Tubuh Jenny terasa sangat tidak enak, tubuhnya terasa meriang dan suhu tubuh yang tinggi. Dari semalam Jenny belum memakan apapun karena lidahnya yang terasa pahit. Jenny juga belum istirahat dari semalam. Hari ini dia hanya meringkuk di atas tempat tidur dengan tubuh yang terasa begitu panas.
Brak...
Suara pintu yang terbuka dengan kasar membuat Jenny terkejut, dia bangun dengan tubuh lemahnya. Bahkan penglihatannya saja terlihat berkunang-kunang dan tidak jelas. Namun Jenny tahu jika yang sedang berjalan ke arahnya itu adalah Hildan.
"Mas ada apa?"
Hildan menarik tangan Jenny dan membantingnya tubuh Jenny ke atas latai dengan kuat. Kepala Jenny terbentur ujung nakas hingga berdarah. Kepalanya semakin pusing dan tubuhnya terasa sakit semua, kakinya juga terasa sangat sakit.
"Kau lupa tugasmu, Hah?! Kau lupa menjemput Zaina sekolah"
Deg..
Jenny benar-benar lupa, dia memang sedang sakit dan dia hanya tidur sepulang dari mengantar anaknya sekolah. Jenny benar-benar ketiduran dan tidak ingat kalau sudah waktunya menjemput Zaina pulang sekolah.
"Maaf Mas, aku lupa"
Hildan menjambak rambut Jenny hingga kepala istrinya itu terbawa ke belakang dengan meringis pelan. Jenny kembali harus menatap wajah menyeramkan Hildan.
"Kau benar-benar tidak bisa di percaya, bagaimana kalau sampai Zaina ada yang culik? Kau benar-benar membuat aku murka" Hildan menghempaskan kepala Jenny dengan kasar.
"Aku sedang tidak enak badan jadi aku ketiduran"
"Kau fikir aku peduli? Mau ka mati sekalipun aku tidak akan peduli"
Hildan menendang kaki Jenny yang jelas sudah sakit. Lalu da berlalu begitu saja tanpa menghiraukan keadaan istrinya itu.
Jenny berdiri dan mendudukan tubuh ringkihnya diatas tempat tidur. Dia mengambil beberapa lembar tisu untuk mengusap darah di keningnya yang mengalir sampai ke wajahnya. Jenny tersenyum melihat noda merah di tisu putih itu, dia merasa jika darahnya saja tidak akan membuat Hildan luluh. Rasanya jika dia mati pun memang Hildan tidak akan pernah peduli padanya.
Jenny tersenyum, namun dengan air mata yang mengalir deras di pipinya. "Buktinya, aku memang tidak mempunyai apapun lagi saat ini selain nyawa"
Seandainya Jenny mati, mungkin Hildan baru akan menyadari jika masih ada yang Jenny miliki dan ketika nyawa itu hilang, maka Hildan pasti akan bahagia karena Jenny sudah tidak mempunyai apapun lagi.
Drett...Drett..
Ponsel diatas nakas berdering, Jenny mengambilnya dan dia tersenyum ketika tahu siapa yang menghubunginya. Jenny mencoba menetralkan suaranya yang sedang menangis itu, sebelum mengangkat telepon.
"Hallo Bu, ada apa?"
"Hallo Nak, bagaimana kabarmu?"
Jenny tersenyum, tapi lagi-lagi air matanya mengalir di pipinya yang segera dia hapus dengan punggung tangannya. "Baik Bu, kabar aku baik disini. Ibu bagaimana? Apa Ibu baik-baik saja?"
"Ibu baik Nak, hanya saja beberapa hari terakhir ini perasaan Ibu tidak enak. Ibu takut terjadi sesuatu padamu"
Jenny menutup mulutnya sendiri saat dia tidak bisa menahan tangisnya. Dia menjauhkan ponsel agar Ibu tidak mendengar tangisannya. Ternyata memang benar jika hati dan perasaan seorang Ibu sangat peka terhadap keadaan anaknya.Dan Jenny tidak mau membuat Ibu khawatir dan mungkin Ibu akan merasa bersalah jika tahu kalau pria yang dia jodohkan dengan putrinya adalah pria yang masih terjebak dengan masa lalunya dan malah sering menyakiti putrinya ini.
