Jenny masuk ke dalam kamar Zaina, malam itu. Setelah memastikan Hildan terlelap, maka Jenny langsung pergi ke kamar Zaina hanya untuk menemui anak itu sebelum dia benar-benar pergi dari rumah ini.
Ketika dia masuk ke kamar Zaina, anak itu masih terlelap. Jenny memutuskan untuk membereskan pakaian dan barang-barangnya terlebih dahulu. Sering kali Jenny mengusap kasar air mata yang mengalir di pipinya. Dia sudah benar-benar lelah dengan semua ini. Jenny hanya tidak mau terus terjebak dengan cinta sendiri yang begitu menyakitkan.
"Bunda, mau kemana?"
Jenny menoleh ke arah Zaina dengan mata yang basah. Dia segera menghapus air mata itu dan berjalan ke arah Zaina. Duduk di pinggir tempat tidur. Zaina menatap koper dan tas yang di bawa oleh Bundanya dari ruang ganti.
"Zaina.." Jenny mengelus kepala anaknya dengan lembut. Rasanya dia begitu berat untuk meninggalkan Zaina. Namun Jenny juga tidak bisa terus bertahan dalam cinta yang semu. "...Bunda harus pergi Nak, Bunda tidak bisa terus bersama dengan Zaina dan Daddy. Zaina harus jadi anak baik dan nurut sama perkataan Daddy ya. Bunda pergi dulu Nak"
"Tapi kenapa Bunda? Apa karena Daddy yang selalu menyiksa Bunda? Jangan pergi Bunda, jangan tinggalkan Zaina"
Air mata Jenny semakin tidak bisa tertahankan lagi. Dia memeluk Zaina dengan tangisan yang pecah. Jenny tidak bisa melihat Zaina yang menangis, bahkan sampai memohon seperti itu padanya. Tapi Jenny benar-benar sudah tidak bisa bertahan lagi. Apalagi setelah dia dengar jika Hildan akan menikahi Erina. Tentu Jenny tidak akan siap di madu.
"Maafkan Bunda Nak, tapi Bunda tidak bisa. Bunda benar-benar harus pergi dari rumah ini. Zaina baik-baik sama Daddy disini ya"
Jenny melepaskan pelukannya, dia berdiri dan melepas tangan mungil Zaina yang menahan tangannya. Jenny pergi dari kamar Zaina dengan membawa koper dan tasnya. Dia jelas mendengar tangisan Zaina yang terus memanggilnya, namun Jenny benar-benar harus pergi sekarang.
Jenny mengendarai mobilnya di tengah malam yang hampir dini hari ini. Dengan tangisan yang belum juga berhenti. Jenny mengusap air mata yang terus mengalir di pipinya itu. Tangisan Zaina kembali terbayang di ingatannya. Jenny tahu jika dia begitu menyayangi Zaina, begitu pun anak itu. Namun, Jenny tidak bisa hanya bersama dengan Zaina, sementara suaminya tidak pernah menganggapnya ada.
Jenny sampai di rumah Ibunya, meski sebelumnya dia tidak ingin pergi ke rumah Ibunya. Namun Jenny juga tidak mungkin terus memendam semua ini seorang diri.
"Bu.." Ketika Ibu membukakan pintu, Jenny langsung memeluknya dengan tangisan yang pecah.
Ibu menjadi bingung sendiri kenapa anaknya yang datang ke rumahnya dini hari seperti ini dengan membawa koper dan tas. "Jenny ada apa?"
Ibu membawa masuk anaknya ke dalam rumah, mengajak Jenny untuk duduk di sofa dengan memberinya minum. "Kamu tenang dulu dan jelaskan pada Ibu apa yang sebenarnya terjadi, Nak"
Jenny minum air putih dalam gelas yang di berikan oleh Ibunya. Dia mencoba menenangkan diri untuk bisa bercerita pada ibu. Jelas Jenny sudah tidak bisa memendam semuanya seorang diri.
"Jenny tidak mau menikah dan jatuh cinta lagi Bu, terakhir aku jatuh cinta dan sekarang benar-benar hancur dan terluka"
Ibu terhenyak mendengar ucapan putrinya itu. Dia melihat trauma yang begitu mendalam di balik tatapan Jenny. Ibu memeluk anaknya dan menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Akhirnya Jenny menceritakan semua yang telah terjadi diantara dirinya dan Hildan. Pernikahan yang tidak berjalan mulus selama 3 bulan ini.
Mendengar cerita anaknya tentu membuat Ibu tersakiti. Hatinya terluka melihat anaknya yang juga begitu teluka karena pria yang dia plihkan.
