"Bunda kemana Daddy? Kenapa dia belum pulang jua?"
Hildan juga bingung kenapa Jenny tiba-tiba pergi tanpa bicara apapun padanya. Biasanya Jenny tidak pernah seperti ini, dia selalu meminta izin padanya jika mau pergi kemana pun.
"Daddy juga tidak tahu, sekarang Zaina tidur saja biar nanti Daddy cari Bunda. Mungkin Bunda sedang berbelanja, jadi Zaina tidur saja"
"Tapi Bunda akan kembali 'kan?"
Hildan mengangguk pasti, meski hatinya sedikit tidak yakin karena sekarang dia tidak tahu kemana Jenny pergi. Setelah memastikan Zaina terlelap, barulah Hildan mencoba untuk menghubungi Jenny. Dering pertama belum dia angkat, hingga hampir dering ke sekian barulah Jenny mengangkat telepon dari Hildan.
"Kau dimana? Kenap pergi tidak bilang-bilang? Zaina terus menanyakanmu"
Jenny yang sedang mengemudi hanya menghela nafas pelan mendengar suara dingin Hildan. "Aku sedang dalam perjalanan pulang, tunggu saja"
Jenny langsung mematikan sambungan telepon ketika lampu lalu lintas telah berubah warna menjadihijau. Jenny melajukan mobilnya menuju rumah suaminya. Dia akan memperjelas semuanya, karena Jenny benar-benar tidak akan siap jika harus di madu.
Sampai di rumah Jenny langsung di sambut dengan tatapan dingin Hildan yang sedang duduk di sofa ruang tengah. Hari sudah gelap, selama itu Jenny pergi hanya untuk meluapkan tangisnya tanpa ada yang mengetahui.
"Darimana kau? Jam segini baru pulang, apa kau lupa jika kau sudah punya anak yang harus kau jaga"
Jenny tersenyum tipis, dia berjalan mendekat pada Hildan. Berdiri tepat di depan Hildan. "Aku tidak merasa sudah mempunyai anak, karena aku masih suci sampai saat ini"
Mendengar itu, Hildan langsung marah dia berdiri dan mendorong tubuh Jenny hingga jatuh ke atas sofa. Mengukung tubuh Jenny dengan tatapan tajam.
"Apa maksudmu? Jadi kau sedang meminta hak kamu saat ini"
Jenny menatap mata Hildan dengan berani, meski sebenarnya dia tidak seberani itu. Namun Jenny harus melakukan itu karena dia tidak mungkin terus mengalah di saat suaminya bahkan akan menikahi wanita lain.
"Aku tidak akan memberikan kesucianku pada pria seperti kamu. Aku hanya akan memberikan pada pria yang mencintaiku"
Hildan langsung mencengkram dagu Jenny dengan kuat. Menatapnya dengan tajam. "Siapa maksudmu Hah?! Dio, iya?"
Jenny tidak menjawab, dia hanya memalingkan wajahnya agar tidak menatap tatapan dingin penuh amarah milik suaminya. Melihat diamnya Jenny, membuat Hildan benar-benar meradang. Dia memegang dagu Jenny dan mencium bibirnya dengan kasar. Hal itu tentu saja membuat Jenny terkejut, dia mencoba untuk berontak agar Hildan melepaskan ciumannya. Namun, semakin Jenny berontak, maka Hildan semakin kasar menciumnya.
"Lepas, kau mau apa?"
Hildan menggendong Jenny dan membawa ke kamarnya, meski Jenny sudah berontak dengan sangat. Namun, Hildan tetap tidak memperdulikannya.
"Aku sedang ingin meminta hak ku"
Tubuh Jenny di jatuhkan ke atas tempat tidur oleh Hildan. Dia langsung merangkak ke atas tubuh Jenny dan kembali mencium bibirnya dengan kasar.Tangannya sudah mulai bergeliyara ke bagian-bagian sensitive dalam tubuh Jenny. Kaki Jenny terus menendang-nendang, dia tidak mau Hildan melakukan semua ini hanya karena dia terpancing emosi saja.
"Lepaskan aku, jangan lakukan itu aku mohon"
"Diam! Kau bahkan menolak aku yang suamimu, tapi menerima pria lain yang bukan siapa-siapa bagimu"
Dan malam ini air mata Jenny menetes sambil menatap foto besar yang berada di dinding kamar, foto pernikahan Hildan dan mendiang istrinya.
