menyudahi drama perjodohan ini.
Jenny mengusap air mata yang terus mengalir begitu saja di pipinya. Kenyataan yang tidak pernah dia pikirkan akan seperti ini.
"Kalau memang kamu tidak menginginkan pernikahan ini, kenapa harus menerima perjodohan ini?" teriak Jenny dengan tangisan yang pecah
Hildan kembali mencengkram dagu Jenny dengan kuat. Menatapnya tajam. "Karena kau yang lebih dulu menerima perjodohan ini. Jadi aku akan mengikuti cerita perjodohan ini"
Salah, ternyata Jenny telah memilih keputusan yang salah. Dia awalnya ingin memutuskan untuk menerima perjodohan ini karena memang dia ingin membuat Ibunya bahagia dan berharap jika dia akan bisa hidup bahagia dengan pria pilihan Ibunya ini. Tapi ternyata semua sikap hangat dan baik Hildan hanya sebuah kebohongan semata. Semuanya hanya sandiwara.
"Kalau begitu, pulangkan aku kembali pada Ibu. Aku tidak mau jika harus menikah dengan pria yang sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini"
"Heh, kau jangan berharap itu akan terjadi. Kau lupa jika aku menikahimu hanya untuk menjadi pengasuh putriku. Kau faham!"
Hildan menarik tangan Jenny dan membawanya ke sebuah kamar. Mendorong tubuh itu hingga jatuh ke lantai. Jenny meringis pelan saat tangan dan kakinya terasa sakit terbentur lantai.
"Ini adalah kamarmu dan putriku. Kau harus menjaganya dengan baik"
Brakk..
Hildan menutup pintu dengan keras, membuat Jenny terkejut. Jenny menatap ke sekelilingnya, dia beringsut ke dekat tempat tidur dan duduk dengan lutut di tekuk diantara kedua lipatan tangannya. Menangis sejadi-jadinya. Jenny tidak pernah menyangka jika pernikahan yang dia harapkan akan bahagia. Ternyata malah membawa luka.
Apa salahku Tuhan, hingga suamiku begitu membenci aku dan tega memperlakukan aku seperti ini.
Sudah terlanjur masuk dan terjerumus paa pernikahan ini. Maka Jenny tidak bisa melakukan apapun lagi.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Echa04
aq mampit kak...
semoga ceritanya semakin menarik. aq like&fav yaa
2023-07-07
1
Anna Rakinaung
bagus
2023-06-29
0
Yunerty Blessa
moga Jenny akan tabah menjalani..
2023-05-20
0