"Maafkan Ibu karena sudah memaksa kamu untuk menikah, Nak"
"Tidak papa Bu, aku tahu bagaimana aku harus menjalani semuanya ini hanya karena takdir Tuhan untukku"
Ibu hanya bisa memeluk anaknya dengan penyesalan yang sangat karena dia yang telah menjerumuskan anaknya pada pernikahan yang membawa luka ini.
######
Jenny bangun cukup siang karena semalam dia tidak bisa tidur. Hanya menangis dan menangis hingga matanya yang terlihat bengkak.
"Bu, sepertinya Jenny ingin pergi dari kota ini untuk beberapa waktu. Jenny butuh waktu untuk menenangkan diri"
Ibu mengerti bagaimana keadaan anaknya yang sangat rapuh saat ini. DIa menghampiri Jenny yang sedang duduk di kursi meja makan dan sedang memakan sarapannya.
"Ibu mendukung apapun keputusanmu, tapi kamu mau pergi kemana Nak? Kita tidak punya saudara di luar kota selain kota ini"
"Jenny akan pergi ke Ibu kota dan menemui Vania"
Ibu mengangguk, setidaknya ada Vania yang sudah seperti saudara untuk Jenny. Ibu bisa lebih tenang jika anaknya bersama dengan Vania. Biarkan saja Jenny mempunyai waktu untuk menenangkan diri beberapa waktu.
"Kalau ada Mas Hildan datang kesini, jangan beritahu aku ada dimana Bu. Lagian kalau dia datang kesini juga pasti hanya untuk mengantarkan gugatan cerai"
Tidak pernah ada harapan apapun lagi dalam diri Jenny. Dia hanya ingin hidup tenang tanpa ada bayang-bayang Hildan lagi.
"Iya Nak"
Perasaan Ibu benar-benar hancur melihat anaknya yang begitu rapuh saat ini. Putri kecilnya yang dia besarkan dengan penuh kasih sayang ternyata harus mengalami hidup yang begitu sulit.
Dan Jenny langsung menghubungi Vania, jika dia akan pergi kesananya. Tentu saja Vania sangat senang mendengar itu. Dan sekarang Jenny sudah berada di perjalanan menuju ibu kota. Mengendarai mobilnya sendiri, Jenny menatap jalanan di depannya dengan tatapan hampa. Jenny akan memulai hidup baru di Ibu Kota.
"Selamat tinggal Mas Hildan, Zaina. Aku akan memulai semuanya di tempat yang berbeda"
Jenny sampai di rumah Vania ketika hari hampir petang. Dia langsung disambut dengan ramah oleh Vania. Duduk di sofa dengan berdampingan.
"Jadi apa yang sedang terjadi"
Vania tentu tahu jika Jenny tidak dalam keadaan yang baik-baik saja. Tentu Vania tahu bagaimana Jenny yang sedang merasa tidak baik-baik saja saat ini.
"Aku ingin berpisah dari Mas Hildan Va, aku sudah tidak bisa bertahan lagi.."
Begitulah Jenny memulai ceritanya hingga dia tidak bisa menutup-nutupi lagi apa yang sebenarnya terjadi dalam pernikahannya ini. Jenny yang rapuh dan tidak mempunyai pilihan yang lain, ketika dia tahu bagaimana suaminya yang siap untuk menikahi wanita lain.
Mendengar cerita Jenny secara keseluruhan, Vania benar-benar tidak menyangka jika Hildan yang dia kenal baik, ternyata telah menghancurkan hidup sahabatnya itu. Vania memeluk Jenny dengan erat. Dia tahu bagaimana perasaan sahabatnya saat ini.
"Aku hanya bisa mendukung apapun keputusanmu, Kak. Jadi sekarang jangan membuat diri kamu semakin terluka hanya dengan terus memikirkan tentang suami Kakak yang hanya akan membuat Kakak sakit saja"
Jenny mengangguk, dia bersyukur karena masih mempunyai sahabat yang sudah seperti saudara sendiri. Bagaimana Vania yang begitu peduli padanya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
Evy
pasti nanti hamil.. akhirnya kembali juga sama Hildan.Harusnya tidak begitu Thor.Jeni mesti bertemu jodoh yang lain.Hildan biarin nikah sama Erina biar tahu rasa..
2025-03-08
0
Mia Sukatmiati
Sudah kadung gak perawan Hildan memang banyak,Jenny rugi banget,,
2023-10-02
0
Yenny Maria
harusnya dari awal pernikahan di tinggalin, ini sudah hancur baru di tinggal
2023-07-05
0