"Jen, Nak"
Jenny menghembuskan nafas pelan untuk menghentikan tangisannya. Dia kembali menempelkan ponselnya di telinga. "Iya Bu, Jenny ngantuk jadi barusan hampir ketiduran"
"Yaudah kamu tidur saja sekarang, kamu pasti capek ya semalam katanya kamu habis memasang bunga di acara pernikahan"
"Iya Bu, kalau begitu aku tidur dulu ya"
Jenny segera mematikan sambungan telepon. Lalu dia tidur diatas tempat tidur dengan tangisan yang semakin pecah. Membenamkan wajahnya diatas bantal agar tangisannya tidak terlalu terdengar.
"Bunda.."
Jenny langsung menghentikan tangisannya dan menoleh pada Zaina yang masuk ke dalam kamar, masih menggunakan seragam sekolah. Jenny tersenyum pada Zaina.
"Zaina pulang bersama Daddy? Maaf ya, Bunda ketiduran jadi lupa menjemput kamu"
"Tidak papa Bunda, lagian Zaian di jemput sama Oma.Tadi ke rumah Oma dulu sebentar"
"Terus sekarang Omanya mana?"
"Sudah pulang, katanya mau arisan. Oma titip salam buat Bunda"
Jenny tersenyum mendengar itu, dia mengelus kepala Zaina dengan lembut. "Oma tidak masuk dulu ke rumah ya?"
Zaina menggeleng pelan. Dan Jenny menghela nafas pelan, dia memang sedikit khawatir jika Mama datang ke rumah ini dan pasti dia akan mengetahui semua yang sedang terjadi, mungkin juga Mama akan memberi tahu Ibu. Dan Jenny tidak mau jika Ibunya yang sudah tua itu harus kefikiran tentang keadaan anaknya yang tidak baik-baik saja.
######
Malam hari Jenny memaksakan diri untuk memasak meski dengan tubuhnya yang ringkih. Luka di keningnya sudah dia obati dan di tutup menggunakan plester. Tidak terlalu terlihat karena poni yang menutupi keningnya.
Hildan sampai di rumah dan tersenyum ketika melihat anaknya yang berlari ke arahnya dan memeluk kakinya. Hildan menggendong Zaina dan membawanya duduk diatas sofa.
"Anak Daddy kayaknya senang sekali hari ini?"
Zaina tersenyum dan mengangguk, dia memang sedang senang hari ini. "Iya Dad, tadi teman aku di sekolah ada yang mempunyai adik baru. Katanya kalau Zaina sudah mempunyai Bunda maka Zaina juga bisa mempunyai adik"
Hildan tediam mendengar itu, dia tidak menyangka jika anaknya akan meminta seorang adik ketika dia sudah menikah dengan Jenny.Wanita yang tidak dai cintai sama sekali.
"Zaina 'kan masih kecil jadi jangan meminta adik dulu"
"Tapi teman Zaina sudah mempunyai dua adik, kenapa Zaina tidak boleh?"
Hildan mulai bingung harus menjelaskan apa. Anaknya yang masih sangat polos ini tentu hanya memikirkan tentang temannya yang saat ini mempunyai adik. Jadi Hildan harus bisa-bisa menjelaskan padanya agar anaknya ini mengerti.
"Nanti kalau Zaina mempunyai adik sekarang, berarti kasih sayang Bunda akan terbagi. Jadi sekarang lebih baik Bunda menyayangi Zaina saja dulu, punya adiknya nanti saja kalau Zaina sudah besar"
Hildan langsung menoleh pada Jenny yang baru saja muncul dan menjawab pertanyaan Zaina yang begitu membuat Hildan bingung harus bagaimana menjelaskannya.
"Baiklah kalau begitu"
Jenny tersenyum mendengar itu, dia menatap suaminya yang langsung memalingkan wajahnya. Seolah tidak mau di tatap oleh istrinya sendiri. Jenny jelas tahu jika Hildan tidak mungkin mau menyentuh tubuhnya sebagai seorang istri. Jadi mana mungkin Zaina akan mendapatkan adik.
"Sekarang ayo kita makan malam dulu"
"Baik Bunda"
Dan malam ini adalah kali kedua Hildan memakan masakan Jennya. Dan hal itu tentu membuat Jenny senang.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Mia Sukatmiati
Kenapa harus ada kdrt,harusnha malah baikin Jenny biar urus anaknya dengan baik,wanita di kdrt trus disuruh rawat anak yg bukan anka kandungnya,,trus diemmmm aja,,haloooo wanita,,segitu rendajnyakah dirimu
2023-10-02
0
lovely
dasar cewek stupid mau aja diinjak² harga diri di siksa mlah senang makanannya di makan suami lucnuttt dunia haluuu bikin mirisss ceweknya stupid
2023-05-05
4
Yoo anna 💞
ya iya anak mu di aniyaya sana orang sinting
2023-04-09
0