Nyatanya ketika dia memberikan hak pada Jenny, tetap di bawah bayang-bayang mendiang istrinya.
######
Hildan terbangun di saat matahari sudah menampakan sinarnya lewat jendela kamar. Hildan menyingkap selimut dan melihat bercak merah di atas seprei. Ya, istrinya memang masih dalam keadaan suci dan Hildan adalah yang pertama baginya. Namun, kemana dia sekarang? Hildan tidak melihat Jenny yang semalam dia jamah dan berada di sampingnya. Tapi sekarang tidak ada.
"Mungkin dia sedang menyiapkan sarapan atau mungkin pergi ke kamar Zaina"
Hildan tidak memperdulikan itu, dia berjalan ke ruang ganti dan bersiap untuk mandi. Sejenak dia tersenyum karena setelah 6 tahun lamanya, dia baru bisa melepaskan gairahnya kembali malam tadi.
Ketika Hildan selesai mandi, dia keluar dari ruang ganti dan melihat anaknya yang sedang duduk di atas sofa dengan menangis.
"Zaina, kamu kenapa Nak?"
Zaina mendongak dan menatap Ayahnya dengan air mata yang berlinang. "Daddy jahat! Kenapa Daddy terus menyiksa Bunda sampai sekarang Bunda pergi dan ninggalin Zaina.Daddy jahat"
Teriakan Zaina benar-benar membuat Hildan terkejut dan bingung sekaligus. "Apa maksud Zaina? Memangnya Bunda kemana?"
Isakan tangis Zaina semakin kencang mendengar itu. "Tadi Bunda datang ke kamar Zaina dan bilang kalau dia sudah tidak bisa menjadi Bundanya Zaina, karena Bunda mau pergi jauh"
Deg..
Hildan langsung mengambil ponselnya dan menghubungi nomor Jenny, namun nomor ponselnya tidak dapat di hubungi. Sekarang Hildan bingung harus melakukan apa.
"Sekarang Zaina ikut Daddy, kita ke rumah Oma. Siapa tahu Bunda ada disana"
Hildan membawa Zaina ke rumah kedua orang tuanya. Dia tidak bisa menjelaskan apapun pada Mama yang bingung dengan semu ini. Hildan langsung pergi ke rumah Jenny, dia harus mencari Jenny dan merasa bingung kenapa tiba-tiba dia pergi tanpa memberi tahu apapun padanya.
"Mau apalagi kesini? Jenny tidak ada disin" ketus Ibu yang jelas merasa kecewa dengan menantunya ini.
"Bu, kemana Jenny pergi?"
"Sampai kapan pun saya tidak akan memberi tahu kamu dimana putri saya sekarang. Karena saya tidak akan pernah ridho kamu menyakiti putri saya sampai seperti itu"
Hildan menunduk mendengar itu, jelas Ibu akan marah padanya dan itu wajar karena memang tidak ada seorang ibu yang rela anaknya di permainkan seperti itu. Di siksa dan di hancurkan hidupnya dan perasaannya.
"Maafkan saya Bu"
"Tidak perlu, saya tidak membutuhkan maaf kamu!"
Ibu langsung menutup pintu rumah dengan kasar. Hati Ibu mana yang tidak sakit ketika dia tahu jika putri kecilnya yang selalu dia banggakan dan dia sayangi sejak kecil sekarang harus menerima luka yang begitu besar dari suaminya. Dan salahnya, karena pria itu adalah pria pilihannya.
"Maafkan Ibu Jenny, karena Ibu yang memaksa kamu menikah dan akhirnya kamu mengalami semua ini"
Hildan sudah tidak punya harapan apapun lagi. Dia bingung harus mencari Jenny kemana jika Ibunya saja tidak mau memberi tahu dia dimana Jenny berada. Hildan memutuskan untuk kembali ke rumah orang tuanya dan melihat keadaan Zaina yang sejak tadi hanya menangis dan terus menanyakan keberadaan Bundanya.
Plak..
Sebuah tamparan yang di terima Hildan ketika dia sampai di rumah. Itu adalah Mama yang menamparnya.
"Puas kau?! Puas menghancurkan hati anakmu dan menghancukan anak gadis orang?"
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
lovely
gua harappp.lo.jangan kembali lagi jenni
2023-05-05
3
Siti Nurmilah
si hildsn udah bodoh munafik lg
2023-04-09
0
uyhull01
mantap bgus Jen kmu pergi aja, biarkan si Hildan menyesali smuanya,
2023-04-08
1